Show simple item record

dc.contributor.authorMasrukhin
dc.date.accessioned2010-05-06T05:16:08Z
dc.date.available2010-05-06T05:16:08Z
dc.date.issued2009
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/13676
dc.description.abstractPembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mendorong GNP per Kapita atau pendapatan masyarakat naik dalam periode waktu panjang (Todaro,1996). Pembangunan dilakukan dengan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada. Namun perbedaaan karakteristik dan keragaman yang tinggi yang meliputi SDA, SDM, letak geografis dan lain-lain berpengaruh terhadap perbedaan kemampuan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di suatu daerah. Pada awal pembangunan semua wilayah mempunyai pola pendapatan per kapita yang sama yaitu pola perkembangannya cenderung untuk terus naik, namun setelah beberapa tahun berjalan, ternyata muncul ketimpangan pendapatan antarwilayah karena kemampuan menciptakan pertumbuhan ekonomi masing-masing sangat bervariasi. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi dalam suatu daerah/wilayah (BPS, 2008). Daerah dengan PDRB per kapita (dengan Migas) tertinggi pada tahun 2007 adalah Kabupaten Bekasi yang mencapai Rp. 20.661.020,00 sedangkan daerah dengan PDRB per kapita terendah adalah kabupaten sukabumi Rp. 3.252.344,00. Lebarnya jarak tersebut menunjukkan bagaimana kondisi perbedaan hasil-hasil pertumbuhan secara riil yang berhasil dicapai oleh masing-masing daerah. Pendapatan masyarakat di daerah terkaya hampir tujuh kali lipat dari pendapatan daerah termiskin di Jawa Barat. Barro dan Sala-i-Martin (1992) menyatakan bahwa laju pertumbuhan PDB per kapita cenderung berhubungan terbalik dengan PDB per kapita awal. Dengan asumsi bahwa preferensi masyarakat dan teknologi yang sama berlaku di semua negara, negara-negara miskin cenderung tumbuh lebih cepat daripada negaranegara kaya. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia, provinsi-provinsi dengan PDRB per kapita tinggi cenderung tumbuh lebih lambat daripada provinsi-provinsi dengan PDRB per kapita rendah. Tingkat konvergensi kondisional yang terjadi pada tahun 2000-2007, dapat dilihat dari koefisien regresinya. Jika nilai koefisien lebih kecil dari nol, maka pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Barat cenderung konvergen. Berdasarkan hasil estimasi, tingkat konvergensi bersyarat yang terjadi sebesar – 0.933 < 0 hal ini berarti pendapatan antarkabupaten/kota cenderung konvergen (makin merata) atau daerah miskin tumbuh lebih cepat dari daerah kaya. Sedangkan untuk variabel jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja koefisien regresinya -2.025 < 0 menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas cenderung konvergen dan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDRB per kapita. Daerah miskin tumbuh lebih cepat daripada daerah kaya karena tingkat investasi marjinal daerah miskin lebih tinggi daripada daerah kaya sehingga tingkat pertambahan hasil investasi yang dihasilkan lebih tinggi daripada daerah kaya. PDRB per kapita sebagai dari turunan data PDRB, maka perlu di analisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap PDRB. Hasil analisis data panel dengan menggunakan software E-Views 6 menunjukkan bahwa PDRB kabupaten/kota di Jawa Barat dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh PAD, PDRB per pekerja, pengeluaran pembangunan pemerintah kabupaten/kota, persentase penduduk yang tamat SMA dan dipengaruhi secara negatif oleh pangsa sektor pertanian terhadap PDRB,id
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titleKonvergensi Pendapatan antarkabupaten/kota di Jawa Barat Periode 2000-2007id


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record