Show simple item record

dc.contributor.advisorHutagaol, Manuntun Parulian
dc.contributor.authorSetiaji, Reza
dc.date.accessioned2023-10-24T23:22:11Z
dc.date.available2023-10-24T23:22:11Z
dc.date.issued2010
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/127993
dc.description.abstractIndonesia menggunakan sistem pemerintahan sentralistik selama beberapa dekade. Dalam jangka panjang sitem pemerintahan sentralistik tersebut menyebabkan pemerintah daerah sangat bergantung dengan pemerintah pusat tanpa harus berpikir untuk mengembangkan daerahnya sesuai dengan karakteristik dan keunggulan daerahnya. Hal ini disebabkan pada masa ini pemerintah daerah hanya berperan sebagai pelaksana dari kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat. Akibatnya pemerintah daerah tidak dapat mengambil kebijakan yang tepat dan cepat untuk daerahnya sendiri. Sistem pemerintahan yang sentralistik ini dapat menyebabkan kesenjangan antar daerah, dimana terjadi pembangunan yang tidak merata pada suatu daerah dengan daerah lainnya. Pemerintah kemudian melakukan evaluasi untuk meningkatkan pembangunan dan penyerapan tenaga kerja di masing-masing daerah. Salah satunya adalah dengan cara merubah sistem pemerintahan yang tadinya bersifat sentralistik menjadi sistem pemerintahan yang bersifat desentralistik dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini diharapkan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja di masing-masing daerah dengan mengandalkan keunggulan dan potensi daerahnya masing-masing. Hal tersebut diharapkan dapat tercipta dengan kewenangan yang lebih besar, sumber dana yang lebih banyak, dan alokasi sumberdaya manusia yang lebih terfokus yang dimiliki oleh pemerintah daerah, sehingga pemerintah daerah dapat merencanakan pembangunan di daerahnya termasuk dalam hal penyerapan tenaga kerja dengan lebih baik lagi. Seperti yang terjadi pada Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia bila dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah maupun kekayaan alamnya. Jawa Barat merupakan daerah dengan jumlah kawasan industri terbesar di Indonesia BPS dengan empat ratus kawasan industri (BPS, 2009). Kondisi agroekosistem yang dimilikki Jawa Barat juga sangat mendukung perkembangan pertanian dalam arti luas yaitu meliputi tanaman, ternak, ikan, dan perhutanan (Wibowo, 2008). Namun dengan segala potensinya tersebut Jawa Barat pada pra era otonomi daerah mempunyai pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang lambat. Rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga kerja tiap tahun di Jawa barat pada era pra otonomi daerah hanyalah sebesar 0,4 persen. Padahal DKI Jakarta mempunyai rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sebesar tujuh persen tiap tahunnya (BPS, 2001). Diharapkan melalui penerapan otonomi daerah ini, pemerintah daerah Jawa Barat juga mampu mengoptimalkan keunguulan daerahnya untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakatnya.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcEconomics and managementid
dc.subject.ddcEconomics and development studiesid
dc.titleAnalisis penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat: perbandingan era pra otonomi daerah dengan era otonomi daerahid
dc.typeUndergraduate Thesisid
dc.subject.keywordRegional autonomyid
dc.subject.keywordLabour absorptionid
dc.subject.keywordShift share methodeid
dc.subject.keywordBogor Agricultural Universityid
dc.subject.keywordInstitut Pertanian Bogorid
dc.subject.keywordIPBid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record