Show simple item record

dc.contributor.advisorZulkarnain, Zulkarnain
dc.contributor.advisorWahju, Ronny Irawan
dc.contributor.authorAnnida, Shafira Bilqis
dc.date.accessioned2022-02-11T06:47:33Z
dc.date.available2022-02-11T06:47:33Z
dc.date.issued2022-02-11
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/111135
dc.description.abstractPerikanan glass eel merupakan satu usaha penangkapan yang telah berkembang di dunia pada awal abad ke 20 dan mulai dirintis di Indonesia pada tahun 1995. Perkembangan usaha penangkapanglass eelstidak lepas dari tingginya nilai jual dan permintaan pasar terhadap benih dari sidat. Usaha penangkapan ini pada umumnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan benih pada kegiatan pembesaran sidat. Hingga saat ini, input produksi dari budidaya sidat masih mengandalkan penangkapan benih dari alam. Pasokan benih sidat (glass eel) yang masih mengandalkan penangkapan dari alam tentu akan berpotensi pada penurunan populasi sidat di alam. Untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya sidat, Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia mengeluarkan Permen KP No 80/2020 tentang status perlindungan terbatas terhadap sidat. Sebagai bentuk upaya dalam mewujudkan perikanan sidat yang berkelanjutan, maka disamping penerapan status perlindungan terbatas, perlu juga memperhitungkan terkait penilaian alat tangkap tradisional yang digunakan oleh nelayan dalam menangkap benih sidat. Penilaian ini dapat dilakukan dengan mengetahui karakteristik alat tangkap seperti dinamika sebaran spasial dan temporal hasil tangkapan utama (glass eel) dan hasil tangkapan sampingannya, hubungan parameter lingkungan perairan terhadap hasil tangkapan, serta tingkat kelangsungan hidup ikan hasil tangkapan pasca penangkapan. Sungai Cikaso dan Cimandiri merupakan dua wilayah dengan tingkat produksi tangkapan glass eel tertinggi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Nelayan di kedua wilayah tersebut diketahui menggunakan dua alat tangkap yang umum dalam melakukan penangkapan glass eel yaitu sirib atau seser dan bubu glass eels. Hingga saat ini, pendataan hasil-hasil tangkapan pada kedua alat tangkap tersebut masih terfokus pada glass eel sebagai hasil tangkapan utamanya, adapun hasil-hasil tangkapan sampingan belum tercatat dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk dapat mencapai 3 tujuan utama. Ketiga tujuan yang hendak dicapai yaitu (1) Menentukan dinamika dan sebaran spasial-temporal hasil tangkapan pada alat penangkapan glass eels di Sungai Cikaso dan Cimandiri, (2) Menentukan hubungan antara parameter fisik-kimiawi perairan terhadap produksi hasil tangkapan, (3) Mengukur tingkat kelangsungan hidup pasca penangkapan dari hasil tangkapan alat penangkapan glass eels. Pengoperasian alat tangkap dilakukan setiap bulannya sejak November 2020 hingga April 2021. Pemilihan waktu penelitian mewakili musim peralihan 1 (November dan Desember 2020), musim penghujan (Januari dan Februari 2021) dan musim peralihan 2 (Maret dan April 2021). Penentuan musim didasarkan pada rata-rata curah hujan harian selama setiap bulannya. Penelitian dilakukan di dua wilayah yakni Sungai Cikaso dan Cimandiri. Lokasi pengoperasian alat tangkap ditentukan berdasarkan daerah penangkapan glass eel yang terdapat di kedua wilayah tersebut. Diketahui bahwa lokasi penangkapan glass eel di Sungai Cimandiri terletak tepat di wilayah muara, sementara pusat penangkapan di Sungai Cikaso berjarak + 8 km dari muara sungai. Hasil identifikasi menunjukan terdapat 3 spesies glass eels yang menjadi hasil tangkapan utama dari kedua alat tangkap yaitu seser dan bubu di kedua wilayah penelitian berdasarkan perhitungan