Analsis Eksergoekonomi pada Sistem Penggilingan Padi yang Terintegrasi dengan Gasifier
Date
2023-12-06Author
Chatib, Omil Charmyn
Budiastra, I Wayan
Solahudin, Mohamad
Purwanto, Yohanes Aris
Nelwan, Leopold Oscar
Metadata
Show full item recordAbstract
Bagi masyarakat Indonesia, beras telah dijadikan sebagai sumber utama
makanan pokok. Hal ini dibuktikan dengan tingginya produksi gabah jika
dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya. Pada tahun 2022 jumlah gabah
kering giling yang diproduksi sebanyak 54,75 juta ton, di mana sekitar 30% dari
produksinya merupakan sekam. Sekam dipandang cukup banyak dan berpotensi
sebagai sumber energi karena masih memiliki nilai kalor yang tinggi dan apabila
tidak diolah maka akan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Selain Sekam, proses pascapanen padi juga menghasilkan jerami. Pada saat
musim panen tiba, kebanyakan petani mencoba mengumpulkan jerami dan
membakarnya agar tidak terjadi penumpukan limbah yang semakin lama semakin
banyak. Disamping itu, ada juga beberapa petani menjadikan jerami tersebut
sebagai bahan baku kompos atau pakan ternak. Khusus untuk sekam, sudah banyak
masyarakat mengkonversinya menjadi bahan bakar padat. Bahan tersebut berupa
pelet yang telah diberikan perlakukan karbonisasi dan dikempa sehingga memiliki
nilai ekonomis yang tinggi. Disamping itu, di penggilingan padi juga menghasilkan
produk sampingan berupa dedak. Biasanya dedak tersebut dapat dijadikan sebagai
bahan pakan karena masih mengandung nutrisi yang berguna bagi hewan ternak.
Jumlah sekam yang dihasilkan dari penggilingan padi pada tahun 2022
sebanyak 16,425 juta ton. Jumlah sekam yang dihasilkan dari penggilingan padi
pada tahun 2022 sebanyak 16,425 juta ton. Apabila dikonversi menjadi bioenergi
untuk substitusi kebutuhan energi di penggilingan padi dengan menggunakan
teknologi yang tepat maka dapat meningkatkan nilai tambah sekam, dapat
mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, serta mengurangi produksi gas
penyumbang efek rumah kaca. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis analisis
yang tepat untuk melihat seberapa besar potensi sekam jika dilihat dari sisi energi
dan ekonomi, atau disebut analisis eksergoekonomi. Specific Exergy Cost (SPECO)
dijadikan sebagai metode yang menggabungkan analisis tersebut dengan
menerapkan konsep biaya ke dalam sistem termal.
Penelitian ini dimulai dari melakukan analisis biaya pada sistem
penggilingan padi kecil dengan kapasitas 875 kg/jam yang terintegrasi dengan
gasifier (RMS) , serta menghitung neraca massa, energi dan eksergi pada setiap
aliran sistem yang dievaluasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa titik impas
yang dihasilkan oleh RMS dan penggilingan padi biasa adalah sebesar 483.681
kg/tahun, di mana kedua sistem penggilingan padi tersebut memiliki biaya pokok
yang sama, yaitu Rp5.747,56/kg. Jika jumlah gabah yang digiling dalam 1 tahun
melebihi nilai titik impas, maka biaya pokok produksi RMS menjadi lebih murah.
Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa sekam memiliki kandungan eksergi
yang cukup tinggi sebagai pemasok eksergi di penggilingan padi biasa dengan rasio
antara solar dengan sekam sebesar 1:5,77, sedangkan rasio eksergi antara konsumsi
solar dengan gas produser di RMS adalah 1:2,07. Pemanfaatan gas produser sebagai
pengganti solar di RMS dapat menghemat konsumsi aliran biaya eksergi yang
semulanya Rp215.942,02/jam dapat menjadi Rp112.289,85/jam. Perhitungan biaya
produksi dengan menggunakan analisis eksergoekonomi berbasis energi
menghasilkan biaya produksi yang lebih murah untuk produk beras, dedak, gas
produser dan arang sekam dibandingkan dengan analisis berbasis eksergi.
Disamping itu, unit gasifier merupakan unit yang paling besar menerima dampak
hasil eksergoekonomi terhadap ireversibilitas dengan nilai sebesar 0,175.