Interest Rate Pass-Through Terhadap Suku Bunga Perbankan dan Perekonomian: Studi Komparatif di ASEAN+3
Abstract
Perkembangan ekonomi negara di kawasan Asia akhir-akhir ini menjadi titik perhatian dikalangan ekonom, terlebih lagi karena struktur perekonomiannya yang semakin dinamis. Rencana penyatuan kawasan ini menjadi single market 2015 serta pembentukan ASEAN community 2020 semakin memperbesar kemungkinan kawasan ini menjadi salah satu kutub perekonomian dunia selain Amerika Utara dan Uni Eropa. Namun pengalaman krisis di berbagai negara kawasan Asia, terutama sejak krisis keuangan asia tahun 1997/1998, telah mengakibatkan muncul fungsi baru yang menjadi perhatian utama bank sentral yaitu mengenai pentingnya menjaga stabilitas sistem keuangan. Salah satu pelaku dalam sistem keuangan yang paling penting untuk dijaga dan diawasi adalah perbankan. Sebab melalui lembaga ini langkah moneter yang ditempuh bank sentral akan ditransmisikan sampai pada sektor riil sebagai bentuk intermediasi. Salah satu instrumen kebijakan yang signal-nya cepat direspon adalah suku bunga. Suku bunga official ini merupakan benchmark bagi para pelaku ekonomi di pasar, termasuk perbankan. Oleh karena itu pergerakan suku bunga bank sentral ini akan diikuti oleh suku bunga perbankan, baik deposito maupun kredit. Dalam berbagai literatur, Interest rate pass-through diartikan sebagai perubahan suku bunga official bank sentral yang ditransmisikan pada suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. Mekanisme pass-through memainkan peran yang sangat penting dalam kebijakan moneter. Dengan kata lain, kecepatan dan kepenuhan pass-through dari suku bunga official menuju pasar uang dan perbankan menjadi kekuatan transmisi kebijakan moneter (De Bondt, 2002). Kesehatan perbankan pada gilirannya menjadi syarat mutlak bagi keberlangsungan kebijakan moneter dan perekonomian di suatu negara. Penelitian ini memiliki empat tujuan utama. Pertama, menganalisis derajat pass-through of interest terhadap suku bunga perbankan dan perekonomian. Kedua, menganalisis pengaruh guncangan suku bunga official bank sentral terhadap suku bunga perbankan dan perekonomian. Ketiga, menganalisis kontribusi suku bunga official dalam menjelaskan variabilitas suku bunga perbankan dan perekonomian. Terakhir, menguji hubungan jangka panjang antara suku bunga official dengan tingkat harga dan pendapatan nasional. Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari bulan Mei 1999 sampai bulan September 2008. Data diperoleh dari International Financial Statistic dan CEIC Asia Database. Negara yang diamati adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Jepang, dan Korea Selatan. Model penelitian ini mengacu pada model penelitian Donnay, et al (2001) dan Burgstaller (2003), yaitu mengasumsikan bahwa tidak ada contemporaneous effect pada guncangan suku bunga perbankan terhadap suku bunga official (previous variable). Sedangkan dalam perhitungan derajat pass-through, penelitian mengacu pada model Sato, et al (2005) dan McCarthy (2006) dalam Achsani, et al (2009) dengan menggunakan cholesky decomposition untuk mengidentifikasi guncangan struktural. Selanjutnya data akan dianalisis dengan menggunakan metode Structural Vector Autoregression (SVAR) yang dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan menjadi Vector Error Correction Model (VECM) jika data terintegrasi pada ordo yang sama. Dari hasil empiris ditemukan mekanisme over pass-through dan noncomplete pass-through di ASEAN+3. Fenomena over pass-through terjadi pada pembentukan kedua suku bunga perbankan di Singapura dan suku bunga kredit di Malaysia, sedangkan fenomena noncomplete pass-through terjadi pada pembentukan kedua suku bunga perbankan di Indonesia, Thailand, Filipina, Jepang, Korea serta suku bunga deposito Malaysia. Dari analisis ini juga diketahui bahwa derajat pass-through relatif lebih kuat pada pembentukan suku bunga deposito daripada suku bunga kredit. Sedangkan terhadap perekonomian, derajat pass-through relatif kecil yaitu lebih kecil dari satu persen yang sekaligus mengindikasikan bahwa perubahan suku bunga kebijakan tidak ditransmisikan sampai pada perekonomian Selain itu simulasi IRF menunjukkan bahwa guncangan pada suku bunga official akan direspon positif dan permanen oleh suku bunga perbankan masing-masing negara ASEAN+3, kecuali Singapura yang merespon negatif dan permanen. Lebih jauh lagi perekonomian yang dicerminkan oleh tingkat harga akan merespon negatif dan permanen, kecuali Indonesia, Malaysia, dan Jepang. Sementara pendapatan nasional juga turut merespon negatif dan permanen, kecuali Indonesia dan Jepang. Sementara itu melalui simulasi FEVD ditemukan bahwa peranan suku bunga official relatif kuat dalam menjelaskan fluktuasi suku bunga perbankan, sedangkan terhadap perekonomian hampir tidak terlihat. Meskipun dalam komposisi yang relatif kecil, kontribusi bank sentral cukup terlihat pada variabilitas GDP Indonesia, Singapura, Thailand, dan Jepang serta variabilitas tingkat harga di Indonesia, Singapura, dan Jepang. Hasil empiris berikutnya memperlihatkan bahwa diantara negara ASEAN+3, hanya Jepang satu-satunya negara yang memiliki kointegrasi antara suku bunga official bank sentral dengan tingkat harga. Sementara terhadap laju inflasi, hanya Korea Selatan dan Thailand yang terkointegrasi. Sedangkan terhadap pendapatan nasional, tidak ada satu pun negara yang suku bunga official-nya terkointegrasi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter melalui jalur suku bunga belum efektif dalam mempengaruhi perekonomian. Karena dalam jangka panjang tidak cukup bukti empiris untuk menunjukkan hubungan antara suku bunga official bank sentral dengan tingkat harga dan pendapatan nasional. Karena dari hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan moneter melalui suku bunga belum cukup efektif dalam mempengaruhi fluktuasi perekonomian, disarankan untuk mempelajari dan menganilisis instrumen fiskal sebagai penggantinya. Apabila ditemukan kebijakan fiskal mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, mungkin ada baiknya mengkombinasikan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal dalam mencapai tujuan akhir kebijakan. Selain itu dalam mendukung hasil penelitian dan rekomendasi Hasanah, et al (2008), adapun negara yang menetapkan inflation targeting dengan menggunakan sasaran antara jumlah uang beredar agar lebih berhati-hati. Bedanya, hasil penelitian ini menguji hubungan antara suku bunga sebagai sasaran operasional dengan tingkat harga. Hasil menunjukkan tidak cukup bukti empiris untuk menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antara suku bunga dengan tingkat harga. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak menambahkan komponen risiko suku bunga untuk melihat symmetric/asymmetric effect dalam mekanisme interest rate pass-through. Sehingga untuk penelitian selanjutnya disarankan dapat menambah komponen tersebut untuk hasil yang lebih baik. Selain itu penelitian ini juga hanya menganalisis secara umum dampak guncangan suku bunga official terhadap suku bunga perbankan dan perekonomian di negara ASEAN+3.

