Show simple item record

dc.contributor.advisorSugianto, Tjahjadi
dc.contributor.advisorPakpahan, Agus
dc.contributor.advisorNasution, Muslimin
dc.contributor.authorZakaria, Wan Abbas;
dc.date.accessioned2023-06-26T11:32:43Z
dc.date.available2023-06-26T11:32:43Z
dc.date.issued1992
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/120232
dc.description.abstractPenelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang hubungan antara kelembagaan dan performa P3A irigasi pompa pada tipe sumber airtanah yang berbeda. Sebagai kasus, pada wilayah akuifer airtanah dangkal dipilih P3A pompa dalam TW 153 Kepanjen, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk sedangkan pada wilayah akuifer airtanah dalam dipilih SP 66 Bu lay, Kecamatan Gal is, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Penelitian lapang dilaksanakan pada Juli-Desember 1991. Pada areal desain TW 153, sistem irigasi pompa bersifat konjungtif. Sebelum ada TW 153 (sebelum 1982), 12 orang anggota telah memiliki sumur dangkal dengan 4 pompa portable dan pada tahun 1991 jumlahnya menjadi 46 buah sumur dangkal dengan 9 pompa portable yang merupakan "penyaing" bagi TW 153. Secara organisatoris, P3A TW 153 merupakan bagian dari HIPPA air permukaan Desa Kepanjen. Kondisi tersebut menyebabkan kelembagaan P3A TW 153 Kepanjen hanya mampu mengendalikan sebagian kecil sumbersumber interdependensi dan permasalahan organisasi yang berhubungan dengan ongkos transaksi seperti rasa kebersamaan, free rider, komitmen, loyalitas dan penyelewengan sehingga performa P3A jauh di bawah harapan. Berbeda dengan TW 153 Kepanjen, di areal HIPPA SP 66 Bulay tidak ada sistem irigasi air permukaan dengan demikian HIPPA SP 66 Bulay bersifat substitusi dan merupakan satu-satunya sumber air irigasi selain air hujan. Para petani merasa senang dengan dibangunnya SP 66 Bulay. Selain itu, areal SP 66 Bulay memiliki lapisan akuifer airtanah dalam yang merupakan barrier bagi swasta untuk memasuki industri air irigasi pompa mengingat biaya awal investasi yang diperlukan tinggi relatif terhadap manfaat yang ditangkap dari investasi tersebut oleh swasta. Oleh karena itu hampir seluruh proses irigasi pompa SP 66 mampu dikendalikan oleh kelembagaan yang ada pada HIPPA SP 66 Bulay sehing ga performa yang dihasilkan sesuai bahkan ada yang melampaui harapan. Struktur organisasi P3A pompa dalam TW 153 Kepanjen perlu disederhanakan yakni pengurus cukup seorang ketua, seorang sekretaris merangkap bendahara dan seorang operator. Wilayah kerja P3A ditentukan berdasarkan kapasitas pompa dan sistem saluran. Rapat anggota cukup dilakukan berdasarkan sistem perwakilan blok. Pengurus, operator digaji oleh P3A dan P3A merupakan organisasi yang otonom terpisah dari HIPPA air permukaan Kepanjen. Perubahan kelembagaan tersebut akan mendorong performa P3A TW 153 Kepanjen mendekati harapan. Pengurus P3A TW 153 seyogyanya dipilih dari anggota yang memiliki atau menggarap lahan di dalam areal TW 153 atas usul perwakilan blok. dst ...id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcRural engineeringid
dc.subject.ddcIrrigationid
dc.subject.ddcInstitutionid
dc.titleAnalisis Kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Irigasi Pompa Dalam, Studi Kasus pada Dua P3A Irigasi Pompa Dalam di Propinsi Jawa Timurid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordP3A organizationid
dc.subject.keywordPomp irigationid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record