Show simple item record

dc.contributor.advisorNurani, Tri Wiji
dc.contributor.advisorWisudo, Sugeng Hari
dc.contributor.authorKhoerunnisa, Nurani
dc.date.accessioned2021-10-06T00:05:24Z
dc.date.available2021-10-06T00:05:24Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/109571
dc.description.abstractPeraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2014 (PERMENKP No.56/2014) tentang penghentian sementara (moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan PERMENKP No.57/2014 tentang perubahan kedua atas PERMENKP No.30/MEN/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dibuat untuk mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab. Isi PERMENKP No.56/2014 diantaranya mengenai penghentian sementara perizinan usaha perikanan tangkap yang diberlakukan bagi kapal perikanan yang pembangunannya dilakukan di luar negeri. Sementara PERMENKP No.57/2014 mengatur tentang pelarangan transshipment yang dibuat untuk menanggulangi illegal, unreported, and unregulated fishing. Tuna longline merupakan salah satu unit penangkapan ikan yang terkena dampak peraturan tersebut sehingga banyak armada yang tidak beroperasi. Berkurangnya armada penangkapan tuna longline menyebabkan penurunan produksi serta ekspor ikan tuna Indonesia. Ikan tuna merupakan komoditas ekspor dengan nilai ekspor kedua setelah udang sebesar 747,54 juta USD pada tahun 2019. Sementara pada tahun 2018, ikan tuna, cakalang, tongkol (TCT) menyumbang devisa sebesar 713,9 juta USD atau 14,69% dari total nilai ekspor hasil perikanan. Berdasarkan volume, ekspor TCT Indonesia sebesar 168,4 ribu ton atau 14,69% dari total volume ekspor hasil perikanan. Kebijakan moratorium dan pelarangan transshipment menyebabkan usaha perikanan tuna, khususnya tuna longline terpuruk. Indikator untuk menggambarkan keterpurukan ini adalah penurunan produksi, penggantian usaha, dan penurunan volume ekspor tuna. Untuk itu perlu langkah-langkah strategis agar usaha perikanan tuna longline dapat bangkit kembali. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan usaha perikanan tuna longline, yang diawali dengan pemahaman terhadap kondisi eksisiting usaha perikanan tuna longline dan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi. Metode pendekatan untuk mengatasi permasalahan menggunakan hard system dan soft system methodology. Aspek masalah yang diteliti pada usaha perikanan tuna longline sebagai implikasi dari kebijakan moratorium dan pelarangan transshipment yaitu aspek biologi, teknologi, sosial dan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi eksisting perikanan tuna longline mengalami perubahan sebelum, saat, dan setelah adanya kebijakan. Hal ini menjadi permasalahan dalam usaha perikanan tuna longline. Hasil tangkapan dominan tuna longline di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman yaitu bigeye tuna (27%), yellowfin tuna (26%), skipjack tuna (12%), dan albacore (7%), dengan daerah penangkapan di WPP 572 dan 573. Setelah berlakunya kebijakan, produksi tuna longline menurun dari 11.768,27 ton pada tahun 2014 menjadi 6196,35 pada tahun 2015 dan terus menurun menjadi 4.636,66 ton pada tahun 2019, dengan rata-rata penurunan selama periode 2015-2019 sekitar 23%. Frekuensi kapal yang mendaratkan ikan pun semakin berkurang, yaitu dari 514 kapal tahun 2014 menjadi 308 kapal pada tahun 2015 dan terus menurun menjadi 156 kapal tahun 2019, dengan rata-rata penurunan selama periode 2015-2019 sebesar 26%. Nilai produksi PPS Nizam Zachman dari hasil tangkapan tuna longline menurun dari tahun 2014 sampai 2019. Penurunan nilai paling signifikan terjadi tahun 2014 (492,39 miliar rupiah) ke tahun 2015 (278,63 miliar rupiah) sehingga pelabuhan perikanan mengalami kehilangan nilai produksi dari tuna longline rata-rata sebesar 81,29 miliar rupiah. Permasalahan lainnya, pelaku usaha merugi karena tidak dapat memenuhi kebutuhan industri dan permintaan konsumen karena menurunnya mutu hasil tangkapan. Kerugian ini berdampak pada operasional perusahaan sehingga terjadi pengurangan pekerja. Berdasarkan permasalahan yang terjadi, dirumuskan lima model konseptual. Pemerintah menerbitkan PERMENKP No.58/2020 tentang usaha perikanan tangkap sebagai pengganti PERMENKP No.30/2012 dengan tujuan untuk peningkatan pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan dan reformasi perizinan di bidang usaha perikanan tangkap. Maka, model konseptual yang pertama yaitu menjamin PERMENKP No.58/2020 berjalan dengan baik, dengan output model