Show simple item record

dc.contributor.authorIbrahim, Nur Indah Fitriana
dc.date.accessioned2023-09-13T07:58:33Z
dc.date.available2023-09-13T07:58:33Z
dc.date.issued2023-09-12
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/124668
dc.description.abstractStunting merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia yang belum terselesaikan. Bila masalah ini bersifat kronis, maka akan memengaruhi fungsi kognitif yakni tingkat kecerdasan yang rendah dan berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Prevalensi balita stunting di Indonesia masih cukup tinggi serta distribusinya tidak merata antara desa, kabupaten/kota maupun antar provinsi. Indonesia bagian timur memiliki prevalensi stunting yang lebih tinggi jika dibandingkan secara nasional, salah satunya adalah provinsi Papua. Penurunan panjang badan menurut umur terbesar terjadi pada periode MP-ASI dari usia 6-24 bulan. Berdasarkan Hasil Survei Status Gizi Indonesia Tahun 2022 prevalensi stunting di Papua sebesar 34,6%. Kabupaten Nabire sendiri memiliki prevalensi stunting 17,1% pada tahun 2022 yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 20,6% (SSGI 2021). Walaupun mengalami penurunan, hal ini masih merupakan masalah dikarenakan penurunan terjadi bukan akibat perbaikan namun akibat kematian pada balita stunting tersebut. Wilayah pesisir Kabupaten Nabire memilki prevalensi stunting cukup tinggi yaitu lebih dari 20%. Kabupaten Nabire dengan keanekaragaman kehidupan sosial budaya, dan kondisi geografi yang unik, tentu memiliki permasalahan dan determinan stunting yang berbeda dari wilayah Indonesia lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih jauh faktor risiko stunting pada anak usia 6-24 bulan di wilayah Kabupaten Nabire agar dapat dijadikan acuan dalam penanganan stunting ke depannya. Desain penelitian yang digunakan adalah case-control study dengan matching usia, jenis kelamin, sosial ekonomi wilayah, dan monografi desa. Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir Kabupaten Nabire pada bulan Agustus 2022-Juni 2023 dengan jumlah sampel 112 (stunting=56, normal =56). Jenis data yang akan dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara yang dilakukan pada ibu balita dan pengukuran tinggi badan secara langsung menggunakan infantometer atau microtoise serta pengukuran berat badan dengan baby scale. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik keluarga, karakteristik balita, karakteristik ibu, riwayat penyakit infeksi, kesehatan lingkungan, akses pelayanan kesehatan, praktik PMBA (Pemberian Makan Bayi dan Anak), asupan zat gizi balita, keanekaragaman pangan rumah tangga, kebiasaan makan rumah tangga, alokasi pangan dan norma pangan sosial dalam rumah tangga, pengambilan keputusan pangan dalam rumah tangga, dan Food culture. Data tinggi badan dan berat badan subjek yang dihasilkan diinput menggunakan Aplikasi Sigizi Terpadu (ePPGBM) untuk mengetahui z-score. Data lainnya diolah serta dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2013 dan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 16.0 for Windows. Pengolahan data dilakukan melalui tahapan entry, coding, cleaning, dan analyze. Analisis data menggunakan aplikasi SPSS versi 16.0. Uji yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar risiko dari variabel dianalisis dengan uji regresi logistik. Sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan (55,4%), dan berada pada rentan usia 12-24 bulan (91,1%). Pada penelitian ini variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan stunting adalah karakteristik balita (panjang badan lahir, berat badan lahir, berat badan saat ini), karakteristik ibu (riwayat anemia saat hamil, riwayat KEK saat