Kajian Fisiologis Seksualitas dan Reproduksi Ikan badut Merah Marun (Amphiprion biaculeatus, Bloch 1790) dalam Wadah Budidaya
Date
2023-07-27Author
Sahusilawane, Helena Afia
Sudrajat, Agus Oman
Suprayudi, Muhammad Agus
Soelistyowati, Dinar Tri
Tumbelaka, Ligaya ITA
Effendi, Irzal
Metadata
Show full item recordAbstract
Ikan badut merah marun (Amphiprion biaculeatus Bloch 1790) tergolong
ikan hias laut dengan permintaan pasar ekspor yang tinggi yang menyebabkan
eksploitasi secara berlebihan di alam. Di sisi lain, produksi budidaya ikan ini relatif
rendah akibat adanya sifat reproduksi yang unik yakni hierarki sosial, hermafrodit
sekuensial, dan monogami. Hierarki sosial merupakan tingkatan individu dalam
populasi ikan yang ditentukan oleh ukuran tubuh. Berdasarkan hierarki sosial, ikan
ini digolongkan sebagai ikan α (ikan betina dengan ukuran tubuh paling besar), ikan
β (ikan jantan fungsional dengan ukuran tubuh terbesar kedua), dan ikan γ yaitu
ikan jantan non fungsional (non breeder). Ikan betina bersifat dominan, dan apabila
menghilang dari populasinya maka ikan jantan fungsional beralih kelamin menjadi
betina, dan ikan non breeder terbesar beralih menjadi jantan fungsional atau bersifat
hermafrodit sekuensial. Pasangan induk fungsional yang terbentuk bersifat
monogami. Akibat sifat reproduksi tersebut, ikan ini sulit dipijahkan secara massal
untuk peningkatan produksi benih. Oleh karena itu, kajian seksualitas dan fisiologis
reproduksi A. biaculeatus penting diteliti untuk pengembangan pembenihan
meliputi mekanisme diferensiasi seks, seks reversal, perjodohan, dan pemijahan.
Secara umum, penelitian ini bertujuan memberi landasan ilmiah pengembangan
sistem pembenihan dan rekayasa reproduksi A. biaculeatus sehingga benih untuk
budidaya tetap tersedia. Penelitian dilakukan di Balai Perikanan Budidaya Laut
Ambon dengan sistem air mengalir menggunakan akuarium berukuran (40 40
30) cm3
untuk pemeliharan induk dan ikan non breeder, dan bak fiberglas (250
125 80) cm3
untuk penetasan dan pemeliharan larva. Induk dan benih diberi pelet
komersial dengan kadar protein 48% secara at satiation.
Penelitian pertama bertujuan menganalisis mekanisme diferensiasi seks A.
biaculeatus berdasarkan ukuran tubuh. Percobaan menggunakan rancangan acak
lengkap dengan perlakuan ukuran ikan non breeder 4,0-4,5 cm; 4,6-5,0 cm; dan
5,1-5,5 cm. Ikan dipelihara selama 90 hari. Parameter pengamatan meliputi ciri seks
sekunder, pertambahan panjang dan bobot tubuh, kadar hormon seks, indeks
gonadosomatik (IGS) dan indeks hepatosomatik (IHS) serta profil gonad. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ukuran tubuh ikan berpengaruh terhadap
diferensiasi seks yang menentukan status seksualitas ikan ini. Ukuran tubuh ikan
yang tepat mengalami diferensiasi seks menjadi jantan fungsional adalah 5,1-5,5
cm ditandai dengan perubahan ciri seks sekunder warna kulit dan warna sirip yang
agak gelap pada ikan berukuran panjang total (5,87±0,21 cm) dan bobot tubuh
akhir (5,27±0,70 g), kadar hormon estradiol (82,58±4,93 ρg/mL); testosteron
(1,76±0,08 ρg/mL), IGS (0,17±0,01%), gonad berisi spermatogonia. ...
Collections
- DT - Fisheries [725]