yaitu terdapat kebijakan yang tepat tentang izin usaha perikanan tuna longline dengan tetap memperhatikan keberlanjutan sumber daya ikan. Model kedua pengawasan dan pembinaan izin usaha perikanan tuna longline, dengan output model yaitu terciptanya pengawasan yang baik untuk usaha perikanan tuna longline. Model ketiga pengembangan usaha tuna longline berkelanjutan melalui alokasi effort optimal, dengan output model konseptual ketiga yaitu terciptanya peningkatan keuntungan bagi pelaku usaha perikanan tuna longline. Model keempat perlindungan dan pemberdayaan nelayan tuna longline, dengan output model yaitu terciptanya perlindungan dan pemberdayaan nelayan tuna longline. Model kelima produk berkualitas prima yang dapat memenuhi permintaan pasar ekspor, dengan output model yaitu terciptanya produk perikanan berkualitas prima untuk memenuhi permintaan pasar ekspor. Rumusan strategi yang dihasilkan dari model konseptual yaitu perlu menerapkan PERMENKP No.58/2020 dengan baik, perlu dilakukan pengawasan dan pembinaan izin usaha perikanan tuna longline dengan sistem pendataan yang terintegrasi, diperlukan pengembangan usaha perikanan tuna longline melalui alokasi effot optimal, perlu melakukan perlindungan dan pemberdayaan nelayan tuna longline untuk peningkatan keterampilan dan pendapatan nelayan, dan perusahaan tuna longline harus menghasilkan produk berkualitas prima. Langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan untuk pengembangan usaha tuna longline ke depan yaitu pendataan operasional kapal tuna longline terintegrasi dengan vessel monitoring system agar posisi kapal dapat terlacak untuk mempermudah aktivitas pengawasan, memberikan pembinaan dan pelatihan kepada nelayan untuk mencatat jumlah hasil tangkapan pada e-logbook penangkapan ikan agar petugas mudah melakukan pendataan produksi perikanan, sertifikasi kompetensi nelayan tuna longline, pemberian asuransi nelayan sebagai jaminan keselamatan dan kesehatan kerja, dan menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik antara pemerintah, pelaku usaha, serta negara tujuan ekspor untuk mempermudah kegiatan ekspor produk perikanan. Kerja sama antar stakeholder akan membantu strategi terimplementasi dengan baik.id
dc.description.abstractMinister of Marine Affairs and Fisheries Regulation Number 56 of 2014 concerning the temporary suspension (moratorium) of capture fisheries business licensing in the State Fisheries Management Area of the Republic of Indonesia and Regulation of the Minister of Maritime Affairs and Fisheries Number 57 of 2014 concerning the second amendment to the regulation of the Minister of Marine Affairs and Fisheries Number Per.30/MEN/2012 concerning capture fisheries business in the Fisheries Management Area of the Republic of Indonesia was made to realize responsible fisheries management. The contents of the Regulation of the Minister of Maritime Affairs and Fisheries Number 56 of 2014 include the temporary suspension of capture fisheries business licenses that are applied to fishing vessels whose construction is carried out abroad. Meanwhile, the Minister of Fisheries Regulation Number 57 regulates the prohibition of transshipment to tackle illegal, unreported, and unregulated fishing. Tuna longline is one of the fishing units affected by the regulation, so many fleets are not operating. The reduction in the longline tuna fishing fleet has led to a decline in Indonesian tuna production and exports. Tuna is an export commodity with a second export value after shrimp of USD 747,54 million in 2019. Meanwhile, in 2018, tuna, skipjack, cob (TCT) contributed to foreign exchange of USD 713,9 million or 14,69% of the total export value of fishery products. Based on volume, Indonesia's TCT exports amounted to 168,4 thousand tons or 14,69% of the total export volume of fishery products. The moratorium and banning transshipment policies caused tuna fishing businesses, especially longline tuna, to deteriorate. Indicators to illustrate this downturn are a decrease in production, a replacement of business, and a reduction in the volume of tuna exports. Then it needs efforts to revive longline tuna fishing efforts. This research aims to formulate a strategy for developing the longline tuna fishery business, which begins with an understanding of the existing conditions of the longline tuna fishery business and identifies the problems. Methodological approach to solving problems using the hard system and soft system methodology. Aspects