Evaluasi Pencadangan Kawasan Konservasi Sebagai Upaya Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Sulawesi Tenggara
Date
2021Author
Wijayanto, Cahyo
Yulianda, Fredinan
Imran, Zulhamsyah
Metadata
Show full item recordAbstract
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Sulawesi Tenggara
merupakan salah satu kawasan dengan tipe Taman Wisata Perairan (TWP) yang
tertuang dalam SK Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 98 Tahun 2016, dengan
luas sebesar 21.785,14 ha. Status kawasan ini masih berbentuk pencadangan
sehingga belum memiliki sistem zonasi dan rencana pengelolaan. Tahapan
pengembangan kawasan konservasi dari fase pencadangan hingga penetapan
diperlukan penyusunanan rencana pengelolaan dan zonasi. Penentuan zona inti
akan mempertimbangkan seluruh informasi ekologi yang diperoleh di KKPD
Sulawesi Tenggara.
Kawasan konservasi diharapkan mampu menjawab tujuan konservasi yang
berfungsi sebagai kawasan penyangga kehidupan.tanpa mengabaikan kebutuhan
sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk membantu
merumuskan zona inti dan prioritas strategi dalam menunjang rencana pengelolaan
dan zonasi KKPD Sulawesi Tenggara, dicapai dengan; 1) Mengevaluasi status
kelayakan kondisi ekologi dalam kawasan konservasi; 2) Menetukan tingkat
degradasi ekosistem dalam kawasan konservasi; 3) Menentukan zona inti; dan 4)
Merumuskan serta memilih strategi prioritas untuk pengelolaan KKPD Sulawesi
Tenggara.
Kawasan konservasi mengalami perubahan luasan pasca proses inventaris
calon kawasan yang dilakukan pada tahun 2013. Dikhawatirkan terjadi penurunan
kualitas ekologi dari kawasan konservasi. Penelitian ini akan dimulai dengan
memastikan kondisi kelayakan ekologi sebagai bentuk identifikasi potensi.
Penentuan status kelayakan kawasan konservasi berdasarkan matriks yang dinilai
dengan menggunakan perhitungan bobot dan skoring. Analisis kesenjangan
digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan kriteria target konservasi.
Kesenjangan kondisi ekologi untuk memastikan data pra pencadangan dan data
pasca pencadangan sebagai bentuk verifikasi kondisi ekosistem apakah benar
mengalami penurunan kualitas.
Hasil dari analisis kelayakan ekologi, analisis kesenjangan dan informasi dari
participatory mapping akan digunakan sebagai dasar dalam menyusun rencana
pengelolaan dan zonasi di KKPD Sulawesi Tenggara. Salah satu alat analisis
kesesuaian yang dapat digunakan untuk membantu perancangan penentuan zona
inti pada kawasan konservasi adalah Marine Reserve Design Using Spatially
Explicit Anealling (Marxan). Marxan dapat digunakan untuk membantu mengatasi
konflik alokasi spasial antara zona inti (not take zone) dan pemanfaatan (use zone).
Kawasan konservasi yang akan ditetapkan juga memerlukan rencana prioritas
strategi pengelolaan. Prioritas rencana pengelolaan dirumuskan menggunakan
metode Analytic Network Process (ANP) adalah teknik yang cocok untuk
menangani masalah yang tidak terstruktur dengan mempertimbangkan faktorfaktor
yang saling mempengaruhi dan mewakili ketergantungan.
Hasil identifikasi kondisi ekologi dari kriteria dari ekosistem mangrove
diperoleh rata-rata kerapatan 1703 tegakan/ha dengan status sangat padat. Ekositem
padang lamun memiliki rata-rata tutupan sebesar 47,94% penutupan dalam kondisi
kurang kaya. Ekosistem rata-rata tutupan terumbu karang sebesar 45,74% masuk
kategori sedang. Terdapat lima biota dilindungi ditemukan seperti ikan napoleon,
kima, bambu laut, lumba-lumba penyu sisik dan penyu hijau. Hasil skoring yang
diperoleh bernilai 31 mengkategorikan kawasan dalam kondisi layak sebagai
kawasan konservasi. Namun ekosistem di kawasan konserasi mengalami penurunan
kualitas ekologi dari tahun 2012 hingga tahun 2019. Berdasarkan hasil analisis
kesenjangan penurunan pada tutupan terumbu karang sekitar 10%. Tutupan padang
lamun mengalami penurunan sebesar 17%. Ekosistem mangrove mengalami
penurunan sebesar 102 tegakan/ha.
Total luasan dari habitat penting dalam kawasan konservasi yang berhasil
diidentifikasi adalah seluas 235,37 ha. Hasil analisis kesesuaian zona inti
menggambarkan bahwa skenario A memilih zona inti sebesar 751 ha, dengan
habitat penting seluas 58,18 ha. Skenario B seluas 1008 ha, dengan habitat penting
sebesar 75,40. Skenario C sebesar 1498 ha, dengan alokasi habitat penting sebesar
94,85 ha.
