Penggunaan Celah Pelolosan pada Bubu untuk Penangkapan Ikan Kerapu dan Strategi Implementasinya di Pulau Karimunjawa.
Abstract
Karimunjawa merupakan gugusan pulau di Taman Nasional Karimunjawa
Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah dengan keanekaragaman terumbu karang
cukup tinggi. Perairan Karimunjawa memiliki potensi ikan karang diperkirakan
sebanyak 509 spesies yang berpeluang untuk dimanfaatkan melalui kegiatan
penangkapan. Salah satu jenis alat tangkap yang umum digunakan untuk
menangkap ikan karang yakni bubu. Pengoperasian bubu dengan metode menjebak
ikan kerapu sebagai target tangkapan utama.
Permintaan ikan kerapu hidup cukup tinggi mencapai 3000 kg per tahun
dengan kisaran harga Rp 250.000,00 hingga Rp 270.000,00/kg. Tingginya harga
ikan kerapu mendorong nelayan menangkap semua ukuran, termasuk ikan kerapu
muda yang belum pernah memijah (immature fish). Apabila hal ini diabaikan, akan
berpeluang mengancam status keberlanjutan sumber daya ikan kerapu. Salah satu
cara untuk mengurangi hasil tangkapan ikan kerapu muda yang belum layak
tangkap yakni dengan penggunaan celah pelolosan. Namun hingga saat ini, belum
diketahui efektivitasnya ketika diaplikasikan pada penangkapan ikan kerapu
dengan bubu di perairan Pulau Karimunjawa.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis komposisi hasil tangkapan
dan menilai efektivitas penggunaan celah pelolosan, (2) mendeskripsikan respon
tingkah laku ikan kerapu setelah terperangkap ke dalam bubu, (3) mengestimasi
rasio kelangsungan hidup ikan kerapu pasca penangkapan, dan (4) merumuskan
strategi implementasi alat tangkap bubu yang dilengkapi celah pelolosan untuk
meloloskan ikan kerapu muda yang belum layak tangkap.
Penelitian dilakukan dengan metode experimental fishing (penangkapan ikan
eksperimental). Pengumpulan data melalui observasi, pengukuran langsung di
lapangan, dan wawancara. Penangkapan ikan eksperimental dilakukan dengan
menggunakan 3 (tiga) unit bubu bercelah pelolosan dan 3 (tiga) unit bubu tanpa
celah pelolosan. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yakni daya tangkap
bubu, keahlian nelayan, dan kondisi oseanografi perairan di mana alat tangkap
dioperasikan, sama. Efektivitas penggunaan celah pelolosan dihitung berdasarkan
jenis dan ukuran ikan kerapu yang tertangkap dan lolos melalui celah pelolosan
kemudian dianalisis secara deskriptif. Pengamatan respon tingkah laku ikan kerapu
setelah terperangkap ke dalam bubu dilakukan dengan kamera video bawah air.
Kondisi ikan pasca pelolosan diobservasi kerusakan fisiknya. Kelangsungan hidup
ikan kerapu pasca penangkapan dianalisis dan digambarkan kurvanya. Kurva rasio
kelangsungan hidup diestimasi dengan metode kuadrat terkecil non linier
menggunakan fasilitas Solver pada Microsoft Excel. Strategi implementasi alat
tangkap bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan untuk meloloskan ikan
kerapu belum layak tangkap dirumuskan dengan metode Interpretive Structural
Modelling (ISM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan celah pelolosan dapat
menurunkan hasil tangkapan ikan kerapu muda yang belum layak tangkap dengan
tingkat efektivitas 69.23%. Ikan kerapu memberikan respon tingkah laku yang
berbeda antar jenis dan kondisi fisik pasca penangkapan. Proses penangkapan
mengakibatkan sejumlah kerusakan fisik. Kerusakan fisik yang teridentifikasi yakni
kerusakan pada kepala bagian atas, mulut bagian bawah, badan dan insang.
Kerusakan fisik didominasi oleh ikan kerapu berukuran layak tangkap. Ikan kerapu
yang mengalami kerusakan fisik menunjukkan perilaku berenang tidak normal dan
penurunan nafsu makan. Ikan kerapu pasca pelolosan dapat bertahan hidup dengan
rasio kelangsungan hidup pada hari ke-8 pasca penangkapan sebesar 77.88%
dimana rasio kelangsungan hidup ikan juvenil 86.40% lebih tinggi dibanding ikan
kerapu dewasa 69.20%.
Implementasi bubu yang dapat meloloskan ikan kerapu belum layak tangkap
memerlukan aksi strategis dan sinergi dengan memperhatikan elemen kunci. Sub
elemen pada elemen tujuan yang teridentifikasi menjadi kunci berdasarkan hasil
penelitian, yakni meloloskan ikan kerapu belum layak tangkap dengan
kelangsungan hidup tinggi. Strategi implementasi membutuhkan sejumlah aktivitas
yang menjadi kunci sehingga perlu untuk segera dilakukan, yakni uji coba operasi
bubu dilengkapi celah dengan pelolosan, meningkatkan koordinasi antar instansi
dan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait, dan meningkatkan pengawasan
serta penegasan sanksi pelanggaran. Implementasi ini menimbulkan kekhawatiran
akan menurunkan pendapatan nelayan. Kekhawatiran tersebut menjadi kunci dalam
elemen kendala yang berpotensi menghambat pelaksanaan program sehingga perlu
untuk segera dicarikan solusi. Ketika kendala yang menjadi elemen kunci teratasi,
maka elemen lain dapat segera terselesaikan untuk meminimalisir kegagalan
sehingga implementasi dapat berjalan sesuai tujuan. Keberhasilan implementasi
bubu yang dilengkapi celah pelolosan tidak terlepas dari peran sejumlah lembaga
dan stakeholder terkait. Lembaga yang memiliki keterlibatan cukup vital dalam
pelaksanaan implementasi ini, yakni DKP Provinsi Jawa Tengah, DKP Kabupaten
Jepara dan kelompok nelayan. Pelaksanaan implementasi akan memberikan
pengaruh terhadap sejumlah kalangan masyarakat dimana dalam hal ini nelayan
bubu yang menjadi elemen kunci. Artinya nelayan berperan sebagai pihak yang
menggerakkan dan mempengaruhi sub elemen lain untuk keberhasilan
implementasinya.
Collections
- MT - Fisheries [2934]