Show simple item record

dc.contributor.advisorSanim, Bunasor
dc.contributor.authorPermana, Riefky Kurnia
dc.date.accessioned2023-10-27T02:12:40Z
dc.date.available2023-10-27T02:12:40Z
dc.date.issued2007
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/128843
dc.description.abstractYang dimaksud dengan inflasi adalah kenaikan dalam keseluruhan tingkat harga secara umum secara terus-menerus. Inflasi merupakan sebuah fenomenal moneter yang selalu terjadi di setiap negara, khususnya negara berkembang. Pada saat krisis ekonomi tahun 1997/1998 lalu, Indonesia mengalami inflasi yang tinggi, berturut-turut inflasi pada kedua tahun itu adalah 9% dan 78% (yoy/year on year). Ada lagi yang disebut dengan hiperinflasi, dimana terjadi kenaikan tingkat harga umum yang luar biasa tingginya. Contohnya adalah Jerman pada tahun 1923. Waktu itu harga-harga meningkat sampai 500% setiap bulannya. Inflasi merupakan sebuah fenomena moneter yang hampir pasti akan selalu terjadi. Bank sentral (Bank Indonesia) dengan kebijakannya ternyata belum efektif untuk mengendalikan inflasi, contohnya adalah kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005 lalu, inflasi yang semakin tinggi tidak dapat dihindari, juga dampaknya terhadap pendapatan nasional, perlu untuk diketahui bagaimana dampaknya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan inflasi, menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pendapatan nasional, menganalisis hubungan dua arah antara inflasi dan pendapatan nasional, dan memprediksi bagaimana yang seharusnya yang dilakukan bank sentral untuk mengendalikan inflasi. Pada penelitian ini, untuk menganalisis hubungan dua arah antara inflasi dan pendapatan nasional digunakan model persamaan simultan dan dianalisis dengan menggunakan metode Two-Stage Least Squares (2SLS) atau Kuadrat Terkecil Dua Tahap. Jenis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang merupakan data time series kuartalan dari kuartal I 1994 sampai kuartal IV 2005. Data yang diambil meliputi data IHK, jumlah uang beredar, kurs Rupiah terhadap USS, GDP riil, tingkat suku bunga, pengeluaran investasi, belanja pemerintah, dan net ekspor. Data tersebut diperoleh dari dokumen tertulis atau laporan yang berasal dari Bank Indonesia, serta buku dan literatur yang terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima variabel yang memengaruhi inflasi di Indonesia yaitu pendapatan nasional, jumlah uang beredar, kurs, suku bunga, dan Dummy krisis ekonomi dan politik. Variabel jumlah uang beredar, suku bunga, dan Dummy krisis berhubungan positif dan signifikan terhadap IHK (inflasi). Sebaliknya, variabel pendapatan nasional dan kurs berhubungan negatif dan signifikan terhadap IHK (inflasi). Pada persamaan GDP, terdapat tujuh variabel yang yang memengaruhi GDP di Indonesia, yaitu IHK, jumlah uang beredar, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor, impor, dan Dummy krisis ekonomi dan politik. Variabel jumlah uang beredar dan investasi berhubungan positif dan signifikan terhadap GDP, pengeluaran pemerintah dan Dummy krisis berhubungan positif dan tidak signifikan terhadap GDP, ekspor berhubungan positif dan signifikan terhadap GDP, dan IHK serta impor berhubungan negatif dan tidak signifikan terhadap GDP. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada jangka panjang, terdapat hubungan dua arah antara IHK dengan GDP. Variabel GDP berhubungan negatif dengan IHK dan IHK berhubungan negatif dengan GDP. Dengan kata lain, jika GDP meningkat maka IHK akan menurun, atau terjadi deflasi, dan jika tingkat IHK meningkat, atau terjadi inflasi, maka GDP akan menurun. Berdasarkan hasil estimasi model IHK menunjukkan bahwa variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Karena jumlah uang beredar memengaruhi harga, maka otoritas moneter di Indonesia harus dapat mengendalikan jumlah uang beredar dalam batas yang wajar dan aman apabila menginginkan tingkat inflasi yang rendah atau stabil. Caranya adalah dengan menentukan rentang yang terdiri dari batas atas dan batas bawah jumlah uang beredar yang bisa diterima. Jika misalnya jumlah uang beredar mendekati batas atas, maka Bank Indonesia harus dapat menurunkan jumlah uang beredar dengan cara menjual obligasi atau Surat Utang Negara (SUN), sehingga tingkat harga kembali stabil. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa ketika GDP meningkat akan menurunkan IHK atau terjadi deflasi. Oleh karena itu untuk mengerem laju inflasi, pemerintah Indonesia harus mampu menyediakan barang dan jasa (GDP) secara memadai untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan masyarakat yang selalu meningkat, misalnya dengan mengalakkan sektor riil dengan membuka lapangan. pekerjaan baru yang bersifat padat karya. Di sini peran Bank Indonesia sebagai bank sentral dibutuhkan, yaitu dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang memberi insentif bagi investor untuk berinvestasi pada sektor riil. Diharapkan hal ini dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa dapat terpenuhi. Hasil estimasi model GDP menunjukkan adanya hubungan positif antara ekspor dan pendapatan nasional (GDP). Hasil ini sesuai dari teori yang ada. Oleh karena itu pemerintah sebaiknya melakukan kebijakan untuk menggalakkan ekspor dan menekan impor agur GDP meningkat dan pertumbuhan ekonomi juga meningkat, misalnya dengan cara menurunkan pajak. Diharapkan dengan cara ini dapat memberi insentif bagi pengekspor untuk meningkatkan produksinya sehingga ekspor meningkat.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcEconomicsid
dc.titleAnalisis dampak inflasi terhadap pendapatan naional di Indonesia tahun 1994 - 2005id
dc.typeUndergraduate Thesisid
dc.subject.keywordInflasiid
dc.subject.keywordDampak inflasiid
dc.subject.keywordPendapatan nasionalid
dc.subject.keywordInvestasiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record