dc.description.abstract | Ikan nila merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang tersebar luas
dan banyak dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Namun,
tantangan utama dalam budidaya campur kelamin adalah terjadinya kematangan
gonad yang terlalu cepat dan pemijahan yang tidak terkendali yang sering
mengakibatkan kepadatan tinggi dan pertumbuhan lambat, karena energi yang
seharusnya digunakan untuk pertumbuhan somatik dialihkan ke pertumbuhan dan
perkembangan gonad. Akibatnya untuk mencapai ukuran konsumsi, ikan
membutuhkan waktu yang lama. Beberapa metode telah dikembangkan untuk
mengendalikan reproduksi ikan nila diantaranya seks reversal, seleksi, hibridisasi
atau manipulasi genetik. Diantara metode ini, teknik seks reversal yang paling
populer dengan menggunakan hormon steroid sintetik 17α-metiltestosteron (MT).
Namun, penggunaannya sudah dibatasi terkait dampak negatif terhadap
lingkungan, kesehatan, dan relatif mahal. Oleh karena itu, perlu upaya lain dengan
tujuan yang sama melalui penghambatan perkembangan gonad dengan metode
hormonal, untuk memaksimalkan pertumbuhan somatik. Salah satu hormon yang
berperan dalam hal ini adalah hormon steroid. Sumber hormon steroid eksogenus
dapat berasal dari hewan (steroid) dan tanaman (fitosteroid/steroid -like substance).
Fitosteroid diketahui memiliki peran dalam menghambat perkembangan gonad dan
meregulasi pertumbuhan ikan. Salah satu tanaman potensial yang memiliki sifat
steroidogenik adalah tanaman Melastoma malabathricum L. Dengan demikian,
tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan dosis optimum ekstrak daun
karamunting yang dapat menghambat perkembangan gonad ikan nila sehingga
meningkatkan laju pertumbuhan somatik dan mengevaluasi pengaruhnya sebagai
agen seks reversal alami pada ikan nila
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dengan tiga
ulangan: ekstrak 0 g kg-1
pakan (K), ekstrak 0,5 g kg-1
pakan, 1 g kg-1
pakan, 2 g
kg-1
pakan, dan 4 g kg-1
pakan. Larva ikan nila sebelum diferensiasi seks (7 dph)
dengan bobot 12±0,001 mg dan panjang 8,7±0,004 mm secara acak dimasukkan ke
dalam 15 buah akuarium (100×50×50 cm3
) dengan menggunakan sebuah sistem
resirkulasi. Ikan tersebut diberi pakan komersial (CP 41%) yang diberi ekstrak daun
karamunting dengan berbagai dosis secara at satiation (tiga kali sehari) selama 112
hari (16 minggu). Penggantian air tandon dilakukan sebanyak 15% per minggu di
bulan pertama, sebanyak 30% di bulan kedua dan ketiga, serta 50% di bulan
keempat. Penimbangan bobot dan pengukuran panjang dilakukan setiap dua
minggu sekali. Sampling gonado somatik indeks (GSI) dan pembuatan preparat
histologi gonad dilakukan pada minggu ke-12 (D84), ke-14 (D98), dan ke-16
(D112). Perhitungan nisbah kelamin, tingkat kelangsungan hidup kumulatif, dan
konversi pakan selama pemeliharaan dilakukan di akhir penelitian. Pengukuran
kualitas air (pH dan suhu) dilakukan setiap hari, dissolved oxygen (DO) setiap
minggu dan amonium total (total ammonical nitrogen, TAN) di awal dan akhir
penelitian. Penyifonan feses dan sisa pakan dilakukan untuk tetap menjaga kualitas
air.
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata bobot, panjang, laju pertumbuhan
mutlak, dan laju pertumbuhan harian tertinggi, serta FCR terendah diperoleh pada
perlakuan 1 g kg-1
pakan yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan
kontrol. Nilai nisbah kelamin jantan tertinggi diperoleh pada perlakuan 4 g kg-1
pakan (80,12±4,67%) yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol
(66,68±7,22%), namun nilai sintasannya paling rendah (84,44±5,09%)
dibandingkan dengan kontrol (93,33±3,34%). Semua perlakuan tidak berbeda nyata
(P>0,05) terhadap nilai GSI pada sampling D84 dan D98. Namun, perlakuan 1 g
kg-1
pakan pada sampling D112 berbeda nyata (P<0,05) dengan semua perlakuan.
