Show simple item record

dc.contributor.advisorSitorus, MT. Felix
dc.contributor.authorWahyudi, Syahri
dc.date.accessioned2023-10-17T23:35:00Z
dc.date.available2023-10-17T23:35:00Z
dc.date.issued2005
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/126784
dc.description.abstractPerebutan sumberdaya perikanan sebagai objek agraria berupa fishing ground (wilayah penangkapan ikan) seringkali terjadi antamelayan, baik nelayan besar maupun nelayan kecil. Nelayan besar yang memiliki modal akan lebih mudah mengeksploitasi sumberdaya perikanan dibandingkan dengan nelayan kecil karena akses mereka terhadap teknologi lebih besar. Perebutan tersebut mewujud dalam bentuk pelanggaran wilayah penangkapan ikan oleh nelayan besar terhadap wilayah pesisir (0-6 mil laut) yang sejatinya merupakan wilayah penangkapan nelayan kecil sesuai SK Menteri Pertanian No.607/Kpts/Um/9/ I 976 dan SK Mentan No. 392/Kpts/IK.120/1999 tentang Jalur-Jalur Penangkapan Ikan, menyebabkan terjadinya konflik. Alat tangkap nelayan besar memiliki sifat tidak selektif, menguras objek penangkapan nelayan kecil, merusak sumberdaya hayati laut termasuk jaring dan kapal nelayan kecil. Tindakan pelanggaran ini menyebabkan nelayan-nelayan kecil kesulitan mendapatkan tangkapan ikan, dan mengakibatkan terganggunya penghasilan nelayan kecil dan mengancam kelangsungan hiclupnya (Kusnadi 2002:73). Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Palabuhanratu, Kecamatan Palabuhanratu dan Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Hal pokok yang dipelajari ialah proses te1jadinya konflik agraria dan struktur konflik agraria yang terjadi clalam pemanfaatan wilayah penangkapan ikan. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan strategi penelitian studi kasus. Kasus-kasus konflik agraria perairan, khususnya dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan teluk Palabuhanratu, mewujud pada pelanggaran wilayah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan kecil oleh nelayan besar (keduanya memainkan peran sebagai subjek pemanfaat), sedang subjek agraria yang lain yakni pemerintah (Departemen Kelautan dan Perikanan; Pengawas Perikanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan; pemerintah daerah,) berperan dalam ha] pengaturan, pengawasan dan penegakkan aturan dalam pemanfaatanfishing groud tersebut. Pelanggaran terjadi sejak kehadiran jaring arad (sejenis trawl) pada awal 1990-an. Dikarenakan operasi penangkapan arad sampai ke wilayah pesisir (tidak selektif, 1)1erusak karang, dan jaring nelayan) memicu terjadinya bentrokan dengan nelayan keci I tradisional (jaring, pancing). Konflik berujung pada perampasan dan pembakaran alatalat tangkap arad (puncak konflik pada tahun 2001). Operasi penangkapan ikan nelayan besar di wilayah pesisir yang menganggu aktivitas nelayan kecil mendapat dukungan secara teknis dari aparat keamanan laut (Airud) dan aparat pemerintah (Dinas Kelautan) setempat. Setelah permasalahan arad selesai, maka berlanjut sejak tahun 2002 'gantian' purse seine yang melanggar wilayah penangkapan pesisir. Hampir terjadi bentrokan dengan nelayan bagan Jampang Ciwaru, namun berhasil diredam setelah adanya operasi penyisiran oleh pihak dinas Kelautan clan Perikanan, Airud, TNI AL, clan Pengawas Perikanan. Purse seine mendapat dukungan teknis dari aparat HNSI, aparat Dinas Kelautan, aparat Pengawas Perikanan. Konflik agraria yang terjadi telah mencapai krisis konflik atau konflik terbuka, selalu didahului dengan konflik-konflik laten. Konflik laten tercipta ketika tidak dilakukan upaya hukum terhadap para pelanggar baik secara pidana maupun perdata, justru terdapat hubungan dukungan dari aparat pemerintah maupun aparat keamanan terhadap nelayan besar (cara kerja kapitalis) yang dapat mempersubur konfrontasi. Karena pelanggaran terus terjadi, maka yang terjadi kemudian adalah konflik yang terbuka, seperti perampasan dan pembakaran kapal. Benturan kepentingan dan klaim terhadap penguasaan fishing ground menyebabkan hubungan antar berbagai pihak (subjek agraria) dalam pemanfaatan wilayah tangkap ikan mewujud pada suatu hubungan sosial dissosiatif berupa konflik agraria. Konflik agraria, yakni pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok nelayan besar (arad dan purse seine) terhadap wilayah tangkap nelayan kecil tradisional (Jalur l yaitu 0-6 mil Laut, berdasarkan SK Mentan No.607/kpts/Um/9/1976 dan No.392/Kpts/lK.120/1999 tentang Jalur Penangkapan Ikan). Selain benturan kepentingan dan pertentangan klaim, ketimpangan teknologi antar kelornpok nelayan Juga menyebabkan penurunan tingkat pendapatan nelayan keci I sehingga tidak dapat rnemberikan kecukupan penghasilan yang memadai untuk menopang kelangsungan hidup mereka. Ketimpangan tersebut memicu terjadinya konflik. Kasus-kasus tersebut mencerrninkan penetrasi kepentingan ekonomi para pemilik modal (pemilik arad dan purse seine), pertentangan klaim terhadap penguasaan fishing ground, toleransi aparat terhadap pelanggaran hukum oleh pernilik arad dan purse seine, dan aclc1nya persaingan yang tidak seimbang antar nelayan dalam memperebutkan sumberdaya perikanan karena perbedaan tingkat teknologi penangkapan dengan kecenderungan bahwa nelayan kecil kalah dalam persaingan tersebut.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcAgrariaid
dc.subject.ddcKonflikid
dc.titleKonflik Agraria Dalam Pemanfaatan Wilayah Penangkapan Ikan (Fishing Ground). Kasus Perebutan Wilayah Penangkapan lkan antara Nelayan Kecil dan Nelayan Besar di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumiid
dc.typeUndergraduate Thesisid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record