Peramalan penjualan ikan mas konsumsi, Cyprinus carpio L. pada kolam air deras balong kuring di Kelurahan Katulampa, Kabupaten Bogor
Abstract
Kegiatan ekonomi bidang budidaya ikan atau tanaman air atau binatang air disebut perikanan budidaya. Pada tahun 2003 nilai produksi perikanan budidaya di Indonesia mencapai Rp 16,02 triliun dan melibatkan sekitar 2,38 juta petani ikan. Sebanyak 54,96 persen petani ikan pada perikanan budidaya merupakan petani ikan pada budidaya kolam, dan sekitar 42,42 persen dari jumlah tersebut terpusat di DKI dan Jawa Barat. Ikan mas sebagai komoditas budidaya kolam yang paling diminati selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini indikasi bahwa persaingan usaha budidaya ikan mas cukup tinggi. Selain itu, harga pakan yang tinggi dan perekonomian yang kurang kondusif dangan adanya inflasi dan kenaikan harga BBM mengakibatkan usaha ini banyak gulung tikar tahun 2005. Kondisi serupa dialami Balong Kuring dengan penjualan ikan mas yang cenderung turun.
Masalah budidaya Balong Kuring yaitu sering terjadi kekurangan suplai 500 kg sampai 700 kg atau kelebihan suplai 300 kg sampai 500 kg dari jumlah ikan mas yang diminta. Metode kuantitatif belum diterapkan guna prediksi penjualan dan jumlah ikan mas yang harus dibudidayakan. Penyebab penurunan penjualan diduga akibat pengaruh kenaikan harga ikan mas dan kenaikan harga BBM yang disertai imbas jalan Tol Cipluarang. Masalah yang dirumuskan pada karya ilmiah ini: 1) Bagaimana penjualan ikan mas Balong Kuring pada masa yang akan datang? dan 2) Bagaimana pengaruh variabel makro ekonomi terhadap penjualan ikan mas Balong Kuring? Dari perumusan masalah maka tujuan karya ilmiah ini adalah: 1) Menganalisis penjualan ikan mas Balong Kuring di masa yang akan datang dan 2) Menganalisis pengaruh variabel makro ekonomi terhadap penjualan ikan mas Balong Kuring
Hasil identifikasi pola data penjualan ikan mas Balong Kuring tahun 1995 sampai 2005 dengan grafik dan plot autokorelasi, menunjukkan penjualan secara keseluruhan tidak stasioner dengan trend yang menurun dan tidak terdapat unsur musiman. Plot data ini terbentuk dari kumulasi penjualan ke rumah makan (RM) Lembur Kuring Parung, Maestik, Puncak, Ciranjang, dan Sukabumi dengan unsur trend yang menurun dan diantaranya unsur musiman yang tidak jelas. Sedangkan penjualan ke rumah makan ke Ampera stasioner dengan unsur musiman yang tidak jelas. Adapun pola data RM Lembur Kuring di Cicurug dan Hotel Augusta yang diidentifikasi tahun 1999 sampai 2005 cenderung stasioner. Kaitan penjualan ikan mas ke tiap rumah makan dan hotel bersifat kompetitif.
Berikutnya adalah penerapan metode ARIMA dan dekomposisi, dan analisis data juga diujikan dengan metode trend dan winter. Penerapan model tersebut karena data terdiri dari unsur trend dan musiman yang tidak jelas, serta jangka waktu observasi termasuk jangka menengah dan panjang. Metode dibandingkan berdasarkan nilai Mean Square Error (MSE) terkecil dan diuji dengan kalibrasi nilai ramalan dengan data aktual berdasarkan nilai Mean Absolute Error (MAE).