Manajemen Adaptif Berbasis Lanskap Agroforestri untuk Pencegahan Kebakaran pada KHG Kahayan-Sebangau Kalimantan Tengah.
View/ Open
Date
2021Author
Harun, Marinus Kristiadi
Arifin, Hadi Susilo
Putri, Eka Intan Kumala
Anwar, Syaiful
Metadata
Show full item recordAbstract
Dua faktor utama yang mengancam keberlanjutan pertanian di lahan gambut
adalah pengeringan berlebih dan kebakaran. Pada penelitian ini dibangun suatu
konsep manajemen adaptif berbasis lanskap agroforestri untuk pencegahan
kebakaran. Manajemen adaptif didasarkan pada proses pembelajaran terhadap praktek
sistem agroforestri yang telah dilakukan oleh petani lokal pada Kesatuan Hidrologi
Gambut (KHG) Kahayan-Sebangau di wilayah Kelurahan Kalampangan (mewakili
lokasi transmigrasi) dan Desa Tumbang Nusa (mewakili lokasi non-transmigrasi).
Aspek teknis yang merupakan komponen penting dari manajemen adaptif pada
penelitian ini adalah manajemen bahan organik lahan, sistem penataan lahan, sistem
peringatan dini bahaya kebakaran dan kesesuaian jenis tanaman yang dibudidayakan
dengan lahan gambut (tapak budidaya). Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
Memetakan struktur, fungsi dan dinamika lanskap agroforestri; (2) Mengetahui
struktur ekonomi rumahtangga petani dan potensi bisnis pada masing-masing
fisiografi KHG; (3) Mendesain manajemen adaptif berbasis lanskap agroforestri
untuk pencegahan kebakaran; dan (4) Menyusun strategi pengembangan manajemen
adaptif berbasis lanskap agroforestri pada kawasan perdesaan gambut untuk
pencegahan kebakaran. Kebaharuan (novelti) penelitian ini adalah konsep
konektivitas KHG melalui manajemen adaptif berbasis lanskap agroforestri untuk
pencegahan kebakaran, serta sinergisme pengembangannya melalui kawasan
perdesaan (kawasan terpadu).
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Desember Tahun
2018. Kegiatan analisis vegetasi dilakukan pada sampel kebun agroforestri terpilih.
Hal ini dilakukan dengan membuat petak ukur (PU) berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 20 x 20 m sebanyak 4 (empat) buah. Parameter yang dianalisis untuk fungsi
lanskap agroforestri adalah sifat tanah gambut (fisika, kimia dan biologi). Parameter
dinamika lanskap agroforestri yang diukur pada penelitian ini adalah: TMA gambut,
iklim mikro, dan produktivitas serasah. Metode litter-trap digunakan untuk
menghitung produktivitas serasah. Tingkat kesejahteraan petani setempat diukur
berdasarkan struktur ekonomi rumah tangga petani. Responden ditentukan dengan
metode bola salju (snowball sampling) dengan kriteria petani yang melakukan
praktek agroforestri. Penyebab kebakaran dianalisis dengan metode FGD dan
wawancara dengan responden (75 orang per desa, total 150 orang). Analisis strategi
pengembangan konektivitas KHG melalui manajemen adaptif berbasis lanskap
agroforestri untuk pencegahan kebakaran dilakukan dengan menggunakan analisis
strength, weakness, opportunity dan threat (SWOT) dan konsep kawasan perdesaan
(kawasan terpadu).
iv
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem agroforestri yang telah
dikembangkan oleh petani di Kelurahan Kalampangan dapat diklasifikasikan kedalam
6 (enam) kategori, yakni: (1) agrisilvikultur, dengan 4 (empat) pola tanam; (2)
agrosilvofisheri, dengan 3 (tiga) pola tanam; (3) silvopastura, dengan 3 (tiga) pola
tanam; (4) agrofisheri, dengan 1 (satu) pola budidaya; (5) apikultur, dengan 2 (dua)
pola budidaya; dan (6) agropasturasilvofisheri, dengan 1 (satu) pola budidaya. Sistem
agroforestri yang dikembangkan oleh petani di Desa Tumbang Nusa dapat
diklasifikasikan kedalam 4 (empat) kategori, yakni: (1) agrisilvikultur (wanatani),
dengan 2 (dua) pola tanam; (2) agrosilvofisheri, dengan 3 (tiga) pola budidaya; (3)
silvofisheri, dengan 1 (satu) pola budidaya; (4) apikultur, dengan 2 (dua) pola
budidaya; dan (5) agrosilvopastura, dengan 2 (dua) pola budidaya. Lahan gambut
berpenutupan sistem agroforestri mempunyai tingkat kematangan yang lebih lanjut
dibandingkan lahan gambut berpenutupan semak belukar. Lahan gambut
berpenutupan pertanian monokultur mempunyai tingkat kematangan yang lebih lanjut
dibandingkan lahan gambut berpenutupan sistem agroforestri. Hasil pengukuran
iklim mikro terhadap 3 kondisi penutupan lahan, yakni sistem agroforestri, pertanian
monokultur dan semak belukar menunjukkan bahwa lahan gambut berpenutupan
sistem agroforestri mempunyai iklim mikro yang lebih baik. Keberadaan tajuk
komponen pohon (jelutung rawa) menyebabkan adanya naungan yang akan
mempengaruhi intensitas radiasi, sehingga selain berpengaruh langsung terhadap
tanaman semusim, juga berpengaruh tidak langsung melalui perubahan iklim mikro
di sekitar tanaman semusim.
Ketersediaan modal alam (sumberdaya alam) pada semua kategori warga
Desa Tumbang Nusa termasuk tinggi karena rumah-rumah penduduk berada di
sepanjang aliran Sungai Kahayan, sehingga mereka dapat memanfaatkan sungai
untuk mencukupi kebutuhan protein. Ketersediaan modal fisik pada warga Desa
Tumbang Nusa termasuk sangat tinggi. Hal ini terlihat pada luasan lahan yang
dimiliki oleh rumah tangga kategori 1 (50-100 Ha); kategori 2 (10-50 Ha); kategori 3
(4-10 Ha); kategori 4 (2-4 Ha); dan kategori 5 (1-2 Ha). Ketersediaan modal
sumberdaya manusia pada semua kategori termasuk rendah. Ketersediaan modal
finansial pada warga Desa Tumbang Nusa pada Kategori 1 termasuk tinggi, pada
kategori 2 dan 3 termasuk sedang dan pada kategori 4 dan 5 termasuk rendah.
Ketersediaan modal sosial warga pada semua kategori termasuk tinggi. Sumber
nafkah yang penting bagi rumahtangga warga Desa Tumbang Nusa adalah modal
alam, modal finansial dan modal sosial yang hadir dalam berbagai bentuk. Strategi
adaptasi yang paling banyak dilakukan oleh rumahtangga di semua tingkat kategori
kesejahteraan adalah strategi adaptasi ekonomi. Kontribusi agroforestri pada
pendapatan total rumah tangga petani berkisar antara 22,81% - 79,80%. Strategi
pengembangan lanskap agroforestri berbasis manajemen adaptif untuk pencegahan
kebakaran dilakukan dengan pengembangan kawasan perdesaan (kawasan terpadu).
Hal ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan internal untuk mengatasi ancaman
eksternal.
Collections
- DT - Fisheries [711]