Peranan industri manufaktur di provinsi Jawa Tengah: analisis input-output
View/ Open
Date
2010Author
Sulistyaningrum, Fitria Ayu
Anggraeni, Lukytawati
Metadata
Show full item recordAbstract
Peranan keberadaan industri manufaktur dapat dilihat dari besar sumbangan terhadap Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja. Persentase sumbangan industri manufaktur terhadap PDRB dan penyerapan tenaga kerja dari tahun ke tahun semakin meningkat (BPS, 2009).
Industri manufaktur memiliki kontribusi tertinggi dibandingkan sektor-sektor lain di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterkaitan industri manufaktur di Jawa Tengah, dampak ekonomi yang ditimbulkan dari keberadaan industri manufaktur bagi output, pendapatan, dan tenaga kerja, serta kluster industri yang muncul berdasarkan kesamaan karakteristiknya. Metode yang
digunakan adalah analisis Input-Output dua titik dengan Tabel Input-Output Jawa Tengah Tahun 2004 dan 2008 dan analisis Biplot. Hasil penelitian menunjukkan tahun 2004, Indeks Keterkaitan Ke
Belakang (IKKB) sektor industri manufaktur yang memiliki IKKB terbesar adalah sektor kulit dan barang dari kulit (0,65), sektor pengolahan makanan dan minuman (0,63) dan sektor pakaian jadi (0,60). Pada tahun 2008 sektor dengan IKKB terbesar adalah sektor pengolahan makanan dan minuman (0,65), sektor
furnitur dan pengolahan lain (0,58) dan pakaian jadi (0,57). Indeks Keterkaitan Ke Depan (IKKD) tahun 2004 terbesar adalah sektor pengilangan minyak (0,89), pengolahan makanan dan minuman (0,79), dan tekstil (0,70), sedangkan tahun 2008 adalah pengilangan minyak (1,98), pengolahan makanan dan minuman (1,39) dan kayu dan barang dari kayu (1,28). Besarnya nilai koefisien dan kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan sektor industri manufaktur mendorong sektor hulu dan hilirnya.
Tahun 2004 multiplier output tertinggi dimiliki oleh sektor kulit dan barang dari kulit (2,18), sektor pakaian jadi (1,99) dan furnitur dan pengolahan lain (1,92), sedangkan tahun 2008 adalah sektor pakaian jadi (1,98), furnitur dan pengolahan lain (1,94) serta kulit dan barang dari kulit (1,88). Pada tahun 2004
multiplier pendapatan terbesar dimiliki oleh sektor pengolahan tembakau (3,19), sektor pengolahan makanan dan minuman (2,35) dan logam dasar (2,28) dan tahun 2008 adalah sektor logam dasar (3,13), sektor pengolahan makanan dan minuman (2,35) serta sektor pengolahan tembakau (2,17). Sedangkan multiplier tenaga kerja tertinggi tahun 2004 adalah sektor kulit dan barang dari kulit (45,49), sektor pengolahan makanan dan minuman (34) dan pengolahan tembakau (11,69) dan tahun 2008 adalah sektor pengolahan makanan dan minuman (40,21), sektor kulit dan barang dari kulit (16,81) dan sektor kimia dan barang kimia (4,45). Industri manufaktur di Jawa Tengah tahun 2004 dan 2008 dapat
dikelompokkan menjadi tiga tipe berdasarkan kesamaan karakteristiknya. Kelompok pertama adalah industri dengan IKKD dan Multiplier Pendapatan tinggi, antara lain industri pengolahan makanan dan sektor kayu dan barang dari kayu. Kelompok kedua adalah sektor dengan IKKB dan Multiplier Output yang tinggi antara lain sektor kulit dan barang dari kulit, dan kelompok ketiga adalah kelompok dengan IKKB, IKKD, Multiplier Output, dan Multiplier Pendapatan yang rendah yaitu sektor pengilangan minyak, dan alat angkutan. Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah pemerintah daerah sebaiknya memprioritaskan pengembangan pada sektor yang memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan output, pendapatan, dan tenaga kerja, yaitu sektor pengolahan makanan. Selain itu, akan lebih baik apabila kebijakan pemerintah difokuskan bagi pertumbuhan sektor kulit dan barang dari
kulit karena jika dibandingkan dengan tahun 2004, tahun 2008 sektor tersebut mengalami penurunan nilai multiplier yang cukup besar, padahal sebenarnya sektor ini adalah sektor memiliki nilai multiplier yang besar. Disamping itu, pemerintah juga sebaiknya meningkatkan perhatian terhadap sektor barang dari logam kecuali mesin, dan kertas dan barang dari kertas karena kedua sektor mengalami penurunan kemampuan untuk mendorong sektor penyedia input dan mempengaruhi jumlah output.