Analisis respon penawaran padi Indonesia
Abstract
Setelah tercapainya swasembada pada tahun 1984, ekonomi beras Indonesia mengalami siklus surplus dan defisit yang berulang. Laju kenaikan produksi beras selama periode 1984-1998 rata-rata hanya sebesar 1.94 persen per tahun, sehingga terkejar oleh kenaikan laju permintaan konsumen yang mencapai 4.16 persen per tahun menurut data statistik tahunan Biro Pusat Statistik.
Lambatnya laju kenaikan produksi beras ini antara lain disebabkan karena
produktivitas padi secara nasional telah mengalami pelandaian (levelling off) dan
peningkatan konversi lahan sawah menjadi kawasan industri, perumahan dan lahan
non pertanian yang terjadi di Jawa. Keberlangsungan pemenuhan kebutuhan beras
dari produksi domestik sulit dipertahankan, apabila situasi internal tersebut diatas
tidak cepat diatasi. Dalam kaitan itu peranan wilayah luar Jawa tampaknya perlu
ditingkatkan untuk memasok kebutuhan beras nasional dengan mempertimbangkan
beberapa sumber-sumber pertumbuhan produksi. Usaha peningkatan produksi beras nasional dapat dilakukan dengan program intensifikasi maupun ekstensifikasi. Peningkatan serta keberlanjutan produksi beras ini sangat ditentukan oleh partisipasi petani dalam program intensifikasi maupun ekstensifikasi yang dicanangkan pemerintah. Keputusan petani dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya, baik lahan, tenaga kerja, maupun dana bagi berbagai pilihan usahatani ditentukan oleh respon petani terhadap harga, kebijakan pemerintah dan faktor-faktor lainnya yang terjadi di dunia nyata.