Show simple item record

dc.contributor.advisorHastuti, Dwi
dc.contributor.advisorHerawati, Tin
dc.contributor.authorPanggabean, Wahyuni
dc.date.accessioned2021-10-23T07:39:18Z
dc.date.available2021-10-23T07:39:18Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/109700
dc.description.abstractPerilaku cyberbullying menjadi salah satu masalah perilaku yang dihadapi oleh remaja. Seiring dengan kemajuan teknologi terutama dibidang informasi dan komunikasi, remaja semakin mudah melakukan tindakan penyerangan atau intimidasi online terhadap orang lain. Orang tua yang melakukan pengasuhan agresi, pengabaian dan tidak adanya kehangatan berkaitan dengan moral anak, baik identitas dan pemisahan moral diduga dapat menyebabkan perilaku cyberbullying. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya pengasuhan orang tua, identitas moral, dan pemisahan moral terhadap perilaku cyberbullying remaja pada keluarga yang tinggal di Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan desain explanatory research dengan lokasi penelitian dilakukan secara purposive di Kota Bogor. Waktu pengambilan data dimulai sejak bulan April hingga Juni 2020. Contoh pada penelitian ini yaitu remaja dengan rentang usia 13 sampai 18 tahun. Responden dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki dan perempuan yang masih tinggal dengan orang tua. Kuesioner disebarkan melalui media sosial secara daring dengan responden yang bersedia mengisi formulir online secara voluntary sampling, dan terkumpul 120 remaja. Instrumen gaya pengasuhan orang tua mengacu pada Instrumen PARQ (Rohner 1986) terdiri dari empat dimensi yaitu (afeksi, agresi, pengabaian, perasaan tidak sayang), dengan nilai reliabilitas 0,777. Identitas moral menggunakan Moral Identity Questionnaire yang dikembangakan oleh Reed dan Aquino (2002). Terdiri dari dua dimensi (internalisasi dan simbolisasi), dengan nilai reliabilitas 0,739. Instrumen pemisahan moral menggunakan alat ukur yang dikembangakan oleh Bandura, Barbaranelli, Caprara dan Pastorelli (1996). Terdiri dari delapan dimensi (moral justification, euphemistic language, advantageous comparison, displacement of responsibility, diffusion of responsibility, distorting the consequences, attribution of blame, dehumanization), dengan nilai reliabilitas 0,893. Instrumen perilaku cyberbullying menggunakan alat ukur Cyber Victim and Bullying Scale (SVBS) yang dikembangkan oleh Çetin, Yaman dan Peker (2011). Terdiri dari tiga dimensi (cyber verbal bullying, hiding identity, cyber forgery), dengan nilai reliabilitas 0,826. Selanjutnya data yang terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan software Statistical Package for Social Science (SPSS) dengan menggunakan model Structural Equation Modelling (PLS-SEM) Penelitian ini melibatkan sebanyak 96 remaja perempuan dan 24 remaja laki-laki. Rata-rata usia remaja perempuan adalah 16.60 tahun dan rata-rata usia remaja laki-laki 17.04 tahun. Hasil penelitian memperlihatkan, hampir sebagian besar usia orang tua berada pada kategori dewasa madya dengan rata-rata usia ayah dan ibu yaitu 49.73 dan 45.21 tahun. Dua perlima ayah (40%) menempuh pendidikan sampai tamat SMA dan sebanyak (38%) ibu menempuh pendidikan sampai tamat SD. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan ayah sudah cukup baik tetapi pedidikan ibu masih sangat rendah. Selain itu, lebih dari separuh ayah bekerja sebagai buruh (63%), dan empat perlima (80%) ibu sebgai ibu rumah tangga. Besar keluarga menunjukkan separuh (51%) termasuk kategori keluarga sedang dengan rata-rata jumlah anggota sebanyak 5 orang dan rata-rata pendapatan perkapita keluarga yaitu Rp2.450.241,00. Variabel cyberbullying menunjukkan bahwa 14 persen remaja berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa remaja dalam penelitian ini yang melakukan perilaku cyberbullying kepada orang lain. Perilaku cyberbullying yang ditemukan antara lain, menyembunyikan identitas, membuat rumor, menulis komentar buruk, mengejek orang lain, dan menggunakan bahasa kasar. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata gaya pengasuhan penerimaan ayah sebesar 68.81 dan ibu sebesar 77.98. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ayah dan ibu sudah cukup baik dalam melakukan pengasuhan penerimaan kepada anak dengan cara memberikan kehangatan dan kasih sayang. Masih terdapat orang tua yang melakukan pengasuhan penolakan kepada anak dengan cara memukul, memarahi, mengabaikan dan berkata buruk, dengan nilai rata-rata gaya pengasuhan penolakan ayah sebesar 32.37 dan ibu adalah 30.56. Identitas moral sebanyak 85 persen terkategori tinggi dengan nilai rata-rata 75.43. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas identitas moral yang dimiliki remaja sudah cukup baik dengan remaja memiliki sikap jujur, benar, adil dan berani. Pemisahan moral menunjukkan sebagian besar remaja sebanyak 92.5 persen terkategori sedang. Hal ini berarti bahwa masih ada beberapa remaja yang menyalahkan orang lain atas pelanggaran moral yang dilakukannya sendiri karena alasan tidak ingin disalahkan. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa gaya pengasuhan penolakan ayah dan ibu berhubungan positif signifikan dengan cyberbullying. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengasuhan penolakan ayah dan ibu maka perilaku cyberbullying remaja juga akan tinggi. Dimensi identitas moral yaitu simbolisasi berhubungan negatif signifikan dengan cyberbullying. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi identitas moral yang dimiliki remaja maka perilaku remaja terhadap cyberbullying akan rendah. Dimensi pemisahan moral yaitu moral justification, moral displacement of responsibility, moral attribution of blame dan moral dehumanization berhubungan positif signifikan dengan cyberbullying, yang bermakna semakin tinggi pemisahan moral maka semakin tinggi pula perilaku cyberbullying pada remaja. Hasil uji PLS menunjukkan bahwa perilaku cyberbullying remaja dipengaruhi secara langsung positif oleh gaya pengasuhan penolakan ibu dan pemisahan moral remaja. Tingginya pengasuhan penolakan yang dilakukan oleh ibu dan pemisahan moral remaja yang juga tinggi akan mendorong remaja untuk melakukan perilaku cyberbullying kepada orang lain. Gaya pengasuhan penolakan ibu secara langsung positif mempengaruhi pemisahan moral remaja. Pengasuhan ibu yang buruk akan membuat anak memiliki pemisahan moral yang tinggi. Identitas moral remaja secara negatif mempengaruhi pemisahan moral. Artinya, remaja yang dalam kehidupan sehari-hari memiliki identitas moral yang baik akan memiliki pemisahan moral yang rendah. Hasil uji pengaruh juga menunjukkan bahwa identitas moral remaja berpengaruh secara tidak langsung terhadap perilaku cyberbullying remaja melalui pemisahan moral.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePengaruh Gaya Pengasuhan Orang Tua, Identitas Moral dan Pemisahan Moral Remaja Terhadap Perilaku Cyberbullying Remajaid
dc.title.alternativeInfluence of Parenting Style, Moral Identity and Moral Disengagement Towards Adolescent’s Cyberbullying Behaviorid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordRemajaid
dc.subject.keywordcyberbullyingid
dc.subject.keywordidentitas moralid
dc.subject.keywordpemisahan moralid
dc.subject.keywordgaya pengasuhan ayah dan ibuid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record