Strategi Implementasi Model Kesesuaian Habitat Ikan Pelagis Berbasis Kondisi Oseanografi di Perairan Palabuhanratu
Date
2022Author
Pratama, Gilar Budi
Nurani, Tri Wiji
Mustaruddin
Herdiyeni, Yeni
Metadata
Show full item recordAbstract
Palabuhanratu merupakan pusat kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten
Sukabumi. Salah satu tangkapan ikan yang dominan adalah ikan pelagis. Jenis ikan
pelagis memiliki sifat bergerombol (schooling) dalam bermigrasi, dimana proses
migrasi, persebaran dan kelimpahan ikan pelagis dipengaruhi oleh beberapa
parameter oseanografi seperti suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a, salinitas
arus hingga kedalaman. Kondisi parameter oseanografi dapat dimanfaatkan dalam
pendugaan daerah penangkapan melalui teknologi penginderaan jauh, dengan
memanfaatkan data yang diperoleh satelit yang membawa sensor multikanal.
Penelitian ini dirancang menggunakan pemodelan Maximum Entropy dalam
memprediksi kesesuaian habitat ikan yang kemudian ditransformasi untuk menduga
zona potensial penangkapan ikan. Maximum Entropy adalah model yang dapat
menduga distribusi probabilitas entropy secara maksimum, dengan memperkirakan
data yang paling seragam dan paling dekat. Model zona potensial penangkapan ikan
pelagis di Perairan Palabuhanratu yang diharapkan dapat dimanfaatkan Pusat
Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP) untuk melakukan update informasi daerah
penangkapan ikan untuk nelayan Palabuhanratu ataupun sebagai bahan pembuatan
sistem informasi pendugaan zona potensial penangkapan ikan oleh PPN
Palabuhanratu. Strategi implementasi model dirumuskan menggunakan
Interpretative Structural Model (ISM).
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis spasial sebaran
variabilitas suhu permukaan air laut dan konsentrasi klorofil-a serta hubungannya
terhadap produksi ikan pelagis, (2) menganalisis musim penangkapan ikan pelagis
serta hubungannya terhadap variasi konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan airlaut,
(3) melakukan pemodelan kesesuaian habitat ikan untuk menentukan zona
potensial penangkapan ikan pelagis di perairan Palabuhanratu dengan Maximum
Entropy, (4) merumuskan strategi implementasi pemodelan zona potensial
penangkapan ikan pelagis di Perairan Palabuhanratu.
Penelitian ini terbagi menjadi empat tahapan. Tahap pertama adalah tahap
pengumpulan dan eksplorasi data. Tahapan kedua adalah pengolahan data citra
satelit yang menghasilkan peta sebaran spasial suhu permukaan laut dan konsentrasi
klorofil-a setiap bulannya dari tahun 2016-2020 serta analisis spasial dari parameter
arus, salinitas dan kedalaman. Tahapan ketiga adalah melakukan pengolahaan data
dengan Maximum Entorpy menggunakan data olahan tahapan pertama dan data
posisi kapal penangkapan yang diambil dari data VMS Indonesia, logbook dan hasil
wawancara. Pada tahapan ini dihasilkan peta zona potensial penangkapan ikan
berdasarkan nilai Habitat Suitability Index (HSI). Model yang dihasilkan dievaluasi
kesesuaiannya menggunakan kurva Receiver Operating Characteristic (ROC).
Tahapan keempat adalah merumuskan strategi implementasi program
menggunakan metode Interpretative Structural Model (ISM). Interpretative
Structural Model (ISM) disusun berdasarkan data yang dihasilkan dari proses
diskusi dan pengumpulan pendapat dari pakar dan para pelaku sistem.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya fenomena Indian Ocean Dipole
(IOD) fase negatif pada tahun 2016 dan fase positif pada tahun 2019. Fenomena ini
memengaruhi sebaran nilai klorofil-a dan suhu permukaan laut di perairan
Palabuhanratu. Musim penangkapan ikan tongkol dan cakalang memiliki hubungan
yang erat terhadap fluktuasi bulanan nilai suhu permukaan laut dan klorofil-a.
Berdasarkan nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) diperoleh musim
penangkapan ikan cakalang, tongkol, tenggiri dan layaran secara umum terjadi di
musim timur. Musim timur merupakan waktu dimana kelimpahan klorofil-a
meningkat diikuti dengan penurunan suhu permukaan laut. Metode maximum
entropy berhasil menggambarkan kesesuaian habitat ikan pelagis di perairan
Palabuhanratu secara spasial. Hasil model menunjukkan penggunaan parameter
salinitas, klorofil-a, suhu permukaan laut, arus, dan batimetri secara bersama
mampu menghasilkan nilai training gain tertinggi sebesar 1.931. Hal ini berarti
dalam pembangunan model kesesuaian habitat ikan pelagis sebaiknya
menggunakan semua parameter tersebut untuk menghasilkan model dengan kinerja
terbaik.
