Integrasi spasial pasar buah di indonesia periode 2001-2008
Abstract
Komoditi hortikultura merupakan komoditi yang cukup potensial dikembangkan secara agribisnis, karena punya nilai ekonomis dan nilai tambah yang cukup tinggi dibandingkan komoditi lainnya. Komoditi hortikultura merupakan komoditi yang sangat penting dan strategis karena jenis komoditi ini merupakan kebutuhan pokok manusia, setiap saat harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu yang layak, aman dikonsumsi dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Buah-buahan adalah salah satu komoditi dari subsektor hortikultura yang juga merupakan sumber vitamin, serat alami dan anti-oksidan yang diperlukan oleh tubuh. Produksi buah-buahan pada periode 2002 sampai 2008 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2002, produksi buah-buahan sebesar 9,76 juta ton meningkat sebanyak 82,28 persen menjadi 17,79 juta ton pada tahun 2008. Buah-buahan juga menjadi penyumbang PDB terbesar bagi subsektor hortikultura selama periode 2001-2008. PDB buah-buahan tertinggi dicapai pada tahun 2008 dengan nilai sebesar 25,93 triliun rupiah. Konsumsi perkapita buah-buahan di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 34,06 Kg/tahun juga meningkat menjadi 35,52 Kg/tahun pada tahun 2008.
Permasalahan dari buah-buahan adalah harganya yang cenderung fluktuatif. Harga yang fluktuatif dapat mengancam kesejahteraan petani karena petani tidak mendapatkan kepastian harga buah, sehingga pengambilan keputusan untuk menentukan harga jual menghadapi kemungkinan mengalami kerugian. Hal ini tidak perlu terjadi jika harga buah-buahan di pasar buah Indonesia terintegrasi. Artinya transmisi harga dari pasar ke pasar berjalan secara efisien, yang berarti pula informasi harga dapat menjangkau hingga ke tingkat petani. Berdasarkan alasan tersebut, maka intervensi pemerintah sangat diperlukan, khususnya kebijakan menstabilkan harga pada tingkat produsen. Kemampuan pemerintah untuk menentukan kebijakan harga yang tepat akan sangat ditentukan pada bagaimana kepahaman para pengambil kebijakan tersebut terhadap struktur, tingkah laku dan efektivitas pasar. Salah satu caranya adalah dengan memahami kekuatan relatif suatu pasar serta mekanisme perambatan harga dari satu pasar ke pasar lainnya melalui kajian integrasi pasar. Kajian integrasi pasar spasial buah-buahan di Indonesia menjadi penting untuk memahami mekanisme transmisi harga buah-buahan dari satu pasar ke pasar lainnya terkait dengan kondisi geografis di Indonesia, dimana Indonesia adalah negara kepulauan sehingga pasar buah-buahan di Indonesia terpisah secara geografis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya integrasi pasar spasial di pasar buah Indonesia yang direfleksikan dengan keterkaitan harga antar pasar buah dengan mengambil Pasar Induk Kramat Jati sebagai pasar acuan dan provinsi sentra produksi buah sebagai pasar lokal. Dalam mengidentifikasi integrasi pasar spasial tersebut, penelitian ini menggunakan Engle-Granger Two Step Residual Based Test, model Autoregressive distributed-lag Ravallion dan
Index of Market Connection (IMC) dibantu dengan software Eviews 6 dan Microsoft Excel.
Berdasarkan hasil uji Engle-Granger Two Step Residual Based Test, komoditi pepaya diindikasi terintegrasi dalam jangka panjang dengan Pasar Induk Kramat Jati paling kuat, diikuti oleh komoditi nanas, sedangkan jeruk dan pisang ambon diindikasi terintegrasi dalam jangka panjang dengan Pasar Induk Kramat Jati paling lemah. Dengan menduga model Ravallion dan dengan menggunakan IMC, didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat integrasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang antara harga pisang ambon, jeruk, pepaya dan nanas di provinsi sentra produksi dengan harga keempat buah tersebut di Pasar Induk Kramat Jati, sehingga dapat dikatakan provinsi sentra produksi dari keempat buah tersebut tidak terintegrasi dengan Pasar Induk Kramat Jati. Untuk provinsi yang melakukan perdagangan dengan Pasar Induk Kramat Jati, hanya provinsi Bali pada komoditi nanas dan provinsi Jawa Timur pada komoditi pepaya yang relatif lebih terintegrasi dengan Pasar Induk Kramat Jati dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang tidak melakukan perdagangan dengan Pasar Induk Kramat jati. Volume pasokan keempat buah tersebut di Pasar Induk Kramat Jati tidak signifikan berpengaruh terhadap pembentukan harga keempat buah tersebut di provinsi sentra produksi.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pasar Induk Kramat Jati belum mampu menjadi barometer harga buah-buahan secara nasional. Untuk itu, penyebaran atau publikasi informasi perubahan harga buah di Pasar Induk Kramat Jati harus ditingkatkan lagi melalui berbagai media massa seperti majalah atau website, sehingga dapat diakses dengan berbagai cara oleh para pedagang ataupun pengumpul dan diteruskan hingga ke tingkat petani di provinsi sentra produksi. Buah-buahan adalah salah satu komoditi yang bersifat perishable (mudah rusak) dan tidak tahan lama. Penanganan buah-buahan mulai dari setelah panen hingga buah-buahan masuk ke Pasar Induk Kramat Jati sangat penting untuk diperhatikan agar pasokan dan kualitas buah-buahan tetap