Dampak otonomi daerah terhadap perekonomian kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat
Abstract
Pemberlakuan otonomi daerah memiliki konsekuensi berupa berkurangnya subsidi dari pemerintah pusat sehingga anggaran pemerintah daerah yang digunakan untuk pembangunan akan lebih terbatas. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah, termasuk pemerintah Kabupaten Garut, harus memberikan prioritas mengenai sektor-sektor perekonomian mana saja yang harus dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pemberlakuan otonomi daerah terhadap sektor-sektor perekonomian Kabupaten Garut dalam konteks laju pertumbuhan dan daya saingnya, yang kemudian dijabarkan dalam tujuan yang lebih rinci sebagai berikut: (1) mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Garut sebelum dan sesudah pemberlakuan otonomi daerah; (2) menganalisis laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Garut sebelum dan sesudah pemberlakuan otonomi daerah; (3) Menganalisis daya saing sektor-sektor perekonomian Kabupaten Garut sebelum dan sesudah pemberlakuan otonomi daerah; dan (4) mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih (PB) Kabupaten Garut sebelum dan sesudah pemberlakuan otonomi daerah.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 periode 1993-2008 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Metode Analisis yang digunakan adalah Analisis Shift-share selama empat periode: (1) 1993-1996; (2) 1997-2000; (3) 2001-2004; dan (4) 2005-2008 dimana keempat periode tersebut dikelompokkan menjadi dua periode utama yaitu periode sebelum pemberlakuan otonomi daerah (tahun 1993-2000) dan periode sesudah pemberlakuan otonomi daerah (tahun 2001-2008).Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur perekonomian Kabupaten Garut sebelum dan sesudah pemberlakuan otonomi daerah tidak mengalami perubahan yang signifikan, dimana pada kedua periode, sektor pertanian merupakan sektor dengan kontribusi terbesar dan sektor pertambangan dan penggalian adalah sektor dengan kontribusi terendah. Dari segi pertumbuhan kontribusi, sektor industri pengolahan memiliki nilai rata-rata tertinggi sebelum pemberlakuan otonomi daerah. Kemudian sesudah pemberlakuan otonomi daerah, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan menjadi sektor dengan rata-rata pertumbuhan kontribusi tertinggi.
Sesudah pemberlakuan otonomi daerah, laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Garut mengalami penurunan, dimana enam dari sembilan sektor memiliki laju pertumbuhan yang rendah. Sebelum pemberlakuan otonomi daerah, sektor listrik, gas dan air bersih menjadi sektor dengan laju pertumbuhan terbesar. Kemudian sesudah pemberlakuan otonomi daerah, sektor dengan laju pertumbuhan terbesar adalah sektor industri pengolahan.
Sesudah pemberlakuan otonomi daerah, daya saing sektor-sektor perekonomian Kabupaten Garut mengalami penurunan, dimana tiga dari sembilan sektor memiliki daya saing yang lemah. Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah, sebelum pemberlakuan otonomi daerah, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menjadi sektor dengan daya saing terbaik. Kemudian sesudah pemberlakuan otonomi daerah, sektor dengan daya saing terbaik adalah sektor pertambangan dan penggalian.
Sesudah pemberlakuan otonomi daerah, sektor-sektor perekonomian Kabupaten Garut menjadi termasuk dalam kelompok pertumbuhan lambat dilihat dari pergeseran bersihnya yang bernilai negatif. Sebelum pemberlakuan otonomi daerah, sektor listrik, gas dan air bersih menjadi sektor dengan pertumbuhan paling maju (progressive). Kemudian sesudah pemberlakuan otonomi daerah, sektor dengan pertumbuhan paling maju adalah sektor industri pengolahan
Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberi beberapa saran kepada Pemerintah Kabupaten Garut untuk menitikberatkan dukungan pada sektor pertanian; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; listrik, gas dan air bersih; dan sektor industri pengolahan.