dc.description.abstract | Air tawar dan garam merupakan dua kebutuhan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Namun saat ini dua hal tersebut menjadi masalah yang
belum teratasi oleh bangsa Indonesia ini. Masyarakat di beberapa wilayah
Indonesia masih sulit dalam memenuhi kebutuhan air bersih, khususnya wilayah
pesisir seperti masyarakat Pulau Panggang, Kep. Seribu, Jakarta. Selain
kebutuhan air, permasalahan bangsa Indonesia saat ini adalah kekurangan garam.
Di sisi lain, kondisi pesisir Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000
km berpotensi untuk memproduksi garam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
merancang dan membuat alat yang dapat memisahkan garam dan air tawar dari
bahan baku air laut dengan menggunakan tenaga surya secara bertingkat.
Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan September 2012 di
Bengkel Workshop Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Alat ini merupakan suatu alat destilasi yang menerapkan prinsip evaporasi
dan endapan air laut. Garam dan air tawar dipisahkan dengan cara memanaskan
air laut hingga menghasilkan air uap yang bersifat tawar dan mengendapkan
kristal garam menggunakan energi matahari.
Dalam penelitian ini suhu lingkungan merupakan faktor eksternal yang sangat
berpengaruh dalam produktivitas suatu alat destilasi. Pada hasil percobaan
diperoleh suhu lingkungan antara 27-34 oC. Suhu lingkungan akan
mempengaruhi suhu pada ruangan evaporasi yang didalamnya terdapat air laut
yang akan diuapkan. Suhu air laut yang diperoleh di percobaan ini berkisar antara
36-59 oC. Dengan meningkatnya suhu pada ruangan evaporasi maka air laut
dalam bak penampungan akan menguap. Uap yang terbentuk lalu mengalami
kondensasi pada bagian kaca penutup. Hal ini dikarenakan suhu kaca penutup
lebih rendah dari suhu dalam ruangan evaporasi.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, alat ini mampu menghasilkan
rata-rata air tawar sebanyak 2.6 liter per hari. Pada proses destilasi tersebut terjadi
perubahan sifat fisis dan kimia dari air laut. Setelah melalui proses destilasi,
salinitas turun dari 33 menjadi 0, pH mengalami penurunan dari 8 menjadi 6,8.
Berdasarkan uji lab, air hasil destilasi sudah memenuhi standar menurut Menteri
Kesehatan RI NO.907/MENKES/SK/VII/2002 untuk dapat dikonsumsi.
Dari hasil pengujian selama 5 hari, diperoleh jumlah garam sebesar 632 gram
dari 20 liter sampel air laut. Kandungan garam yang dihasilkan dari alat ini masih
kurang bagus untuk memenuhi SNI garam kualitas I. Hal ini dikarenakan masih
adanya hasil sampingan yang terdapat dalam kandungan garam. Namun konsep
ini sudah sesuai dengan teori yang ada, butuh penelitian lanjutan untuk
mendapatkan kualitas garam yang baik. | id |