Saluran Pemasaran Wortel di kawasan Agropolitan Cinajur
Abstract
Propinsi Jawa Barat merupakan wilayah sentra produksi hortikultura yang utama di Indonesia. Disamping memiliki potensi pasar regional yang sangat besar, juga merupakan pemasok utama untuk ibukota Jakarta. Sebagai salah satu propinsi produsen komoditas pertanian khususnya hortikultura yang berbatasan langsung dengan Jakarta, maka di Jawa Barat sangatlah tepat untuk mengembangkan sistem pemasaran produk pertanian yang handal. (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2003). Salah satu komoditas hortikultura dari kelompok tanaman sayuran yang potensial untuk dikembangkan adalah wortel. Wortel merupakan bahan pangan (sayuran) yang digemari, bergizi tinggi dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Agropolitan, di dua desa inti yaitu Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas dan Desa Sukatani Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret-April 2005. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan langsung terhadap kegiatan pemasaran yang terjadi dan penelusuran saluran pemasaran mulai dari petani, pedagang pengumpul, supplier dan pedagang pengecer. Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait, penelitian terdahulu, literatur dan artikel yang terkait.
Penarikan sampel petani dilakukan secara sengaja (purposive sampling), terutama petani wortel yang menjadi anggota kelompok tani agropolitan. Penarikan sampel lembaga pemasaran selanjutnya dilakukan secara snowbowling sumpling, yaitu menelusuri saluran pemasaran wortel berdasarkan informasi dari pelaku pasar sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis pola saluran pemasaran, fungsi-fungsi lembaga pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif menggunakan analisis marjin pemasaran, farmer's share, dan rasio keuntungan biaya. Petani yang ada di kawasan agropolitan melakukan kegiatan pemasaran
perseorangan, tidak terkoordinasi dengan keberadaan Program Pengembangan
Agropolitan Halte Agribisnis dan Sub Terminal Agribisnis (STA) yang ada di
kawasan agropolitan yang berfungsi untuk mempermudah pemasaran dan
meningkatkan efisiensi pemasaran belum dapat berfungsi dan dimanfatkan secara optimal. Sehingga petani melibatkan beberapa lembaga pemasaran dalam menyalurkan hasil panennya, antara lain pengumpul yang berada di tingkat desa, supplier dan pedagang pengecer (supermarket, Pasar TU. Kemang Bogor dan Pasar Bekasi).
Sebagian besar petani lebih memilih menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul. Alasannya adalah karena lebih mudah dan murah. Pada umumnya petani memiliki pedagang pengumpul langganan, namun hal ini tidak membatasi petani untuk menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul manapun. Keterikatan penjualan hanya terjadi pada petani yang menerima...dst