dc.description.abstract | Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu kawasan pesisir di
utara Pulau Sumatra yang mengalami abrasi cukup parah, sebagian besar berbatasan
langsung dengan Selat Malaka. Abrasi bisa disebabkan karena faktor alam seperti
arus dan gelombang. Selain faktor alam, aktivitas manusia juga bisa menjadi
penyebab adanya pergeseran garis pantai di kawasan ini. Aktifitas masyarakat di
Kabupaten Kepulauan Meranti yang bisa menyebabkan dampak abrasi salah
satunya adalah pemanfaatan kayu bakau untuk kegiatan sehari-hari, contohnya
kayu bakau dijadikan arang serta sebagai bahan untuk memperkuat fondasi rumah.
Aktifitas pemanfaatan kayu bakau seperti ini dapat menyebabkan pantai kehilangan
pelindung alaminya. Menurut Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BPPD)
Kabupaten Kepulauan Meranti, rata-rata abrasi mencapa 10-15 meter pertahun.
Kondisi ini tentu menjadi ancaman bagi lingkungan dan masyarakat sekitar pantai.
Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui laju perubahan
garis pantai dan tingkat kerusakan abrasi pantai yang terjadi di Kabupaten
Kepualauan Meranti, (2) menganalisis persepsi masyarakat sepanjang garis pantai
dan stakeholders yang berperan terkait bencana abrasi yang terjadi, (3) menyusun
arahan rencana penanggulangan abrasi di Kabupaten Kepulauan Meranti. Metode
untuk mengetahui perubahan garis pantai dan tingkat kerusakan abrasi yang terjadi
yaitu dengan pemanfaatan citra satelit yang diolah dengan perangkat lunak
Geographic Information System (GIS) yang terdistribusi Digital Shoreline Analysis
System (DSAS). Analisis deskriptif kualitatif dilakukan terhadap persepsi dan
partisipasi responden. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan garis pantai yang
cenderung berubah akibat abrasi. Terdapat 31 Kelurahan/Desa yang termasuk
dalam wilayah penelitian.
Pergeseran garis pantai yang terjadi di wilayah kajian penelitian berupa abrasi
dan akresi yang dianalisis menggunakan citra satelit selama 47 tahun, terbagi dalam
enam tahun pengamatan yaitu tahun 1972, 1990, 1998, 2007, 2016, dan 2019. Nilai
statistik NSM menunjukkan luasan maksimum wilayah yang terkena abrasi rataratanya mencapai 246 ha/tahun. Tingkat keparahan abrasi dibagi menjadi lima
kategori yaitu Amat Sangat Berat (12,5 m/tahun), Amat Berat (7 m/tahun), Berat
(3,6 m/tahun), Sedang (1,3 m/tahun), dan Ringan (0,25 m/tahun). Garis pantai yang
menjadi objek penelitian setiap tahunnya mengalami abrasi yang cukup tinggi.
Responden (97,7%) menyadari bahwa kawasan tempat tinggal mereka rawan abrasi.
Masyarakat yang melakukan upaya untuk menanggulangi abrasi cukup rendah yaitu
38%. Namun, jika ada ajakan bergotong royong yang digalakkan bersama, 100%
responden bersedia untuk ikut berpartisipasi. Selain itu, untuk inisiatif apabila
diperlukan iuran dana, 82% responden bersedia untuk ikut berpartisipasi. Arahan
yang diberikan dalam penanggulangan abrasi ditentukan berdasarkan kategori
kerusakan. Soft solution bisa digunakan untuk kategori kerusakan ringan,
sedangkan hard solution digunakan untuk kerusakan sedang dan berat. Namun,
untuk beberapa kondisi, kombinasi soft dan hard solution dapat digunakan. | id |