Show simple item record

dc.contributor.authorMailendra, Fitra
dc.date.accessioned2010-05-05T10:56:50Z
dc.date.available2010-05-05T10:56:50Z
dc.date.issued2009
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12517
dc.description.abstractDalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan bangsa ini diantaranya untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan. Paradigma pembangunan yang berkembang sekarang ini berfokus pada peningkatan kualitas hidup manusia. Salah satu tolok ukur yang digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mencakup kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (daya beli). Dengan latar belakang keadaan demografis, geografis, infrastruktur, dan kemajuan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumberdaya (manusia dan alam) yang berbeda, otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Indikasi keberhasilan otonomi daerah adalah terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Adanya proses demokratisasi telah mendorong masyarakat untuk lebih berani mengemukakan aspirasinya. Salah satu bentuk aspirasi masyarakat adalah keinginan membentuk pemerintahan sendiri baik pada level kabupaten/kota maupun level propinsi. Di Propinsi Jawa Barat, pada tahun 2000 Banten telah menjadi propinsi tersendiri, selanjutnya terbentuk Kota Tasikmalaya dan Cimahi pada tahun 2002, Kota Banjar pada tahun 2003 serta yang terbaru adalah Kabupaten Bandung Barat pada akhir tahun 2006. Perkembangan pemekaran daerah yang terjadi, tentu berpengaruh sangat besar terhadap proses pembangunan karena daerah-daerah yang baru terbentuk dituntut untuk dapat berkontribusi dalam pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan visi Pemerintah Propinsi Jawa Barat yaitu “Jawa Barat Dengan Iman dan Taqwa sebagai Propinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010”. Ukuran keberhasilan pencapaian visi Jawa Barat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 80 pada 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perkembangan IPM Jabar sebelum dan setelah adanya pemekaran. Selain itu juga akan dianalisis dampak pemekaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jabar sehingga didapatkan rekomendasi kebijakan guna mewujudkan visi IPM Jabar sebesar 80 pada 2010. Pada penelitian ini, untuk melihat dampak pemekaran wilayah dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jawa Barat digunakan analisis deskriptif dan panel data. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan IPM sebelum dan setelah adanya pemekaran wilayah serta untuk melihat dampak pemekaran dengan membandingkan capaian IPM daerah induk dan daerah baru. Sedangkan analisis panel data digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jabar. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data basis IPM Jabar dan Jabar dalam angka 2002-2007. Periode waktu yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu tahun 2002-2003 periode sebelum adanya pemekaran dan tahun 2004-2006 periode setelah adanya pemekaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IPM seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat mengalami peningkatan. Daerah baru hasil pemekaran memiliki IPM lebih tinggi dari daerah induk. Selain daerah baru, wilayah kota memiliki nilai IPM yang relatif lebih tinggi dibanding kabupaten. Laju pertumbuhan IPM sebelum pemekaran memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan setelah pemekaran. Dari hasil pengolahan data dengan model fixed effect GLS, diketahui bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen adalah tingkat kemiskinan, PDRB per kapita, dan belanja publik. Pemekaran wilayah di Jawa Barat ternyata membuat ketimpangan antar daerah baru dan induk semakin meningkat. Hal ini dikarenakan sebagian besar potensi daerah induk berada di daerah baru yang dimekarkan. Oleh karena itu setiap usulan pemekaran daerah perlu dikaji lebih mendalam tidak hanya pada kesiapan daerah usulan baru, namun juga kesiapan kondisi daerah lama (induk) jika terjadi pemekaran. Dari hasil penelitian, peningkatan pendapatan per kapita dan belanja publik dapat dijadikan alternatif kebijakan dalam upaya meningkatkan IPM Jawa Barat, tetapi harus disertai dengan pemerataan pendapatan yang terlihat dari nilai koefisien gini.id
dc.titleAnalisis dampak pemekaran wilayah dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Propinsi Jawa Barat (Analisis panel data : Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Periode 2002-2006)id


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record