of the problem studied in longline tuna fishery business as implications of the policy moratorium and banning transshipment are biological, technological, social, and economical. The results showed that the existing condition of longline tuna fisheries had changed before, during, and after the policy. This is a problem in the longline tuna fishery business. The dominant catch of longline tuna in Nizam Zachman Ocean Fishing Port is bigeye tuna (27%), yellowfin tuna (26%), skipjack tuna (12%), and albacore (7%), with catchment areas at WPP 572 and 573. After the policy, longline tuna production decreased from 11.768.267 tons in 2014 to 4.636.657 tons in 2019. The frequency of ships that land fish is also reducing, from 514 vessels in 2014 to 156 ships in 2019. The moratorium policy on fishing and transshipment business licenses affects longline tuna catching businesses upstream and downstream, which leads to a reduction in labor. The production value of PPS Nizam Zachman's catch from longline tuna has decreased from 2014 to 2019. The most significant decrease in value occurred in 2014 (492.39 billion rupiahs) to 2015 (278.63 billion rupiahs), so that fishing ports experienced a loss of production value from longline tuna on average of 81.29 billion. Another problem, businesses lose because they can not meet the needs of the industry and consumer demand because of the decrease in the quality of catches. This loss has an impact on the company's operations resulting in a reduction in workers. Conceptual models are formulated based on ideas and ideas from researchers without reference to the real world. Researchers developed five conceptual models based on biological, technological, social, and economic aspects. The output of conceptual model 1 is that there is an appropriate policy on longline tuna fishery business license while keeping attention to the sustainability of fish resources. The output of conceptual model 2 is the creation of good supervision for longline tuna fishery business. The output of conceptual model 3 is the profit increase for longline tuna fishery businesses. The output of conceptual model 4 is the creation of protection and empowerment of longline tuna fishers. The output of conceptual model 5 is creating excellent quality fishery products to meet the demand of the export market. Conceptual models are made compared to existing models in the real world to produce strategies. The formulation of the strategy resulting from the conceptual model is necessary to apply Regulation of the Minister of Marine Affairs and Fisheries No. 58 of 2020 well so that longline tuna fishery businesses can operate again and tuna production increases. Furthermore, it is necessary to supervise and foster longline tuna fishery business licenses with an integrated data collection system. In addition, it is required develop longline tuna fishery businesses to realize profitable and sustainable businesses. The government needs to protect and empower longline tuna fishers to improve fishermen's skills and income. The last conceptual model is that longline tuna companies need to produce excellent quality products to meet the export market demand. Strategic steps that can be taken for the development of the tuna longline business in the future are data collection on operational tuna longline vessels integrated with VMS so that the ship's position can be tracked to facilitate supervision, provide guidance and training to fishermen to record the number of catches in the fishing e-logbook. so that officers can easily collect fishery production data, certify the competence of longline tuna fishermen, provide fisherman insurance as a guarantee of occupational safety and health, and establish good cooperation and communication between the government, business actors, and export destination countries to facilitate the export of fishery products. Cooperation between stakeholders will help the strategy be appropriately implemented.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleStrategi Pemulihan Usaha Perikanan Tuna Longline dengan Pendekatan Hard dan Soft System Methodologyid
dc.title.alternativeLongline Tuna Fishery Recovery Strategy with Hard and Soft System Methodology Approachid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordconceptual modelid
dc.subject.keywordpolicyid
dc.subject.keywordstrategyid
dc.subject.keywordtuna longlineid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record