Proyeksi Penawaran Tebu Indonesia Tahun 2025 : Analisis Respon Penawaran
Abstract
Adanya isu kelangkaan minyak bumi akhir-akhir ini menyebabkan perlunya kebijakan terkait pemenuhan kebutuhan energi di masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal tersebut, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan No. 5 Tahun 2006 yang kemudian direspon oleh Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral dengan menetapkan sasaran bahwa pada tahun 2025 penggunaan energi berbahan dasar minyak bumi ditargetkan kurang dari 20 persen dari konsumsi energi total, penggunaan gas bumi sebesar 30 persen, lebih dari 33 persen berbahan baku batu bara, lebih dari 5 persen untuk masing-masing panas bumi, energi nabati (tanaman) dan energi alternatif lainnya. Salah satu tanaman yang berpotensi diolah menjadi bahan baku penghasil energi adalah tanaman tebu. Penggunaan tanaman tebu sebagai bahan baku penghasil energi diduga akan menyebabkan trade off output tanaman tebu itu sendiri. Jika hal tersebut benar, maka pergeseran fungsi output akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran dari tanaman tebu. Untuk itu perlu dilakukan analisis respon penawaran tebu Indonesia. Ketersedian tebu di Indonesia sebagai penghasil gula masih belum mencukupi, hal ini dapat dilihat dari jumlah permintaan total gula nasional yang lebih besar daripada jumlah produksi gula di dalam negeri. Akibatnya pengadaan impor gula sampai dengan tahun 2008 masih terus dilakukan. Ironisnya, lahan yang tersedia di Indonesia merupakan lahan yang sangat potensial ditanami tebu. Rendahnya produksi tebu nasional selain dikarenakan jumlah luas areal tanam yang tergolong sempit, juga disebabkan oleh produktivitas tanaman tebu yang masih rendah. Untuk meningkatkan produksi tebu domestik diperlukan pengkajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, baik dari segi harga output, harga input produksi, dan variabel-variabel non-market yang secara relevan mempengaruhi pergeseran produksi tanaman tebu. Pada penelitian ini pengkajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan penawaran tebu di Indonesia dilakukan dengan menggunakan data time series dari tahun 1969-2006 bersumber dari Badan Pusat Statistik Indonesia. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Nerlovian yang diestimasi dengan metode kuadarat terkecil (OLS). Penggunaan metode OLS didasarkan karena produk yang diteliti adalah produk pertanian yang mempunyai karakteristik beda kala. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Penggunaan metode deskriptif kualitatif didasarkan untuk menjelaskan pengkajian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan produksi tanaman tebu di Indonesia. Metode analisis kuantitatif didasarkan untuk menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas yang digunakan di dalam penelitian ini mempengaruhi variabel tak bebas yang dikaji. Dari hasil empiris menunjukkan bahwa peningkatan produksi tebu Indonesia jauh lebih responsif jika dilakukan dengan pendekatan intensifikasi, artinya peningkatan penawaran dilakukan dengan meningkatkan produktivitas tanaman tebu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menetapkan kebijakankebijakan terkait dengan kebijakan harga faktor-faktor input produksi produk pertanian seperti kebijakan harga pupuk, harga pestisida, dan tingkat upah buruh. Berdasarkan nilai elastisitas penawaran tebu di Indonesia, jumlah penawaran tebu pada tahun 2025 mendatang diproyeksikan sebesar 70.531.653 ton sedangkan proyeksi jumlah kebutuhan total tebu nasional adalah sebesar 63.158.292 ton sehingga pada tahun 2025 dapat disimpulkan bahwa program swasembada gula dapat tercapai. Mengingat tebu adalah produk pertanian yang sangat potensial sebagai bahan baku energi, proyeksi jumlah penawaran tebu tahun 2025 dirasa masih sangat rendah, oleh karena itu penulis menyarankan agar peningkatan produksi baik melalui pendekatan luas areal maupun produktivitas terus dilakukan.