Dinamika penggunaan lahan di kabupaten Bogor
View/ Open
Date
2000Author
Kustikarini, Licu
Musa, M. Sjarkani
Basuki, Tjuk Eko Hari
Metadata
Show full item recordAbstract
Salah satu hambatan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi komoditas pertanian adalah keterbatasan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta menduga luas penggunaan lahan, khususnya lahan pertanian yang terdapat di Kabupaten Bogor. Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa luas lahan di Kabupaten Bogor teralokasikan untuk pemukiman, pertanian, perkebunan, peternakan, hutan, pariwisata/lapangan olah raga, industri/jasa/perusahaan dan lain-lain (jalan, sungai).
Dari kedua sumber yang digunakan pada penelitian ini, yaitu laporan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, terdapat sedikit perbedaan mengenai perkembangan lahan pertanian. Hal ini terjadi karena perbedaan persepsi mengenai istilah lahan serta cara pengukuran atau pengamatan objek yang berbeda pula. Berdasarkan laporan dari BPN, perkembangan lahan terbesar dan terkecil dari tahun 1983-1995 terjadi pada lahan untuk keperluan pariwisata/lapangan olah raga yang mengalami kenaikan rata-rata 73.52% per tahun dan lahan pertanian hanya mengalami kenaikan rata-rata 0.68 % per tahun. Sementara Dinas Pertanian Tanaman Pangan menyebutkan bahwa luas lahan pertanian menciut rata-rata 0.92% per tahun. Kenaikan yang lambat ataupun penciutan lahan pertanian ini terjadi karena berpindahnya fungsi lahan serta terjadi kegiatan pembangunan di luar sektor pertanian. Semakin berkurangnya lahan sawah dapat dilihat dari plot deret waktu, dimana ia mempunyai pola atau trend yang menurun dari tahun ke tahun sementara di lain sisi lahan pemukiman mengalami pola atau trend yang menaik dari tahun ke tahun. Kejadian ini
menandakan bahwa telah terjadi peralihan fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Sampai dengan tahun 1999, luas wilayah Kabupaten Bogor mengalami penurunan 14.11% dari tahun 1995. Penurunan ini terjadi karena terdapat beberapa kecamatan yang bergabung dengan wilayah Kodya II Depok. Selain itu, terjadi perluasan wilayah Kotamadya Bogor. Dari pola sebaran titik-titik yang diperoleh dari rancangan gambar, dapat disimpulkan bahwa komposisi penggunaan lahan di Kabupaten Bogor ternyata tidak memiliki pola yang sama dari tahun ke tahun (dari tahun 1983-1995). Sementara dari hasil pendugaan dengan pendekatan menggunakan metode Rantai Markov tidak diperoleh hasil yang memuaskan. Oleh karena itu untuk melihat gambaran keseimbangan penguasaan lahan merujuk pada hasil Sarkaniputra (1986) untuk ruang lingkup Pulau Jawa. Dari hasil analisis dapat digambarkan bahwa konsentrasi penguasaan lahan pada saat terjadi keseimbangan (ekuilibrium) terbagi pada dua kelompok, yaitu rumahtangga petani yang menguasai lahan kurang dari 0,25 hektar dan kelompok petani yang menguasai lahan lebih dari 2,0 hektar.
Dari kejadian tersebut dapat dikatakan bahwa telah terjadi polarisasi penguasaan lahan yang dapat mengakibatkan terjadinya gejolak sosial di kalangan masyarat pedesaan. Untuk mengatasi keadaan tersebut diperlukan suatu sistem pembagian hasil antara petani yang berlahan luas dan berlahan sempit. Selain itu, diperlukan institusi sosial sehingga gejolak sosial yang terjadi di kalangan masyarakat pedesaan dapat ditekan sekecil mungkin.