Show simple item record

dc.contributor.advisorNurjaya, I Wayan
dc.contributor.advisorSyartinilia, Syartinilia
dc.contributor.authorAlfiyati, Alfiyati
dc.date.accessioned2021-08-13T06:36:32Z
dc.date.available2021-08-13T06:36:32Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/108406
dc.description.abstractKabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu kawasan pesisir di utara Pulau Sumatra yang mengalami abrasi cukup parah, sebagian besar berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Abrasi bisa disebabkan karena faktor alam seperti arus dan gelombang. Selain faktor alam, aktivitas manusia juga bisa menjadi penyebab adanya pergeseran garis pantai di kawasan ini. Aktifitas masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti yang bisa menyebabkan dampak abrasi salah satunya adalah pemanfaatan kayu bakau untuk kegiatan sehari-hari, contohnya kayu bakau dijadikan arang serta sebagai bahan untuk memperkuat fondasi rumah. Aktifitas pemanfaatan kayu bakau seperti ini dapat menyebabkan pantai kehilangan pelindung alaminya. Menurut Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BPPD) Kabupaten Kepulauan Meranti, rata-rata abrasi mencapa 10-15 meter pertahun. Kondisi ini tentu menjadi ancaman bagi lingkungan dan masyarakat sekitar pantai. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui laju perubahan garis pantai dan tingkat kerusakan abrasi pantai yang terjadi di Kabupaten Kepualauan Meranti, (2) menganalisis persepsi masyarakat sepanjang garis pantai dan stakeholders yang berperan terkait bencana abrasi yang terjadi, (3) menyusun arahan rencana penanggulangan abrasi di Kabupaten Kepulauan Meranti. Metode untuk mengetahui perubahan garis pantai dan tingkat kerusakan abrasi yang terjadi yaitu dengan pemanfaatan citra satelit yang diolah dengan perangkat lunak Geographic Information System (GIS) yang terdistribusi Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Analisis deskriptif kualitatif dilakukan terhadap persepsi dan partisipasi responden. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan garis pantai yang cenderung berubah akibat abrasi. Terdapat 31 Kelurahan/Desa yang termasuk dalam wilayah penelitian. Pergeseran garis pantai yang terjadi di wilayah kajian penelitian berupa abrasi dan akresi yang dianalisis menggunakan citra satelit selama 47 tahun, terbagi dalam enam tahun pengamatan yaitu tahun 1972, 1990, 1998, 2007, 2016, dan 2019. Nilai statistik NSM menunjukkan luasan maksimum wilayah yang terkena abrasi rataratanya mencapai 246 ha/tahun. Tingkat keparahan abrasi dibagi menjadi lima kategori yaitu Amat Sangat Berat (12,5 m/tahun), Amat Berat (7 m/tahun), Berat (3,6 m/tahun), Sedang (1,3 m/tahun), dan Ringan (0,25 m/tahun). Garis pantai yang menjadi objek penelitian setiap tahunnya mengalami abrasi yang cukup tinggi. Responden (97,7%) menyadari bahwa kawasan tempat tinggal mereka rawan abrasi. Masyarakat yang melakukan upaya untuk menanggulangi abrasi cukup rendah yaitu 38%. Namun, jika ada ajakan bergotong royong yang digalakkan bersama, 100% responden bersedia untuk ikut berpartisipasi. Selain itu, untuk inisiatif apabila diperlukan iuran dana, 82% responden bersedia untuk ikut berpartisipasi. Arahan yang diberikan dalam penanggulangan abrasi ditentukan berdasarkan kategori kerusakan. Soft solution bisa digunakan untuk kategori kerusakan ringan, sedangkan hard solution digunakan untuk kerusakan sedang dan berat. Namun, untuk beberapa kondisi, kombinasi soft dan hard solution dapat digunakan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleStrategi Penanggulangan Abrasi di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riauid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordCoastal erotionid
dc.subject.keyworddigital shoreline analysis system (DSAS)id
dc.subject.keywordshorelineid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record