| dc.description.abstract | Kota Ternate merupakan salah satu kota yang terdapat di Maluku Utara dengan luas
wilayah 5.709,58 km2 yang terdiri dari luas daratan 162,03 km2 dan luas perairan
5.547,55 km2 Perairan yang luas menjadikan Kota Ternate memiliki kekayaan pada
sektor perikanan yang potensial dikembangkan. Sektor perikanan merupakan sektor
yang paling berperan penting dalam perekonomian Kota Ternate. Hasil tangkapan
Ikan di Kota Ternate sebagian besar didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Dufa-dufa. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan pelabuhan khusus yang
menjadi pusat pengembangan ekonomi industri perikanan baik dari segi produksi
maupun penjualan. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan tempat untuk
memasarkan hasil tangkapan, sebagai salah satu fungsi utama dalam kegiatan
perikanan dan juga merupakan salah satu faktor yang menggerakkan dan
meningkatkan usaha dan kesejahteraan nelayan. Pemasaran ikan dilakukan melalui
pelelangan (Budiyami et al. 2018). PPI Dufa-dufa menjadi tempat pendaratan ikan
hasil tangkapan nelayan di Kota Ternate. Nelayan yang mendaratkan ikan di PPI
Dufa-Dufa melakukan kegiatan penangkapan di WPP 715. Estimasi potensi sumber
daya ikan di WPPNRI 715 mencapai 631,703 ton/tahun (KEPMEN KP 2016)
Jenis ikan yang didaratkan di PPI Dufa-dufa salah satunya adalah ikan cakalang,
karena ikan cakalang merupakan komoditas unggulan selain tuna, tongkol dan
kembung. Menurut Irham et al (2019) PPI Dufa-dufa merupakan salah satu lokasi
yang dijadikan sebagai lokasi pendaratan ikan cakalang. Produksi ikan cakalang
dalam lima tahun terakhir (2017-2021) mengalami peningkatan mencapai 2.97
persen DKP Kota Ternate (2022). Peningkatan produksi ikan cakalang sepatutnya
didukung dengan kualitas produk yang baik. Oleh sebab itu perlu memastikan
kualitas dan mutu ikan agar tetap terjaga sampai pada konsumen dengan kondisi
yang baik. Ikan merupakan komoditas yang mudah busuk sehingga perlu
penanganan yang baik dan benar. Kualitas dan mutu ikan sangat penting dijaga,
maka perlu dilakukan kontrol secara baik. di setiap tahap kegiatan penanganan
mulai dari atas kapal hingga distribusi ke konsumen akhir dengan melakukan
penanganan yang baik sejak ikan diangkat dari alat tangkap, selama penyimpanan,
dan pembongkarannya.
Penurunan kualitas dan mutu ikan dapat dikontrol dengan penerapan sistem rantai
dingin mulai dari atas kapal, pendaratan hingga konsumen akhir. Rantai dingin
sendiri merupakan bagian dari rantai pasok yang menjaga dan memastikan produk
yang mudah mengalami pembusukan. Penanganan hasil tangkapan harus mengacu
pada pedoman penanganan hasil tangkapan yang baik. Kementerian Kelautan
Perikanan (KKP) telah mengeluarkan beberapa kebijakan salah satunya adalah
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 7/PERMEN-KP/2019 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Cara Penanganan Ikan yang Baik.
Tujuan Kepmen ini yaitu sebagai pedoman atau acuan bagi para pelaku perikanan
untuk menerapkan persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan mulai
dari proses produksi, pengolahan hingga distribusi, selain itu untuk mendapatkan
hasil perikanan yang memenuhi jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan pola distribusi ikan cakalang yang
didaratkan di PPI Dufa- Dufa sampai ke pasar akhir di Kota Ternate,
(2)Mendeskripsikan proses penanganan ikan cakalang yang didaratkan di PPI DufaDufa sampai ke pasar akhir di Kota Ternate, (3) Menghitung kualitas ikan dari
proses distribusi ikan cakalang mulai dari PPI Dufa- Dufa sampai ke pasar akhir di
Kota Ternate, (4) Menyusun strategi yang diperlukan dalam pengembangan
penanganan rantai dingin di PPI Dufa-dufa.
Penelitian ini terbagi menjadi empat tahapan. Pada tahap pertama yaitu mengamati
pola distribusi ikan cakalang di PPI dufa-dufa dengan mengumpulkan data pelaku
distribusi, mekanisme distribusi, data volume distribusi, harga ikan, harga jual dan
biaya operasional untuk mengetahui saluran distribusi ikan cakalang, margin
pemasaran, keuntungan pemasaran, dan efisiensi pemasaran. Selanjutnya tahapan
kedua adalah mengamati proses penanganan rantai dingin dengan mengacu pada
Cara Penanganan Ikan Baik CPIB ikan cakalang pada alur distribusi di PPI Dufadufa dengan melihat cara penanganan saat pendaratan, pelelangan, dan distribusi
saat di perusahaan dan pasar kemudian fasilitas dan SDM pada setiap alur
penanganan ikan cakalang. Tahapan ketiga adalah menilai mutu ikan cakalang pada
setiap saluran distribusi, untuk melihat mutu ikan pada setiap tahapan distribusi
akan dilakukan uji organoleptik. Tahapan keempat adalah menyusun strategi
penanganan rantai dingin ikan cakalang di PPI Dufa-dufa.
Hasil penelitian ini menunjukan Jalur distribusi perikanan cakalang di PPI Dufadufa Kota Ternate terdapat lima jalur yang terdiri dari empat pelaku distribusi yaitu
nelayan sebagai produsen, pelaksana, pedagang atau dibo-dibo, pedagang kecil.
Penanganan ikan cakalang di PPI Dufa-dufa Kota Ternate belum sesuai dengan
pendekatan rantai dingin di mana nilai kondisi penanganan sebesar 1,67, distribusi
1,83 dan pada saat pemasaran 2,25. Penanganan yang belum sesuai dengan
pendekatan rantai dingin mengakibatkan kemunduran pada mutu ikan cakalang
pada setiap jalur distribusi berdasarkan nilai organoleptik. Berdasarkan analisis
SWOT dengan kombinasi strategi, penanganan rantai dingin ikan cakalang di PPI
Dufa-dufa perlu adanya pengadaan fasilitas rantai dingin, sosialisasi jaminan mutu
ikan segar dan pelatihan penanganan ikan pada nelayan dan pelaku distribusi. | id |