Show simple item record

dc.contributor.advisorRachman, Ali M.A.
dc.contributor.advisorWilardjo, Liek
dc.contributor.advisorKalusina, Stephen
dc.contributor.authorLitaay, Flip P.B.
dc.date.accessioned2023-07-06T14:46:27Z
dc.date.available2023-07-06T14:46:27Z
dc.date.issued1992
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/121063
dc.description.abstractPenelitian ini dilakukan di 9 buah desa dalam tiga wilayah kecamatan di pulau Seram bagian Barat, Kabupaten Maluku Tengan, Propinsi Maluku, khusus yang dihuni oleh masyarakat kecil (kelompok "tribe") Alune-Wemale. Sub- sistensi mereka sangat bergantung pada kelestarian sumber- daya alam, terutama pohon agathis. Mereka memiliki keahlian teknologi tradisional untuk mempertahankan kelangsungan strategi subsistensi tersebut, hal mana menjadikan mereka mandiri sejak dahulu (Sahlins: "originally affluent society: Gerarad Persoon: "previously autonomous people-in the practical sense"). Walaupun harga damar relatif rendah, namun mereka tidak pernah mengeluh karena dari hasilnya mereka bisa membiayai kebutuhan tertentu, kapan saja mereka perlukan. Ini mereka jalani sejak dahulu kala, berkat pandangan yang khas tentang dunia i.c. yang didukung oleh pranata hukum adat. Hadirnya kelompok industri kayu lapis yang mengandal- kan teknologi canggih di Waisarisa menjanjikan cita-cita kemakmuran secara makro, seperti antara lain (a) kemung- kinan perluasan kesempatan kerja, dan (b) "efek menetes ke bawah" (trickle down effect) dari eksternalitas industri terhadap nemang masyarakat sekitarnya. Kantong industri tersebut berkembang pesat, dengan laju pertumbuhan produktivitas industri yang terandalkan menurut perhitungan ekonometrik, mencontohi apa yang dicapai dalam pengalaman dua abad terakhir di negara-negara Amerika Utara. Eropah Barat dan Ironisnya ialah, perencanaan bahwa apa yang semula diasumsikan secara makro, tidak dirasakan oleh Ini dalam masyarakat kecil tersebut sebagai suatu kenyataan. terutama disebabkan karena perubahan sosial yang direncana- kan (planned social change) sejak semula hanya dibatasi pada prospek pertumbuhan produktivitas industri semata- mata. Sedang pada sebelah lain pandangan yang bertolak dari perspektif individu dan masyarakat banyak tersentuh. asli setempat belum Padahal pandangan mereka tentang dunia menyangkut kelangsungan justru manusia hubungan manusia dengan sejalan dewasa sumberdaya alam dengan paradigma pembangunan kualitas ini, yang sejak GBHN 1983 sudah mulai dicanangkan sebagai acuan perencanaan pembangunan. Oleh sebab itu parameter untuk mengukur keberhasilan pembangunan tidak saja ditekankan pada GNP sebagai indikator makro; juga tidak semata-mata pada indikator pemerataan yang menciptakan ekses ketergantungan pada anggaran melainkan manusia dan sejauh mana ada keserasian hubungan negara, antara sumberdaya alam sejalan dengan pengetahuan masyarakat setempat. Itulah sebabnya untuk menelusuri relevansi pengertian subsistensi dengan kemajuan ekonomi menyangkut keterkaitan faktor-faktor non-ekonomi, seperti nilai, motivasi, sikap dan aspirasi Orang Alune-Wemale, maka dalam studi kasus ini penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis; suatu upaya menemukan kembali apa yang selama ini sering diabaikan dalam perencanaan pembangunan demi peningkatan kualitas manusia Indonesia, yang seyogianya bisa mandiri secara dinamis.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcForestryid
dc.subject.ddcSocial forestryid
dc.subject.ddcPlywoodid
dc.titleSubsistensi masyarakat kecil dan industri kayu lapis: studi kasus peramu damar Alune-wemale di pinggiran kantong industri Waisarisa, Seram Baratid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordSubsistensi masyarakat kecilid
dc.subject.keywordindustri kayu lapisid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record