Show simple item record

dc.contributor.advisorRistianingrum, Anita
dc.contributor.authorPurwanto, Eko Bambang
dc.date.accessioned2024-02-01T09:18:43Z
dc.date.available2024-02-01T09:18:43Z
dc.date.issued2006
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/137231
dc.description.abstractGula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Gula memiliki arti dan posisi yang strategis di masyarakat Indonesia. Sebagian besar, gula dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sumber energi, pemberi cita rasa, dan sebagian lagi digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Gula adalah salah satu bahan pangan sumber karbohidrat dan sekaligus sumber energi/tenaga yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Dalam pedoman Pola Pangan Harapan (PPH) edisi terakhir yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian, tercantum energi yang dianjurkan yang berasal dari gula sebesar 6,0 persen dari total kecukupan energi atau 110 kalori per kapita per hari setara dengan 30 gram gula pasir. Selain itu, gula termasuk bahan pamanis alami yang tidak membahayakan kesehatan bagi pemakainya. Indonesia telah mulai memproduksi gula secara komersial sejak tahun 1600-an. Sejak itu produksi gula pasir mengalami pasang surut seiring perkembangan ekonomi dunia dan politik dalam negeri Indonesia. Pada periode tahun 1930-an, Indonesia pernah manjadi negara pengekspor gula terbesar di dunia setelah Kuba (pada tahun 1930 mencapai sekitar tiga juta ton). Mulai sekitar tahun 1967 produksi gula dalam negeri semakin mengalami penurunan. Penurunan produksi dalam negeri tersebut antara lain disebabkan oleh: (1) kemampuan giling yang rendah akibat keadaan pabrik gula di Jawa yang umumnya sudah tua, (2) biaya produksi yang tinggi, dan (3) luas areal tebu di Jawa yang semakin berkurang, akibat adanya persaingan dengan tanaman lain, terutama padi. Pada saat itu produksi dalam negeri tidak dapat lagi melakukan ekspor dan bahkan tidak bisa mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Sejak itulah Indonesia mulai mengimpor gula sampai sekarang. Permintaan gula secara nasional diperkiraan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan industri pengolahan makanan dan minuman. Jika hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi yang memadai maka ada kekhawatiran besar atas impor gula yang tinggi, yang dipandang sebagai ancaman terhadap kemandirian pangan. Kemandirian pangan merupakan hal penting bagi negara berkembang berpenduduk besar dengan daya beli rendah seperti Indonesia. Impor yang tinggi memerlukan anggaran belanja negara yang besar. Anggaran belanja negara yang tidak diimbangi oleh anggaran pendapatan negara mengakibatkan pemerintah melakukan utang luar negeri. Selain itu ketergantungan yang besar pada impor gula dapat mengurangi devisa negara yang lebih dibutuhkan untuk pemulihan struktur ekonomi dan pelunasan hutang luar negeri. Untuk itu perlu adanya penghematan pengeluaran yang salah satunya meniadakan belanja impor gula dengan upaya mewujudkan kemandirian pangan, dalam hal ini yaitu swasembada gula. ...id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcProduksi gulaid
dc.subject.ddcKonsumenid
dc.titleAnalisis peramalan konsumen dan produksi gula serta implikasinya terhadap pencapaian swasembada gula di Indonesiaid
dc.typeUndergraduate Thesisid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record