Show simple item record

dc.contributor.advisorBaliwati, Yayuk Farida
dc.contributor.advisorTanziha, Ikeu
dc.contributor.authorLybaws, Lesda
dc.date.accessioned2024-01-23T02:52:55Z
dc.date.available2024-01-23T02:52:55Z
dc.date.issued2024-01-23
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/135626
dc.description.abstractFood Waste (FW) menjadi masalah global dan nasional yang belum dapat terselesaikan. Pada tahun 2021, rata-rata timbulan FW global mencapai 121 kg/kap/tahun dan di Indonesia selama 20 tahun terakhir sebesar 5-19 juta ton/tahun. Rumah tangga merupakan kontributor terbesar FW di global (60%) dan Indonesia (80%). Tingginya FW bersamaan dengan masalah kerawanan pangan dan gizi. Saat menghadapi kondisi rawan pangan rumah tangga akan melakukan berbagai tindakan salah satunya adalah Food Coping Strategies (FCS) untuk meningkatkan ketersediaan pangan. Hingga saat ini belum ada penelitian kuantitatif terkait FW, FCS dan ketahanan pangan secara bersamaan di tingkat rumah tangga berisiko stunting. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis FW (jumlah, jenis dan kategori pembuangan), determinan FW, ketahanan pangan dan FCS yang diterapkan rumah tangga serta menganalisis hubungan FW dan FCS terhadap ketahanan pangan rumah tangga berisiko stunting. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method. Pengukuran FW dan determinannya, ketahanan pangan dan FCS dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Sementara itu adaptasi dan pengembangan kuesioner FCS menggunakan pendekatan kualitatif dengan Focus Group Discussion (FGD). Adaptasi kuesioner RCSI dilakukan dengan penambahan kategori, paraphrase pertanyaan, penambahan strategi mencegah dan mengurangi FW untuk meningkatkan ketahanan pangan serta penetapan konsensus rank keparahan perilaku berdasarkan persepsi rumah tangga. Pulau Jawa merupakan pulau terpadat di Indonesia. Provinsi Jawa Barat dipilih karena berdasarkan hasil sensus penduduk Indonesia 2020 sebanyak (31,8%) penduduk tinggal di Jawa Barat atau setara dengan 5.427.068 jiwa (BPS Provinsi Jawa Barat 2021). Hal ini menjadikannya konsumen pangan terbesar di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor pada bulan Juli 2023 dan proses pengumpulan data dilaksanakan selama 7 hari yang dimulai pada tanggal 17 - 25 Juli 2023. Penentuan lokasi penelitian di Kabupaten Bogor ditentukan secara purposive karena merupakan wilayah terpadat di Provinsi Jawa Barat dan pertimbangan lain merupakan satu dari 100 kabupaten/kota untuk intervensi stunting. Pemilihan kecamatan yang masuk wilayah perdesaan dan perkotaan mengacu pada klasifikasi Desa Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia menurut BPS (BPS Provinsi Jawa Barat 2021). Kecamatan Ciampea dipilih sebagai wakil wilayah dengan karakteristik perkotaan dan Kecamatan Sukajaya dipilih mewakili wilayah dengan karakteristik perdesaan. Populasi penelitian ini adalah keluarga berisiko stunting dengan kriteria inklusi menurut kriteria BKKBN 2021 dan kriteria eksklusi yang ditetapkan adalah salah satu anggota rumah tangga sakit berdasarkan keluhan. Perhitungan jumlah sampel yang terlibat dalam penelitian kuantitatif mengacu pada metode SNI 19- 3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 168 sampel (rumah tangga) yang terdiri dari 103 rumah tangga daerah perkotaan dan 65 rumah tangga di wilayah perdesaan. Sementara itu, total informan dalam penelitian kualitatif (FGD) sebanyak 10 orang. Data sosioekonomi rumah tangga, pengukuran FW dan determinannya, ketahanan pangan dan FCS rumah tangga