Show simple item record

dc.contributor.advisorSobir, Sobir
dc.contributor.advisorAisyah, Syarifah Iis
dc.contributor.advisorMaharijaya, Awang
dc.contributor.authorKendarini, Niken
dc.date.accessioned2023-05-30T05:34:46Z
dc.date.available2023-05-30T05:34:46Z
dc.date.issued2023
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/118178
dc.description.abstractBawang putih merupakan salah satu komoditas penting yang dibutuhkan oleh masyarakat dan pemenuhan kebutuhan nasional dilakukan dengan impor karena produksi dan produktivitas dalam negeri yang rendah. Upaya yang dapat dilakukan adalah perbaikan genetik dan agronomi pada tanaman bawang putih. Peran agronomi dalam meningkatkan produksi bawang putih dilakuan dengan perluasan area tanam dan mengintensifkan pertanaman bawang putih. Kedua pilihan itu membutuhkan benih umbi siap tanam dalam jumlah besar, namun dormansi umbi menjadi kendala. Pematahan dormansi dengan vernalisasi dapat menjadi salah satu solusi. Perlu adanya informasi mengenai vernalisasi (suhu dan lama) serta respon umbi dengan genotipe berbeda, sehingga penerapan vernalisasi nantinya akan disesuaikan dengan genotipe yang tepat. Produktivitas varietas bawang putih lokal yang rendah juga menjadi kendala utama. Perbaikan karakter hasil pada varietas bawang putih dengan pemuliaan tanaman membutuhkan keragaman genetik yang luas. Akan tetapi keragaman genetik bawang putih di dalam negeri masih rendah. Introduksi tanaman merupakan salah satu cara untuk memperluas keragaman genetik. Akan tetapi perlu diketahui karakteristik bawang putih yang sesuai dengan kondisi iklim di sentra pertanian bawang putih. Hal ini disebabkan bawang putih membutuhkan suhu rendah dan fotoperiod panjang untuk pengumbiannya. Penelitian ini dilakukan lima tahap. Tahapan pertama adalah mengidentifikasi keragaan morfologi-agronomi dan karakterisasi genotipe-genotipe bawang putih lokal berdasarkan tipe pembungaan dan kekerasan batang semunya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang putih lokal membentuk klaster yang berbeda dengan bawang putih China secara morfologi dan agronomi. Berdasarkan tipe pembungaannya menunjukkan Sangga Sembalun termasuk tipe intermediate incomplete bolting, Tawangmangu Baru, Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning termasuk incomplete bolting, dan bawang Kayu tergolong tipe complete bolting. Oleh karena itu kelima genotipe bawang putih lokal yang diuji termasuk bawang putih hardneck. Bawang putih China hardneck masih dapat mengumbi dengan persentase yang sangat rendah dan umur panen >>170 HST, dan China softneck tidak membentuk umbi pada kondisi suhu tinggi dan fotoperiod pendek di lokasi percobaan. Tahapan kedua dan ketiga dengan melakukan dua percobaan, yaitu vernalisasi dan fotoperiod pada bawang putih yang dilaksanakan secara berseri. Tujuannya adalah mengetahui pola respon genotipe dengan vernalisasi dan fotoperiod panjang dalam pengumbiannya. Kedua percobaan itu menggunakan genotipe bawang putih dengan tipe pembungaan-kekerasan batang semu dan asal lintang yang berbeda, yaitu China hardneck (complete bolting, lintang tinggi), China softneck (non-bolting, lintang lebih rendah dari China hardneck), Sangga Sembalun (hardneck, intermediate-incomplete bolting, lintang rendah) dan Tawangmangu Baru (hardneck, incomplete bolting, lintang rendah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa vernalisasi dan fotoperiod panjang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan vegetatif pada genotipe bawang putih lokal. Pola yang sama dan penting untuk semua genotipe bawang putih yang diuji adalah, suhu rendah lebih berperan dalam mempercepat inisasi umbi, mempercepat umur panen dan meningkatkan bobot basah umbi. Fotoperiod panjang juga mempercepat umur panen pada bawang putih China, menghasilkan umbi dengan penyusutan bobot umbi yang rendah yang cocok untuk penyimpanan jangka panjang. Bawang putih China softneck (non-bolting, lintang lebih rendah dari China hardneck) yang sensitif terhadap vernalisasi dan fotoperiod, termasuk tipe vernalisasi dan fotoperiod panjang kualitatif, yang membutuhkan suhu rendah dan periode penyinaran panjang untuk mengumbi. Bawang putih China hardneck (complete bolting, lintang tinggi) yang sensitif terhadap fotoperiod dan sangat tidak sensitif terhadap vernalisasi, termasuk tipe vernalisasi dan fotoperiod panjang kuantitatif, yang pengumbiannya akan lebih optimal pada kondisi suhu rendah dan fotoperiod panjang. Bawang putih Sangga Sembalun dan Tawangmangu Baru (hardneck, intermediate-incomplete dan incomplete bolting dari lintang rendah) yang sangat tidak sensitif terhadap vernalisasi dan fotoperiod panjang, termasuk tipe vernalisasi kuantitatif. Akan tetapi pada periode panjang penyinaran tidak menunjukkan pola yang berbeda terhadap kecepatan dalam inisiasi umbinya. Tahapan keempat adalah mengetahui pola respon beberapa genotipe bawang putih dengan tipe pembungaan-kekerasan batang semu serta asal lintang genotipe yang berbeda terhadap pematahan dormansi umbi dengan vernalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu 7 °C selama 2 minggu mendukung pertumbuhan tunas, dan pertumbuhan akar pada siung bawang putih terjadi di suhu 7 °C dengan lama simpan 6 minggu. China softneck (non-bolting, lintang lebih rendah dari China hardneck) termasuk tipe yang bertunas dan berakar bersamaan dan sensitif terhadap vernalisasi umbi. Sangga Sembalun (hardneck, intermediate-incomplete bolting, lintang rendah) tipe yang menumbuhkan tunas dan tidak sensitif terhadap vernalisasi. China hardneck (complete bolting, lintang tinggi) yang sangat tidak sensitif terhadap suhu rendah merupakan genotipe yang berakar lebih dulu dan pertunasan paling rendah. Tawangmangu Baru (hardneck, incomplete bolting, lintang rendah) termasuk sangat tidak sensitif terhadap vernalisasi umbi, mempunyai pertunasan dan perakaran pada siungnya yang berada antara Sangga Sembalun dan China hardneck. Tahapan kelima adalah mengetahui profil metabolit genotipe bawang putih dengan tipe pembungaan dan sensitivitas berbeda pada umbi dorman yang divernalisasi. Hasil penelitian mendapatkan senyawa metabolit kandidat respon genotipe terhadap suhu rendah dan penanda dormansi umbi berakhir, yaitu dialyll trisulfide, 5-hydroxymethyl-2-furancarboxaldehyde, palmitic acid dan 2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6-methyl-4(H)-pyran-4-one. Genotipe dengan sensitivitas dan tipe pembungaan berbeda memiliki pola perubahan konsentrasi relatif senyawa metabolit yang berbeda pada perlakuan vernalisasi.id
dc.description.sponsorshipLembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.titleKajian karakter pengumbian pada bawang putih dengan vernalisasi dan fotoperiodid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordAllium sativumid
dc.subject.keywordpanjang hariid
dc.subject.keywordpengumbianid
dc.subject.keywordsenyawa metabolitid
dc.subject.keywordsuhu rendahid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record