Show simple item record

dc.contributor.authorKarina, Fanya Tamara
dc.date.accessioned2010-05-05T11:24:27Z
dc.date.available2010-05-05T11:24:27Z
dc.date.issued2009
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12600
dc.description.abstractPembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development) telah memunculkan isu baru yaitu kaitan antara perdagangan dan lingkungan. Green Economics adalah konsep baru dari ekonomi yang mengedepankan keseimbangan ekonomi dan ekologi melalui kesinambungan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan. Dalam konteks ini, keterkaitan aspek lingkungan di dalam perdagangan adalah bahwa lingkungan dan sumber daya alam merupakan salah satu komoditi yang diperdagangkan. Seiring terbukanya akses globalisasi, perdagangan internasional telah menjadi ajang persaingan yang besar diantara negara-negara. Salah satu ukuran terpercaya untuk menghadapi tantangan ini adalah daya saing. Kebijakan lingkungan suatu negara akan berdampak pada akses pasar dan daya saing internasional khususnya pada negara berkembang. Beberapa persyaratan lingkungan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen domestik suatu negara akan menjadi penghambat negara eksportir. Contohnya pada penerapan standarisasi ekolabel dan ISO14000 pada produk berbasis kehutanan yang dikhawatirkan dapat memicu deforestasi besar-besaran. Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa penebangan hutan secara liar/deforestasi merupakan permasalahan lingkungan yang paling utama dan paling memprihatinkan yang terjadi di Indonesia, sehingga produk-produk yang berkaitan langsung dengan permasalahan lingkungan tersebut diklasifikasikan sebagai produk yang mempunyai kadar sensitifitas tinggi terhadap lingkungan yang dalam pengelolaannya diperlukan perhatian lebih agar dapat lebih meminimalisir efek negatifnya terhadap lingkungan (KLH, 2007). Faktanya PDB dari sektor kehutanan relatif besar, sektor industri kayu terutama menyumbangkan devisa yang relatif tinggi. Pada tahun 2006 ekspor produk kayu Indonesia mencapai lebih dari US$ 3 milyar. Sektor ini juga sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut Asosiasi Pengusaha Kayu Indonesia, pada tahun 2006 industri sektor kehutanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak lebih dari 1 juta orang (APKINDO, 2006). Namun bagi negara eksportir khususnya negara-negara berkembang seperti Indonesia, ketentuan tersebut akan menyulitkan karena terkadang tidak sesuai dengan kondisi produk yang dihasilkan. Semenjak diberlakukannya kebijakan ekolabel, rata-rata produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis), Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (bubur kertas), Coniferous of Wood (kayu serabut), dan Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) mengalami fluktuasi pada volume ekspornya dari tahun ke tahun dan sebagian besar mengalami penurunan. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah (1) bagaimana posisi daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia? dan (2) faktor apakah yang paling mempengaruhi laju pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia. Penelitian ini menggunakan data sekunder time series sejak tahun 2000-2006. Metode analisis yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD) untuk menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif, dan pendekatan Constant Market Share (CMS) yang digunakan untuk menganalisis faktor yang paling mempengaruhi laju pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia. Berdasarkan analisis daya saing komparatif dan kompetitif, dari empat produk yang dianalisis, hanya satu produk yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi, yaitu produk Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit). Dua diantaranya lebih memiliki keunggulan komparatif, produk tersebut adalah Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) dan Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas. Sedangkan produk Coniferous of Wood (kayu serabut) tidak mempunyai keunggulan komparatif maupun kompetitif. Hasil analisis CMS berdasarkan studi ini menunjukan bahwa daya saing keempat produk yang dianalisis dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor dan faktor komposisi komoditi selama periode 2000-2006, kecuali untuk produk Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) yang paling dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor saja. Bagi para pelaku eksportir disarankan dalam jangka panjang agar mampu meningkatkan daya saing produk yang akan diekspor dengan cara mulai memperhatikan dan menerapkan secara nyata berbagai persyaratan perdagangan yang diajukan oleh pihak importir, baik dari segi kualitas maupun peningkatan penerapan standarisasi terhadap keselamatan lingkungan hidup jika tidak ingin terjadi peralihan pangsa pasar ke negara pesaing.id
dc.titleAnalisis daya saing produk indonesia yang sensitif terhadap lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinyaid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record