Evaluasi kondisi ekosistem yang telah dilakukan, diperoleh kondisi kawasan
pencadangan dalam status layak. Namun terjadi degradasi dalam kawasan
konservasi, hal ini berdasarkan penilaian analisis kesenjangan. Hasil luasan zona
inti terpilih pada ketiga skenario di bawah 1% dari total luasan kawasan konservasi,
sehingga tidak memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh International Union for
Conservation of Nature (IUCN). Skenario B dan C telah memenuhi target
perlindungan 30% habitat penting. Rencana strategi pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Sulawesi Tenggara terbagi menjadi tiga prioritas
strategi pengelolaan. Starategi pertama memprioritaskan peningkatan pengetahuan
dan pengutan peran lembaga maupun masyarakat terhadap kawasan konservasi.
Kedua adalah fokus kepada pemulihan kondisi dan penentuan zonasi yang tepat.
Ketiga adalah fokus menyiapkan teknis pengawasan dan monitoring kawasan
konservasi. The Regional Marine Conservation Area (KKPD) of Southeast Sulawesi is
one of the areas with the type of Aquatic Tourism Park as stated in the Governor of
Southeast Sulawesi Decree Number 98 of 2016, with a total area of approximately
21,785.14 ha. Since it is plotted as a reserve, the area has no zoning system as well
as management plan. The stages from reserve to designation of conservation area
development were requiring the management and zoning plan. The determination
of the core zone will take into account to all the ecological information that obtained
in the Southeast Sulawesi KKPD.
The conservation area is expected to answer the conservation objectives, as a
living support area without ignoring the social and economic needs of the
surrounding community. This study aims to formulate core zones and strategic
priorities to support the management and zoning plan in KKPD of the Southeast
Sulawesi, through: 1) Evaluate the feasibility status of ecological conditions in the
conservation area; 2) Determine the level of ecosystem degradation in the
conservation area; 3) Define the core zone; and 4) Formulate and select the
management priority strategies of the Southeast Sulawesi KKPD.
The total of conservation area has changed after the inventory process in
2013. It might impact the ecological quality of the conservation area. The research
has started with ascertaining the conditions of ecological feasibility as a form of
potential identification—determination status of conservation areas based on a
matrix that is assessed using weight and scoring calculations. Gap analysis was
applied to identify the gaps in the conservation target criteria. The gap in ecological
conditions as an indicator to ensure pre-reserved data and post-reserve data and to
verified the alleged degradation of ecosystem conditions in the area.
The results of the ecological feasibility analysis, gap analysis, and
information from participatory mapping used as the basis to develop management
and zoning plans in the Southeast Sulawesi KKPD. The Marine Reserve Design
Using Spatial Explicit Annealing (Marxan) can be used to assist the design of core
zone determination in conservation areas. Marxan can help resolve spatial
allocation conflicts between the not take zone and the use zone. The conservation
area to be determined also requires a management strategy priority plan. The
priority management plan formulated using the Analytic Network Process (ANP)
method is a suitable technique for dealing with unstructured problems by
considering factors that influence each other and represent dependencies.
This result is based on the score from the criteria of the mangrove ecosystem,
which obtained an average density of 1703 stands/ha with a very dense status. The
seagrass ecosystem has an average cover of 47.94% in less rich conditions. The
average ecosystem cover of coral reefs is 45.74% in the medium category. There
are five protected biotas found such as napoleon fish, clams, sea bamboo, dolphins,
and turtles. The scoring results obtained are worth 31, categorizing the area
correctly as a conservation area. However, the ecosystem in the conservation area
experienced a decline in ecological quality from 2012 to 2019. Based on the gap
analysis results, the decline in coral reef cover was around 10%. Seagrass cover
decreased by 17%. Mangrove ecosystem decreased by 102 stands/ha.
The total area of critical habitats in the identified conservation areas is
approximately 235,373 ha. The results of the suitability analysis of the core zone
shows that scenario A have chosen a core zone of 751 ha, with a critical habitat of
58,181 ha. Scenario B covered an area of 1008 ha, with a critical habitat of 75,401.
Scenario C is 1498 ha, with a critical habitat allocation of 94,855 ha.
Evaluation of the ecosystem condition that has been carried out obtained the
condition of the reserve area in a decent status. However, there is degradation in the
conservation area; this is based on a gap analysis assessment. The result of the
selected core zone area in the three scenarios is below 1% of the total conservation
area, so it does not meet the criteria required by the International Union for
Conservation of Nature (IUCN). Scenarios B and C have met the target of
protecting 30% of critical habitats. The strategic plan for the Southeast Sulawesi
Regional Marine Protected Area management is divided into three priority
management strategies. The first strategy prioritizes increasing knowledge and
strengthening the role of institutions and communities in conservation areas. The
second is to focus on restoring conditions and determining the correct zoning. The
third is to focus on preparing technical supervision and monitoring of conservation
areas.
Collections
- MT - Fisheries [2877]