Show simple item record

dc.contributor.advisorAnwar, Faisal
dc.contributor.advisorPalupi, Eny
dc.contributor.authorLirizka, Sessy Paramita
dc.date.accessioned2021-02-26T14:04:53Z
dc.date.available2021-02-26T14:04:53Z
dc.date.issued2021-02-04
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/106110
dc.description.abstractPopulasi di dunia yang terus berkembang menyebabkan bertambahnya permintaan terhadap bahan makanan terutama protein. Banyak penelitian yang mengungkap serangga menjadi salah satu alternatif protein yang saat ini mulai menjadi tren konsumsi dunia. Mengonsumsi serangga telah menjadi bagian dari budaya di beberapa negara, jumlah masyarakat dunia yang mengonsumsi serangga berkisar 30% dari total populasi. Dari sisi kandungan gizi, serangga menjadi perhatian karena tinggi akan protein, mineral, vitamin, serta asam lemak PUFA (poly unsaturated fatty acids), dan omega-3 yang sangat dibutuhkan oleh ibu hamil Kebutuhan makanan selama masa kehamilan berbeda dengan kebutuhan sebelum masa kehamilan, kebutuhan meningkat untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin. Kebutuhan gizi yang meningkat menyebabkan ibu hamil menjadi kelompok yang rawan terkena masalah gizi akibat kekurangan zat gizi makro maupun mikro. Data asupan protein ibu hamil di DKI Jakarta pada tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya 39% yang memenuhi kebutuhan protein harian, sementara di Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang hanya 8,6%. Di Jawa Barat, 96% ibu hamil yang asupan seng nya belum memenuhi kebutuhan. Sebesar 84,7% ibu hamil di Kelurahan Bangetayu Kota Semarang yang asupan seratnya belum memenuhi kebutuhan harian. Saat ini banyak penelitian yang menciptakan formula makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil dengan menggunakan bahan baku lokal asli Indonesia. Meningkatnya perhatian terhadap serangga sebagai pangan sumber protein, vitamin, mineral, serat, dan asam lemak PUFA, peneliti tertarik untuk mengombinasikan pemanfaatan serangga dan masalah kekurangan asupan pada ibu hamil yang ada di Indonesia. Salah satu jenis serangga di Indonesia yang telah dikonsumsi adalah belalang kayu yang dikenal dengan Javanese grasshopper atau Valanga nigricornis. Sejak dahulu belalang kayu tersebut hanya dikonsumsi oleh sebagian kecil rakyat Yogyakarta. Alasan masyarakat enggan untuk mengonsumsi belalang tersebut terkait citra belalang itu sendiri yang masih dianggap menjijikkan dan dinilai makanan inferior. Belalang kayu mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan telur dan ikan, belalang juga mengandung omega 3 dan 6, serta memiliki bau amis yang khas mirip dengan ikan. Salah satu makanan olahan ikan yang banyak digemari adalah pempek. Bisa dilihat bahwa banyak masyarakat Indonesia dari berbagai daerah mengetahui makanan tradisional yang disebut pempek. Melihat potensi tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti dan melakukan pengembangan produk makanan berupa pempek yang terbuat dari belalang kayu untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil. Desain penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor yang diberikan kepada unit perlakuan adalah perbandingan antara belalang kayu dan tepung tapioka yang terdiri dari tiga taraf F1, F2, dan F3 (75%:25%, 50%:50%, 25%:75%). Penelitian ini menggunakan belalang kayu sebagai bahan pengganti ikan yang biasa digunakan dalam proses pembuatan pempek tradisional. Pemilihan lokasi untuk memperoleh sampel belalang kayu (Valanga nigricornis) menggunakan metode purposive di Gunungkidul, Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 hingga Maret 2020. Data hasil penelitian diolah menggunakan Microsoft Excel 2013 dan IBM SPSS 25.0 for windows, data kandungan gizi diolah menggunakan uji T-Test dan data organoleptik yang meliputi uji ranking dan uji rating (warna, aroma, tekstur, rasa, aftertaste, dan overall) dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis. Uji lanjut yang digunakan adalah Mann Whitney dengan nilai signifikansi (p-value) <0,05. Belalang kayu Javanese bird grasshopper atau Valanga nigricornis dapat diolah menjadi produk makanan berupa pempek belalang kayu dan formula yang disukai oleh panelis yaitu formula 2 (F2) 50% belalang kayu dan 50% tepung tapioka. Analisis proksimat pempek belalang kayu terpilih menghasilkan kandungan air sebesar 45,47%, kadar abu 2,45%, lemak 13,64%, protein 12,40%, karbohidrat 26,02%, serat pangan 6,01%, kalsium 158,17 mg/100 g, zat besi 2,62 mg/100 g, dan seng 2,59 mg/100 g, serat pangan 6,01 g/100 g, dan energi sebesar 276,50 kkal per 100 g pempek belalang kayu. Kontribusi energi pempek belalang kayu per takaran saji (100g) terhadap persentase ALG ibu mampu memenuhi 11% energi, 16% protein, 17,17% serat pangan, 16% seng, 11% omega-3, 15% omega-6, dari angka kebutuhan gizi ibu hamil. Daya terima pempek belalang kayu adalah 92,8%, dengan estimasi harga pempek belalang kayu per takaran saji adalah Rp12.607,00 per 100 g (takaran saji). Asam amino pembatas pada belalang kayu mentah dan pempek belalang kayu adalah asam amino sulfur, proses pengolahan mempengaruhi skor kimia belalang kayu yang awalnya 35,46 menjadi pempek belalang kayu adalah 52,17. Asam amino pembatas pada pempek ikan tenggiri adalah valin dengan skor kimia 54,49, sedangkan asam amino pembatas pada pempek kulit ikan tenggiri adalah triptofan dengan skor kimia 42,69. Skor kimia pempek belalang kayu masih dapat ditingkatkan dengan cara mengonsumsi pempek belalang kayu dengan bahan pangan sumber asam amino sulfur seperti mi kuning.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePengembangan Produk Pempek Belalang Kayu (Valanga nigricornis) sebagai Pangan Selingan Ibu Hamilid
dc.title.alternativeProduct development of Pempek made from Javanese Grasshoppers (Valanga nigricornis) as a Snack for Pregnant Womanid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordjavanese grasshopperid
dc.subject.keywordpempekid
dc.subject.keywordpregnant womanid
dc.subject.keywordproduct developmentid
dc.subject.keywordvalanga nigricornisid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record