Hasil analisis rumusan strategi implementasi dengan ISM menghasilkan
elemen kunci yang memengaruhi keberhasilan implementasi. Pada elemen tujuan,
sub eleman sub elemen menyediakan informasi daerah penangkapan ikan memiliki
daya dorong yang tinggi dengan ketergantungan rendah di dalam sistem menjadi
elemen kunci. Pada elemen aktivitas yang dibutuhkan, elemen kunci terdiri dari sub
elemen aktivitas melakukan pelatihan pemanfaatan sistem informasi dan
kemampuan interpretasi peta pendugaan daerah penangkapan ikan oleh nelayan,
serta meningkatkan pendampingan dan pembinaan kepada nelayan dalam
memanfaatkan informasi oseanografi. Kedua aktivitas ini harus diprioritaskan
untuk dapat terlaksana secara baik, sehingga tujuan dari implementasi program ini
dapat diwujudkan. Elemen kunci pada kendala teridentifikasi pada sub elemen
terbatasnya kemampuan nelayan dalam menginterpretasikan peta daerah
penangkapan ikan, minimnya informasi oseanografi yang disediakan oleh
pelabuhan perikanan dan tingginya ketergantungan nelayan terhadap rumpon dalam
aktivitas penangkapan ikan pelagis. Pada elemen pihak yang terlibat teridentifikasi
pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Sukabumi, PPN Palabuhanratu dan kelompok
nelayan tonda serta longline sebagai elemen kunci. Sedangkan pada elemen
masyarakat terpengaruh teridentifikasi nelayan penangkap ikan pelagis sebagai
elemen kunci. Palabuhanratu is the center of fisheries activities in the Sukabumi Regency.
One of the dominant fish catches is pelagic fish. Pelagic fish species have schooling
characteristics in migrating, where the migration process, distribution, and
abundance of pelagic fish are influenced by several oceanographic parameters such
as sea surface temperature, chlorophyll-a concentration, current salinity, and depth.
The condition of oceanographic parameters can be utilized in estimating fishing
grounds through remote sensing technology, by utilizing data obtained by satellites
carrying multichannel sensors.
This research is designed to use Maximum Entropy modeling to predict the
suitability of fish habitat, which is then transformed to estimate potential fishing
zones. A model that can estimate the maximum entropy probability distribution by
estimating the most uniform and closest data points. The model of potential pelagic
fishing zones in Palabuhanratu waters is expected to be used by PIPP to update
fishing area information for Palabuhanratu fishermen or as material for making an
information system for estimating potential fishing zones based on an intelligent
system by PPN Palabuhanratu. The model implementation strategy is formulated
using the Interpretative Structural Model (ISM).
This study aims (1) to analyze the spatial distribution of sea surface
temperature variability and chlorophyll-a concentration and its relationship to
pelagic fish production, (2) to analyze the pelagic fishing season and its relationship
to variations in chlorophyll-a concentration and sea surface temperature,; (3) to
model the suitability of fish habitats to determine potential zones for pelagic fishing
in Palabuhanratu waters with Maximum Entropy; and (4) to formulate
implementation strategies for modeling potential pelagic fishing zones in
Palabuhanratu waters.
This research is divided into four stages. The first stage is the stage of data
collection and exploration. The second stage is processing satellite image data,
which will then produce a map of the spatial distribution of sea surface temperature
and chlorophyll-a concentrations every month from 2016–2020 as well as spatial
analysis of current, salinity, and depth parameters. The third stage is data processing
with Maximum Entropy using the first stage processed data and fishing vessel
position data taken from VMS Indonesia data, logbooks, and interviews. At this
stage, a map of potential fishing zones will be generated based on the value of the
Habitat Suitability Index (HSI). The resulting model will be evaluated for suitability
using the Receiver Operating Characteristic (ROC) curve. The fourth stage is to
formulate a program implementation strategy using the Interpretative Structural
Model (ISM) method. The Interpretative Structural Model (ISM) is prepared based
on data generated from the discussion and opinion-gathering process of experts and
system actors.
The results of this study indicate that there was a negative phase of the Indian
Ocean Dipole (IOD) phenomenon in 2016 and a positive phase in 2019. This
phenomenon affects the distribution of chlorophyll-a values and sea surface
temperatures in Palabuhanratu waters. The fishing season for tuna and skipjack tuna
has a close relationship with monthly fluctuations in sea surface temperature and
chlorophyll-a values. Based on the value of the Fishing Season Index (IMP), the
fishing season for skipjack, tuna, mackerel, and sail generally occurs in the early
season. The east monsoon is a time when the abundance of chlorophyll-a increases,
followed by a decrease in sea surface temperature. The maximum entropy method
has succeeded in describing the spatial suitability of pelagic fish habitats in
Palabuhanratu waters. The model results show that using the parameters of salinity,
chlorophyll-a, sea surface temperature, currents, and bathymetry together can
produce the highest gain value of 1,931. This means that in developing a pelagic
fish habitat suitability model it is best to use all of these parameters to produce the
model with the best performance.
The results of the analysis of the implementation strategy formulation with
ISM produce key elements that affect the success of implementation. The key
element in the objective element is the sub-element sub-element providing
information on fishing areas. It has a high driving force with low dependence in the
system, making it the key element. In the required activity elements, the key
elements consist of activity sub-elements conducting training on the use of
information systems and the ability to interpret maps of estimation of fishing areas
by fishermen, as well as increasing assistance and guidance to fishermen in utilizing
oceanographic information. Both of these activities must be prioritized to be carried
out properly so that the objectives of the implementation of this program can be
realized. The key elements in the constraints identified are the limited ability of
fishermen to interpret maps of fishing areas, the lack of oceanographic information
provided by fishing ports, and the high dependence of fishermen on FADs in pelagic
fishing activities. The elements of the parties involved identified the Marine and
Fisheries Departement of Sukabumi Regency, Palabuhanratu Fishing Port, and the
groups of tonda and longline fishers as key elements. Meanwhile, the elements of
the affected community identified pelagic fishers as a key element.
Collections
- MT - Fisheries [3204]
