Efektivitas Suplementasi Mikrokapsul Sinbiotik untuk Pencegahan Koinfeksi WSSV dan Vibrio harveyi pada Udang Litopenaeus vannamei dalam Pengujian Lapang
Abstract
White spot syndrome virus (WSSV) merupakan penyakit yang menyebabkan kematian tinggi mencapai 100% dalam 3-10 hari dan sulit diprediksi di perairan. Patogen lain yaitu V. harveyi penyebab vibriosis menyebabkan kematian mencapai 100% dalam 4 hari. Koinfeksi antara keduanya menyebabkan tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan infeksi tunggal. Penanganan penyakit koinfeksi virus dan bakteri antara lain dengan cara memodulasi respons imun udang, penggunaan benih Specific-Pathogen-Free (SPF), aplikasi probiotik, prebiotik, sinbiotik, vaksinasi, imunostimulan dan antibiotik. Sinbiotik menjadi strategi yang digunakan dalam menghadapi serangan WSSV saat ini, alternatif terbaik untuk agen antimikroba dan bertindak sebagai peningkat kekebalan alami.
Mikroekapsulasi dilakukan dengan metode spray dryer yang merupakan metode enkapsulasi paling ekonomis, produktivitas dan hasil viabilitas sel tinggi, hasil produk bersifat kering dan stabil. Tujuan proses mikroenkapsulasi sinbiotik adalah untuk meningkatkan viabilitas sel probiotik, meningkatkan lama waktu atau durasi daya simpan, serta untuk tujuan kepraktisan aplikasi sinbiotik dalam akuakultur. Efektivitas aplikasi mikrokapsul sinbiotik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bahan penyalut, spesies, dosis, jenis prebiotik dan probiotik serta durasi atau frekuensi pemberian sinbiotik. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi efektivitas mikrokapsul sinbiotik untuk pencegahan WSSV dan V. harveyi pada udang Litopenaeus vannamei dalam pengujian lapang.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan jumlah perlakuan 5 dan 3 ulangan. Bobot udang awal 6.32±0.26 g diperoleh dari Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur. Pemeliharaan udang pada hapa berukuran (2.5 m x 1 m x 1 m) dengan padat tebar 100 ekor hapa-1. Suplementasi mikrokapsul sinbiotik dosis 1% (w/w) melalui pakan dengan lima perlakuan frekuensi: kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+) tanpa suplementasi sinbiotik dan perlakuan suplementasi sinbiotik dengan frekuensi setiap hari (A), dua kali seminggu (B) dan satu kali seminggu (C). Udang diinfeksi WSSV sebanyak 100 μL (10-4) (SID 50) melalui injeksi pada bagian punggung antara segmen ketiga dan keempat pada hari ke-32. Selang 24 jam pasca injeksi filtrat virus, udang kemudian diinfeksi bakteri V. harveyi MR5339 RfR dalam SWC cair 25 mL (106) (SID 50). PBS dengan volume yang sama juga pada udang kontrol negatif.
Parameter mikrobiologis meliputi pengamatan kelimpahan sel bakteri di usus meliputi Total Bacterial Count (TBC), Bacillus sp. NP5 RfR count, Presumptive Vibrio Count (PVC), V. harveyi MR5339 RfR, sintasan, uji konfirmasi WSSV, respons imun meliputi Total Hemocyte Count (THC), Differential Hemocyte Count (DHC), Respiratory Burst (RB), aktivitas Phenoloxidase (PO) serta performa pertumbuhan, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), Rasio Konversi Pakan (RKP), sintasan, dan konfirmasi WSSV. Hasil penelitian aplikasi mikrokapsul sinbiotik selama 30 hari pada komposisi mikroba dalam saluran cerna. Suplementasi mikrokapsul setiap hari meningkatkan THC (8.27±0.33 x 106) sel mL-1 signifikan
berbeda (p<0.05) dibandingkan dengan semua perlakuan yang lain. Pada akhir pengamatan hari ke-37 terdapat variasi nilai THC diantara perlakuan sinbiotik, kenaikan tertinggi pada perlakuan A (8.73±0.30 x 106 sel mL-1). Efek positif suplementasi sinbiotik setiap hari jelas pada TBC, pada perlakuan A hari ke-30 signifikan teredah (9.79±0.03) nilai TBC berbeda nyata (p<0.05), lalu setelah koinfeksi. Pada hari ke-37 secara agregat nilai TBC meningkat pada semua perlakuan.
keberadaan patogen V. harveyi MR5339 RfR patogen pada saluran cerna ditunjukkan dari nilai VhRf. Setelah uji tantang nilai VhRf pada perlakuan K+ (5.84±0.07) lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan dengan perlakuan mikrokapsul sinbiotik A (4.56±0.14), B (4.81±0.20), dan C (4.86±0.24). Populasi sel bakteri Bacillus sp. NP5 RfR tidak ditemukan pada kontrol dan perlakuan pada awal pemeliharaan, namun hari ke-30 populasi Bacillus sp. NP5 RfR pada perlakuan A (6.16±0.12) berbeda nyata (p<0.05) dengan perlakuan B (5.60±0.13) dan C (4.91±0.02). Pengamatan populasi Bacillus sp. NP5 RfR masih teramati pada saluran cerna pada hari ke-37. Perlakuan sinbiotik menunjukkan hasil THC, DHC, RB tertinggi dalam setiap waktu sampling, akan tetapi nilai PO pada akhir pengamatan menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara semua perlakuan.
Sintasan udang dengan perlakuan A selama pemeliharaan di tambak pada hari ke-30 (94.00±1.15) % menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan kontrol dengan persentase (73±1.73) %, sementara nilai LPS pada perlakuan A (2.34±0.02) tertinggi dibandingkan yang lain. Efek positif yang dihasilkan dalam penelitian ini juga ditunjukkan dengan peningkatan nilai LPS serta nilai FCR yang rendah serta pertumbuhan terbaik pada perlakuan A. Selain itu, perlakuan ini juga menghasilkan sintasan tertinggi sampai akhir eksperimen. Perlakuan suplementasi mikrokapsul menghasilkan pertumbuhan dan sintasan udang yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol.
Analisis Real Time PCR menunjukkan hasil positif WSSV semua sampel udang yang diinfeksi. Hasil real time PCR perlakuan sinbiotik setiap hari menunjukkan nilai Cycle Threshold (CT) yang paling tinggi sebesar 34.87 dan konsentrasi copy virus yang paling rendah sebesar 161.934 copy virus. Kesimpulan, suplementasi sinbiotik 1% pada pakan dengan frekuensi pemberian setiap hari selama 30 hari masa pemeliharaan mampu meningkatkan respons imun, kelangsungan hidup, dan performa pertumbuhan udang vaname terhadap koinfeksi WSSV dan V. harveyi dalam pengujian lapang.
Collections
- MT - Fisheries [2874]