| dc.description.abstract | Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang pantai (shoreline) kedua, Indonesia selain memiliki kekayaan sumberdaya alam pesisir yang melimpah juga memiliki potensi bencana alam yang sangat tinggi. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, menyatakan tentang pengkoordinasian, perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir yang dilakukan oleh pemerintah dan antar sektor, selain itu pengelolaan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk untuk mengurangi kerentanan wilayah pesisir dan penduduk dari bahaya bencana pesisir. Kota Serang merupakan Kota yang terletak di dataran rendah (di bawah 100 mdpl) dan ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai kota berisiko tinggi terhadap bencana yang mengancam kehidupan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sosial ekonomi pada masyarakat pesisir Kota Serang sebagai bagian dari perumusan analisa risiko bencana; Melakukan analisis tingkat ancaman, kerentanan, dan kapasitas dalam menghadapi bencana; dan melakukan analisis skala prioritas serta membuat skenario pengelolaan ekosistem. Studi literatur dilakukan terhadap beberapa informasi umum, yaitu monografi desa, informasi kebencanaan, keanaekaragaman hayati, dan beberapa rujukan literatur yang mendukung data dan informasi di lapangan. Pendekatan penelitian menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) untuk memperoleh data primer melalui kegiatan wawancara dan Focus Group Discussion (PGD).
Hasil analisis sosial ekonomi menunjukan tingkatan usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah pendapatan, jumlah pengeluaran keluarga, kepemilikan hutang pada lembaga keuangan, kepemilikan tempat tinggal, dan kepemilikan lahan, keadaan umum masyarakat menjadi data awal untuk menganalisis ke tahap berikutnya. Untuk analisis penilaian tingkat kerentanan dan kapasitas masyarakatnya terhadap ancaman berdasarkan persepsi. Hasil analisis menunjukan bahwa permasalahan utama di Kelurahan Sawah Luhur adalah permasalahan air, hal tersebut diperkuat dengan grafik ancaman yang menunjukan kerentanan memiliki nilai sedang pada bencana sumber daya air dengan nilai (2), dan kekeringan dengan nilai (2), tetapi masyarakat memiliki kapasitas yang cukup baik dengan nilai (3), terhadap kedua bencana tersebut. Sehingga tingkat risiko yang dapat dikurangi. Berbeda halnya dengan bencana banjir dan polusi air, meski memiliki kerentanan yang tidak terlalu tinggi pada banjir dengan nilai (2), dan polusi air dengan nilai (1). Tetapi tingkat risikonya tinggi, pada bencana banjir dengan nilai (3.43) dan polusi air dengan nilai (4.29). Ini terjadi karena kapasitas masyarakat yang rendah sama-sama memiliki nilai (1). Sedangkan untuk analisis terakhir yaitu analisis prioritas dan skenario pengelolaan lingkungan. Hasil analisis menunjukan masyarakat dengan pendidikan lebih tinggi dan bermata pencaharian selain petambak dan petani lebih memilih skenario B (Pengelolaan lingkungan dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat, di mana pemerintah sebagai leader) dengan nilai/score (0.758). Sedangkan untuk masyarakat yang hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat sekolah dasar dan bermata pencaharian sebagai petani, lebih memilih sekenario A (Pengelolaan lingkungan sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah) dengan nilai/score (0.756). Meski demikian selisih nilai nilai/score A dengan B tidak terpaut jauh, hal ini diduga karena jenis mata pencaharian dan keragaman tingkat pendidikan responden sehingga berpengaruh terhadap persepsi mereka. | id |