persentase rasio ano-dorsal terhadap panjang total. Ketiga spesies tersebut yakni Anguilla bicolor bicolor, A. nebulosa, dan A. marmorata. Selain itu, terdapat 16 spesies hasil tangkapan sampingan dari perikanan glass eels di Sungai Cikaso dan 19 spesies hasil tangkapan sampingan di Cimandiri yang sebagian besarnya memiliki nilai ekonomis penting. Produksi hasil tangkapan sampingan tertinggi di Sungai Cikaso didominasi oleh ikan dari Famili Gobiidae dan Eleotridae seperti belosoh (Glossogobius giuris), bobosoh (Eleotris melanosoma), nyereh (Eleotris fusca) dan penja (Giuris margaritacea). Seluruh ikan tersebut merupakan kelompok ikan amfidromus yang sebagian besar hidupnya berada di perairan sungai. Adapun produksi hasil tangkapan sampingan tertinggi di wilayah Cimandiri terdapat pada ikan katadromus seperti belanak (Crenimugil sehelii), kada (Osteomugil cunnesius), kerong-kerong (Terapon jarbua), serta ikan pantai seperti kengkel (Callionymus sagitta). Biomassa hasil tangkapan dari perikanan glass eels dipengaruhi oleh kondisi musim. Produksi glass eel di kedua wilayah tertinggi pada musim penghujan di bulan Februari 2021 baik pada alat tangkap seser maupun bubu glass eels. Pada alat tangkap sirib, komposisi hasil tangkapan utama lebih dominan pada musim penghujan. Adapun pada alat tangkap bubu memiliki proporsi hasil tangkapan sampingan yang lebih dominan dibandingkan dengan hasil tangkapan utamanya di setiap musim. Hal ini dikarenakan pengoperasian bubu glass eel yang diletakkan di celah bebatuan yang merupakan tempat persembunyian bagi berbagai spesies ikan ikan sungai. Beberapa ikan sungai dari Famili Gobiidae dan Eleotridae yang diketahui membuat sarang di celah bebatuan banyak tertangkap pada alat tangkap bubu glass eel yang dioperasikan di Sungai Cikaso. Beberapa parameter fisik-kimiawi perairan diketahui mempengaruhi hasil tangkapan dari perikanan glass eel. Secara umum, hasil tangkapan glass eel dipengaruhi oleh parameter pasang dan kekeruhan. Glass eel lebih melimpah pada kondisi pasang air laut dan tingkat kekeruhan yang tinggi. Tingkat kelangsungan hidup pasca penangkapan dari glass eel yang tertangkap dengan alat tangkap sirib dari Sungai Cikaso lebih tinggi dibandingkan dengan glass eel yang tertangkap di Muara Cimandiri. Hal ini dapat dikaitkan dengan historikal perjalanan hidup dan seleksi alamiah glass eel yang telah sampai pada wilayah sungai di Sungai Cikaso, dibandingkan dengan yang baru melakukan proses rekrutmen di wilayah muara pada Muara Cimandiri. Adapun tingkat kelangsungan hidup pasca penangkapan untuk ikan hasil tangkapan sampingan sangat dipengaruhi oleh persentase luka yang ditimbulkan akibat proses penangkapan. Pada ikan hasil tangkapan sampingan yang ditangkap dengan alat tangkap sirib, umumnya tidak terdapat luka yang berarti (persentase luka 0-5%) dengan tingkat kelangsungan hidup pasca 4 hari penangkapan ~88%. Adapun ikan hasil tangkapan sampingan yang tertangkap dengan alat tangkap bubu glass eels di Sungai Cikaso memiliki tingkat kelangsungan hidup yang rendah pada kondisi persentase luka pasca penangkapan yang lebih tinggi.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleDinamika Penangkapan Glass Eels dan Hasil Tangkapan Sampingan di Sungai Cikaso dan Cimandiri, Sukabumiid
dc.title.alternativeDynamics of Catching Glass Eels and Bycatch in the Cikaso and Cimandiri Rivers, Sukabumiid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordCaptured biomassid
dc.subject.keywordglass eels fisheryid
dc.subject.keywordlift netid
dc.subject.keywordpost-catch survival ratesid
dc.subject.keywordtrapid


Files in this item

No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record