hamil, riwayat ANC saat hamil), penyakit infeksi (frekuensi Ispa, frekuensi diare), praktik PMBA (Pemberian Makan Anak dan Bayi) (inisiasi menyusui dini (IMD), ASI eksklusif, ASI 6-24 bulan, praktik MP-ASI (Makanan Pendamping ASI)), dan asupan zat gizi (tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan zat besi, tingkat kecukupan kalsium, dan tingkat kecukupan zink) (p<0,05). Selanjutnya hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa subjek yang memiliki panjang badan kurang dari 48 cm berisiko mengalami stunting 6,38 kali lebih besar dibandingkan yang panjang badannya lebih atau sama dengan 48 cm (OR=6,38; 95%CI:1,83-22,24), berat badan lahir rendah berisiko 6,73 kali mengalami stunting (OR=6,73; 95%CI: 1,28-35,27), dan berat badan saat ini tergolong kurang (underweight) lebih berisiko mengalami stunting 15,59 kali lebih besar dibandingkan yang normal (OR: 15,59; 95%CI: 1,67-145,29). Pada karakteristik ibu dimana balita yang memiliki ibu dengan riwayat anemia selama kehamilan berisiko 19,6 kali mengalami stunting (OR=19,60; 95% CI: 4,52-85,02), dan balita yang memiliki ibu dengan riwayat ANC kurang dari 6 kali selama kehamilan berisiko 41,88 kali mengalami stunting (OR=41,88; 95% CI: 8,23-212,92). Penyakit infeksi juga merupakan salah satu faktor penyebab stunting dimana balita dengan frekuensi ISPA yang tergolong sering berisiko 39 kali mengalami stunting (OR=39; 95%CI:11,945-127,334), serta balita dengan frekuensi diare sering berisiko 2,4 kali mengalami stunting (OR=2,373; 95%CI: 1,031-5,461). Sealin itu, anak yang diberikan inisiasi menyusui dini dapat mencegah 67% lebih tinggi terjadinya stunting (OR=0,33; 95%CI: 0,14-0,75), anak yang mendapatkan ASI eksklusif dapat mencegah 59% lebih tinggi terjadinya stunting (OR=0,41; 95%CI:0,18-0,94), dan anak yang mendapatkan pemberian ASI 6-24 bulan dapat mencegah 61% lebih tinggi terjadinya stunting (OR=0,39; 95%CI: 0,17-0,86). Praktik pemberian makanan pendamping ASI yang tidak baik 2,60 kali berisiko menyebabkan stunting (OR=2,60; 95%CI: 1,17-5,79), asupan protein yang rendah berisiko 6,75 kali menyebabkan stunting (OR=6,75; 95%CI: 3,518-12,938) serta konsumsi pangan sumber protein hewani ≤12% total kalori 11,9 kali berisiko menyebabkan stunting (OR=11,957; 95%CI:1,475-96,919). Berdasarkan fungsi regresi logistik yang diperoleh pada hasil analisis, probabilitas kejadian stunting jika panjang badan lahir kurang dari 48 cm, berat badan lahir kurang dari 2500 gram dan berat badan saat ini kurang adalah 61%. Probabilitas kejadian stunting jika ibu memiliki riwayat anemia saat hamil dan riwayat ANC saat hamil kurang dari 6 kali adalah 70,3%. Probabilitas kejadian stunting jika balita sering mengalami Ispa dan sering mengalami diare adalah 63,9%. Probabilitas kejadian stunting jika balita tidak diberikan IMD dan ASI eksklusif adalah 77,6%. Kemudian probabilitas kejadian stunting jika balita tidak mendapatkan ASI pada usia 6-24 adalah 64,9%, dan probabilitas kejadian stunting jika balita tidak diberika MP-ASI yang baik adalah 65%. Serta probabilitas kejadian stunting jika balita mengalami defisit asupan protein adalah 44,5% dan probabilitas kejadian stunting jika konsumsi pangan sumber protein hewani ≤ 12% total energi adalah 90,9%.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleFaktor Risiko Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan di Wilayah Pesisir Kabupaten Nabireid
dc.title.alternativeRisk Factors of Stunting Among Children 6-24 Months in Nabire Coastal Areasid
dc.typeThesisid
dc.subject.keyword6-24 monthsid
dc.subject.keywordrisk factorsid
dc.subject.keywordNabireid
dc.subject.keywordstuntingid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record