Show simple item record

dc.contributor.advisorSantoso, Nyoto
dc.contributor.advisorMulatsih, Sri
dc.contributor.authorMuthoh, Rakhma Fatikhatul
dc.date.accessioned2023-01-26T00:01:42Z
dc.date.available2023-01-26T00:01:42Z
dc.date.issued2023
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/116319
dc.description.abstractPeran ekosistem mangrove secara garis besar adalah sebagai perlindungan garis pantai, nursery ground serta sumber nutrisi bagi biota perairan. Akan tetapi kondisi ekosistem mangrove terus mengalami tekanan dengan ancaman laju degradasi yang tinggi. Hal ini diakibatkan oleh alih fungsi lahan, pencemaran lingkungan, illegal logging, serta meningkatnya laju abrasi pantai dan penurunan muka tanah. Alih fungsi lahan mangrove secara masif dan meningkatnya abrasi pantai menyebabkan produktivitas perikanan tambak menurun 44,6 %. Penurunan luas tambak mangove di Kecamatan Tugu sejak tahun 2016 hingga 2019 seluas 52,59 ha. Ancaman lainnya juga terlihat dari penurunan muka tanah serta kenaikan air laut di pesisir Kota Semarang. Selama 5 tahun terakhir, terjadi kenaikan permukaan air laut setinggi 1 meter dengan total penurunan muka tanah mencapai 2 meter serta laju penurunan muka tanah yaitu 8,3 cm/tahun. Di sisi lain Kota Semarang masih menjadi salah satu penghasil komoditas ikan bandeng terbesar di Jawa Tengah. Akan tetapi terjadi penurunan produktivitas sejak tahun 2011-2017 dari 345,02 ton/tahun menjadi 316,10 ton/tahun. Berdasarkan ancaman serta potensinya, maka tercipta upaya adaptasi masyarakat pesisir Kota Semarang yaitu dengan meningkatkan nilai ekonomi kawasan mangrove melalui kegiatan tambak silvofishery. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis kondisi pengelolaan tambak, kelayakan finansial usaha tambak, serta ukuran keberlanjutan usaha tambak silvofishery dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan. Penelitian dilaksanakan di wilayah pesisir Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Jawa Tengah. Penelitian pada bulan Januari 2021 sampai Juni 2021. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan purposive sampling. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung (observasi) di lapangan dan wawancara terstruktur dengan bantuan kuisioner. Kriteria responden dikategorikan dalam dua jenis yaitu reponden petani tambak silvofishery dengan komoditas ikan bandeng sebanyak 40 orang dan responden key person 13 orang yang mewakili masing-masing kelompok petambak maupun perwakilan instansi yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Pengumpulan data sekunder diperoleh melalui survei pada instansi terkait dan studi literatur. Analisis data yang digunakan dalam penelitian meliputi analisis deskriptif dan kuantitatif dengan analisis kelayakan finansial berupa perhitungan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net B/C Ratio. Selain itu dilakukan analisis Multi Dimensional Scaling (MDS) dengan menggunakan alat analisis RAPFISH (Rapid Appraisal for Fisheries). Berdasarkan intensitas pengelolaannya, tambak silvofishery terbagi kedalam dua kategori yaitu tambak tradisional dan tambak semi-intensif. Tambak tradisional memiliki tanggul utuh dan lahan mangrove di bagian tengah tambak, sedangkan tambak semi-intensif hampir tidak memiliki tanggul dan tidak memiliki lahan mangrove di tengah tambak. Desain tambak yang digunakan adalah tambak komplangan tradisional dengan luas tutupan mangrove 30% hingga 40% dan perairan tambak berkisar antara 60% hingga 70%, serta tambak komplangan semiintensif dengan luas tutupan mangrove 0% hingga 10% dan perairan tambak berkisar antara 90% hingga 100%. Selama 10 tahun pertama usaha tambak tradisional menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp107.267.261, sedangkan tambak semi-intensif menghasilkan nilai manfaat bersih sebesar Rp 26.893.556. Nilai Internal Rate of Return (IRR) yang diperoleh dari analisis data finansial tambak tradisional dan semi-intensif berturut-turut menunjukkan nilai 36,02% dan 11,83%. Kedua nilai IRR menunjukkan nilai lebih besar dari discount rate yaitu 4,25% sehingga budidaya ikan bandeng pada kedua jenis tambak ini layak untuk dilanjutkan. Tingkat keberlanjutan pengelolaan tambak silvofishery berada pada kategori kurang berkelanjutan (43,02), dengan indeks yang berbeda pada setiap dimensinya, yaitu; dimensi ekologi (32,02) (kurang berkelanjutan); dimensi ekonomi (45,63) (kurang berkelanjutan); dimensi sosial (50,61) (cukup berkelanjutan); dimensi teknologi (49,77) (kurang berkelanjutan), dan dimensi kelembagaan (36,06) (kurang berkelanjutan). Hasil analisis leverage pada masingmasing dimensi menunjukkan perlunya pertimbangan intervensi terhadap atribut yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pada tiap dimensi. Indikator yang paling sensitif dalam pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan terdiri dari: (1) dimensi ekologi (kerapatan mangrove, penurunan muka tanah, perubahan garis pantai, dan tekanan ekosistem perairan), (2) dimensi ekonomi (orientasi pasar dan pemanfaatan hasil mangrove), (3) dimensi sosial (akses pemanfaatan oleh masyarakat dan kerusakan mangrove oleh masyarakat), (4) dimensi teknologi (sirkulasi air dan pengelolaan pasca panen), (5) dimensi kelembagaan (keberadaan lembaga non-formal dan penyuluh lapang). Seluruh dimensi memilki nilai delta atau selisih antara indeks kebelanjutan dengan nilai Monte Carlo <1 yang menunjukkan hasil pengolahan data keberlanjutan sesuai dengan kondisi nyata.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleAnalisis Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Tambak Silvofishery di Wilayah Pesisir Kota Semarangid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordfinancial feasibilityid
dc.subject.keywordmangrove ecosystemid
dc.subject.keywordRAPFISHid
dc.subject.keywordsilvofishery pondsid
dc.subject.keywordsustainability statusid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record