dikumpulkan dengan kuesioner. Analisis data menggunakan IBM SPSS 26 yang meliputi analisis univariat (uji deskriptif), analisis bivariat (uji korelasi Rank Spearman dan Chisquare test (ꭓ2)), dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik dengan nilai p<0,05 dan nilai Confidence Interval (CI) 95% yang menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent. Rata-rata FW di daerah dengan karakteristik perkotaan dan pedesaan Kabupaten Bogor adalah 5,01 kg/kap/tahun (pedesaan: 5,51 kg/kap/tahun; perkotaan: 4,8 kg/kap/tahun). Jenis pangan yang paling banyak terbuang dikedua wilayah adalah adalah sayur-sayuran (40%) yang setara dengan 1,92 kg/kap/tahun dan serealia (18%) atau setara dengan 0,84 kg/kap/tahun. Alasan utama membuang makanan di wilayah perkotaan (64,6%) terkait dengan perilaku konsumsi yaitu tingginya sisa makanan di piring per orang setelah makan dan wilayah perdesaan (48,5%) terkait dengan praktik penyimpanan yang tidak tepat. Determinan FW rumah tangga perkotaan adalah pengetahuan yang kurang tentang FW (OR=3,49, CI=1,39–8,79) serta tidak menerapkan perilaku perencanaan pembelanjaan dan menu sesuai preferensi keluarga (OR=2,77, CI=1,14–6,73) sedangkan determinan FW rumah tangga wilayah perdesaan adalah tidak menyimpanan dengan benar (di dalam kulkas/tempat tertutup) (OR=3,81, CI=1,22–12,03). Status ketahanan pangan rumah tangga kedua wilayah sebagian besar (63%) masuk kategori rawan pangan (perkotaan: 63%; perdesaan 62%). Food coping strategies yang banyak diterapkan rumah tangga di kedua wilayah saat menghadapi kerawanan pangan adalah membatasi porsi pada waktu makan (perkotaan: 64,1%; perdesaan: 52,3%). Strategi yang dilakukan rumah tangga untuk mencegah dan mengurangi FW di wilayah perkotaan adalah perencanaan pembelanjaan (p=0,047, r=-0,185) dan di wilayah perdesaan adalah strategi pengelolaan sisa makanan (p=0,038, r=-0,258). Penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan nyata positif antara FCS dan ketahanan pangan rumah tangga wilayah perdesaan (p=0,007, r=0,331). Tidak terdapat hubungan antara FW dengan ketahanan pangan namun memiliki arah hubungan yang negative (p=0,668, r=- 0,033) dan timbulan FW tinggi pada rumah tangga rawan pangan (perkotaan: 10,58 kg/kap/tahun; perdesaan: 13,31 kg/kap/tahun) dibandingkan rumah tangga tahan pangan. Timbulan FW dikedua wilayah secara umum tidak jauh berbeda namun timbulan FW di wilayah perdesaan lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Jenis pangan yang terbuang sama namun kategori pembuangan di wilayah perkotaan banyak terkait konsumsi, sedangkan di wilayah perdesaan terkait penyimpanan. Determinan FW perkotaan adalah pengetahuan dan perilaku perencanaan sedangkan di perdesaan adalah perilaku penyimpanan. Rumah tangga yang rawan pangan untuk meningkatkan ketersediaan pangan menerapkan FCS dan strategi mencegah dan mengurangi FW.id
dc.description.sponsorshipSoutheast Asian Ministers of Education Organization Regional Centre for Food and Nutrition (SEAMEO-RECFON)id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleHubungan Food Waste dan Food Coping Strategies terhadap Ketahanan Pangan Rumah Tangga Berisiko Stuntingid
dc.title.alternativeRelationship Between Food Waste and Food Coping Strategies towards Food Security at Household at Risk of Stuntingid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordFood coping strategiesid
dc.subject.keywordFood wasteid
dc.subject.keywordKetahanan panganid
dc.subject.keywordRumah tangga berisiko stuntingid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record