Model Pengelolaan Habitat Elang Flores (Nisaetus floris) di Nusa Tenggara Timur
Date
2023Author
Putra, Indeka Dharma
Syartinilia
Mulyani, Yeni Aryati
Metadata
Show full item recordAbstract
Elang flores (Nisaetus floris) merupakan jenis raptor endemik yang berstatus kritis di kawasan Nusa Tenggara, khususnya Nusa Tenggara Timur. Kurangnya informasi dan kesulitan dalam mencapai lokasi distribusi elang flores menyebabkan kesulitan dalam upaya konservasi jenis ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan distribusi habitat elang flores, menganalisis karakteristik habitat bersarang elang flores, mengidentifikasi risiko ancaman sosial budaya dan ekonomi terhadap elang flores dan menyusun rekomendasi pengelolaan habitat elang flores di Nusa Tenggara Timur.
Metode yang digunakan dalam pemetaan distribusi habitat dengan survei langsung dengan melihat titik absence dan presence keberadaan elang flores, melihat karakteristik habitat bersarang elang flores dengan purposive sampling dan point center quarter. Metode Knowledge, Attitude and Practice (KAP) digunakan untuk melihat kondisi sosiokultural masyarakat terkait budaya, persepsi serta ancaman terhadap elang flores. Dalam menyusun rekomendasi model pengelolaan menggunakan analisis SWOT berdasarkan informasi ekologis dan sosiokultural masyarakat terkait elang flores.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa faktor habitat yang menentukan distribusi elang flores meliputi kemiringan, ketinggian, keberadaan sawah, perkebunan, hutan dan semak belukar. Luas area habitat sesuai bagi elang flores adalah 6890,48 km2 (22%) dan habitat tidak sesuai sebesar 22.459,59 km2 (78%) dengan luas habitat sesuai yang berada di kawasan lindung sebesar 453,72 km2 (7,01%). Distribusi dari habitat yang ada dapat dipengaruhi oleh keberadaan pohon sarang dan makanan dari elang flores. Kemiri (Aleurites moluccana) dan paukena (Daphniphyllum sp.) digunakan sebagai pohon bersarang dengan karakter tinggi pohon >17 m dan tutupan tajuk 17-20%. Jenis penting yang dominan ditemukan adalah nengi (Canarium asperum) dan Dysoxylum parasiticum. Elang flores memiliki nilai budaya bagi masyarakat suku Lio Ende namun konflik dengan masyarakat serta kasus perburuan di luar kawasan lindung masih terjadi. Integrasi peraturan ke dalam perlindungan adat terhadap hutan/habitat potensial elang flores di luar kawasan lindung, pelibatan masyarakat dalam pengawasan perburuan dan
perdagangan elang flores di sekitar kawasan hutan lindung, serta mitigasi konflik melalui peraturan penyediaan alternatif mangsa oleh masyarakat di sekitar area berburu elang flores adalah rekomendasi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan habitat elang flores.
