Komunikasi Gerakan Sosial untuk Menolak Rencana Reklamasi Teluk Benoa Bali (Studi Etnografi Masyarakat Adat Pesisir di Bali Selatan)
Date
2023-08-08Author
Wijaya, Desak Gede Karlina Satwiva
Hapsari, Dwi Retno
Kinseng, Rilus A
Metadata
Show full item recordAbstract
Kerusakan lingkungan dan sedimentasi yang terjadi di Perairan Teluk Benoa
sebagai gerbang rencana reklamasi berkedok revitalisasi yang akan dilakukan oleh
PT Tirta Wahana Bali Internasional. Kebijakan yang berjalan mulus dan terbit
secara diam-diam mengejutkan banyak pihak terutama aktivis lingkungan dan
masyarakat adat yang tinggal di Desa Penyangga Perairan Teluk Benoa. Rencana
ini mendapat respon negatif dari masyarakat adat karena dampak jangka panjang
yang dirasakan oleh masyarakat adat. Penolakan mengenai rencana reklamasi Teluk
Benoa terus dilakukan dalam kurun waktu yang lama. Komunikasi gerakan sosial
masyarakat adat tidak akan terlepas dari aktor, power relations, trust, norm and
value, eksplorasi dan marginalisasi masyarakat adat. Komunikasi dalam gerakan
sosial masyarakat adat selain berfokus pada aktor, power relations, trust, norm and
value, juga berfokus pada aspek narasi yang mampu menawarkan dan menelaah
mengapa identitas budaya menjadi faktor yang sangat kuat membentuk solidaritas
dalam gerakan sosial untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Apakah Teluk
Benoa hanya penting untuk masyarakat adat krama Bali atau juga masyarakat yang
bukan krama Bali? Teori naratif framing melihat bagaimana pentingnya wacana
dalam mengatur pengalaman tentang dunia dan hubungannya dengan lingkungan
secara koheren. Dengan demikian, tujuan dalam penelitian komunikasi gerakan
sosial masyarakat adat untuk menolak rencana reklamasi adalah untuk (1)
menganalisis kearifan lokal mempengaruhi gerakan sosial Bali tolak reklamasi
Teluk Benoa sebagai upaya menolak proyek reklamasi di Teluk Benoa; (2)
menganalisa perilaku komunikasi masyarakat adat dalam partisipasi pengambilan
keputusan untuk menolak proyek reklamasi Teluk Benoa; (3) menganalisa bentuk
konsistensi dan kekuatan gerakan sosial masyarakat adat dalam upaya menolak
proyek reklamasi Teluk Benoa.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan
penelitian kualitatif. Desain penelitian ini menggunakan kajian etnografi untuk
mendalami perilaku komunikasi masyarakat adat dan keterlibatan masyarakat adat
dalam suatu gerakan sosial untuk menyuarakan penolakan terhadap rencana
reklamasi Teluk Benoa dengan tegas. Data primer dan data sekunder dikumpulkan
pada penelitian untuk membantu dalam melengkapi telaah kajian. Data primer
diperoleh melalui wawancara dengan 12 informan. Data sekunder diperoleh melalui
penelitian sebelumnya yang melibatkan analisis dokumen terkait reklamasi di Teluk
Benoa. Penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) pada Desa Adat
Kedonganan Kecamatan Kuta Kabupaten Badung. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Maret 2021 sampai dengan Februari 2022.
Falsafah fundamental sebagai pondasi pembangunan selalu menjadi acuan
baik dalam sistem pemerintahan maupun kehidupan sehari-hari yaitu falsafah Tri
Hita Karana. Hal ini menjadi kekuatan masyarakat adat untuk berjuang dan
melawan investor PT TWBI untuk tidak melakukan reklamasi di Teluk Benoa.
Kearifan lokal sebagai salah satu strategi kampanye yang dibangun oleh masyarakat
adat berupa sebuah wacana yang dikembangkan dalam sebuah narasi. Narasi yang
dibangun tentu bukanlah sebuah cerita dongeng, namun berdasarkan fakta dan
kajian melalui lontar dan purana sebagai bentuk kepercayaan masyarakat Hindu
Bali. Wacana kearifan yang dibangun berdasarkan tataran empiris meliputi nilai nilai ajaran agama Hindu seperti Panca Maha Bhuta yang menjadi simbol
pembentuk alam semesta, ditemukannya 71 titik suci sebagai akumulatif dari
pengetahuan tetua, kajian lontar dan purana serta makna laut sebagai tempat
pembersihan dan pelaksanaan ritual melasti serta mapekelem di laut. Dengan
demikian pondasi yang kuat ini menjadi kekuatan dalam gerakan sosial masyarakat
adat untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.
Perilaku komunikasi masyarakat adat dalam partisipasi pengambilan
keputusan untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa menjadi sebuah
keberhasilan untuk meningkatkan solidaritas dalam gerakan sosial dan mampu
membangun mobilitas gerakan. Aktor dibagi menjadi aktor protagonis dan aktor
antagonis. Aktor protagonis adalah individu-individu yang pro terhadap lingkungan
seperti bendesa adat, aktivis lingkungan, masyarakat adat, musisi, dan mahasiswa.
Aktor antagonis adalah Pemerintah Provinsi Bali dan investor PT Tirta Wahana
Bali Internasional. Alur cerita yang dibangun merupakan bentuk narasi perjuangan
masyarakat adat untuk menyelamatkan lingkungan dan budaya Bali. Secara umum
perilaku komunikasi yang dilakukan adalah peer to peer dan komunikasi
interpersonal dengan melibatkan pesan verbal dan nonverbal. Masyarakat Adat
Kedonganan yang menentang proyek reklamasi di Teluk Benoa didasarkan pada
komunikasi interpersonal antara pemuda dan komunitas ForBali, koordinator
ForBali dengan bendesa adat, serta bendesa adat dengan masyarakat Kedonganan
secara langsung. Komunikasi ini efektif dalam menyampaikan pesan untuk
menjaga karakteristik desa adat yang diteruskan dari generasi ke generasi dan
melindunginya dari ancaman reklamasi. Proses interpretasi pesan ini menghasilkan
gerakan sosial yang halus dengan menghormati prinsip komunikasi yang dimulai
dari individu (the self) dan melibatkan orang lain seperti masyarakat (society) dalam
konteks yang lebih luas.
Bentuk konsistensi dan kekuatan gerakan sosial masyarakat adat dalam upaya
menolak proyek reklamasi Teluk Benoa menjadi suatu keberhasilan bagi
masyarakat adat. Bentuk gerakan dalam menolak rencana reklamasi Teluk Benoa
adalah gerakan moral dengan adanya narasi provokasi, kontestasi framing,
kepentingan politik dan narasi mitos sebagai bentuk peningkatan intensitas gerakan
yang menciptakan gerakan menjadi semakin kuat dan memiliki solidaritas tinggi
untuk mencapai keberhasilan gerakan.
Collections
- MT - Human Ecology [2394]