Hasil histologi gonad di akhir penelitian (D112) menunjukkan bahwa perlakuan 1
g kg-1
pakan mengindikasikan penghambatan perkembangan testis dan ovari yang
paling besar yang masing-masing berada pada TKG II, dibandingkan dengan
perlakuan 0,5 g kg-1
pakan (TKG III), dan dibandingkan dengan kontrol (TKG IV
dan TKG V). Pada dosis tinggi (4 g kg-1
pakan) menunjukkan efek penghambatan
hanya terjadi pada ovari tetapi tidak pada testis yang ditunjukkan dengan nilai GSI
tertinggi dan hasil histologinya berada pada TKG II (D84), TKG III (D98), dan
TKG IV (D112) dengan fase perkembangan relatif sama dengan kontrol. Selama
pemeliharaan parameter kualitas air berada pada batas toleransi ikan uji yakni DO
(4,1−6,8 mg L
-1
), TAN (0,01−0,97 mg L
-1
), pH (6,5−7,6), dan suhu (26−29°C).
Dengan demikian perlakuan 1 g kg-1
pakan merupakan dosis terbaik dalam
menghambat perkembangan gonad ikan nila dan memberikan performa
pertumbuhan terbaik. Ekstrak daun karamunting juga potensial sebagai agen sex
reversal alami pada ikan nila. | id |
dc.description.abstract | Tilapia is an important freshwater aquaculture species that is widely
distributed and cultivated because it has high economic value. However, the main
challenge in the mixed-sex culture is their precocious maturation and uncontrolled
spawning, which often resulted in overcrowding and stunted of the fish, since the
energy that should be used for somatic growth is diverted to gonad growth and
development. Hence, it takes a long time to reach the market size. Several methods
have been developed to control tilapia reproduction including sex reversal,
selection, hybridization, or genetic manipulation. Of all these methods, the sex
reversal technique is the most popular using synthetic steroid hormone 17αmethyltestosterone (MT). However, its use has been limited due to negative impacts
on the environment, health, and relatively expensive. Therefore, other efforts need
to be made with the same goal through retardation of gonad maturation by hormonal
methods, to maximize somatic growth. Steroid hormones are known to have a role
in the process of inhibition of gonad maturation and regulate growth in tilapia.
Exogenous steroid hormone sources derived from animals (steroids) and plants
(phytosteroid/steroid-like substance). One of the potential plants that have
steroidogenic properties derived from the Melastoma malabathricum L plant. Thus,
the main objective of this study was to determine the optimum dose of extract M.
malabathricum leaves that could inhibit the gonadal development of tilapia to
increase the rate of somatic growth and evaluate its effectiveness as a natural sex
reversal agent in tilapia production.
This research was carried out experimentally using a Completed Randomized
Design consisting of five treatments (extract 0, 0.5, 1, 2, and 4 g kg-1
diet) and three
replications, respectively. Undifferentiated larvae of tilapia (7 dph) with a weight
of 12±0,001 mg and length 8.7±0,004 mm randomly distributed (n=30) to fifteen
aquaria tanks (100×50×50 cm3
) using a recirculation system. They were fed a
commercial diet (41% crude protein) sprayed with varying doses of M.
malabathricum leaves extract at satiation (three times a day) for 112 days. During
the study, the water in tandon replaced as much as 15% per week in the first month,
while in the second and the third month was 30% and in the fourth month was 50%
per week. Measurement of fish weight and length were done every two weeks. GSI
sampling and gonad histological preparation were made at 12th (D84), 14th (D98),
and 16th (D112) week. Observation of sex ratio, cumulative survival rate, and feed
conversion during experimental were carried out at the end of the study.
Measurements of water quality (pH and temperature) were done every day,
Dissolved Oxygen (DO) as every week, and total ammonical nitrogen (TAN) at the
beginning and the end of the study. Siphoning of fecal and wasted feed was carried
out to maintain water quality.
The results obtained showed that the highest average body weight, length,
growth rate, and specific growth rate, as well as the lowest FCR of treated fish in
the treatment of 1 g kg-1
diet, was significantly different (P<0.05) compared to the
control. The highest male sex ratio was obtained in the treatment of 4 g kg-1
diet
(80.12±4.67%) was significantly different (P<0.05) compared to the control
(66.68±7.22%), but the survival rate was the lowest (84.44±5.09%) compared to
the control (93.33±3.34%). All treatments were not significantly different (P>0.05)
on the GSI values in the sampling of D84 and D98. However, the treatment of 1 g
kg-1
diet in the sampling of D112 was significantly different (P<0.05) from all
treatments. The final histological results (D112) showed that the treatment of 1 g
kg-1
diet indicated the greatest inhibition of the testes and ovaries, which was in
stage II compared to the treatment of 0.5 g kg-1
diet (stage III), and compared to the
control (stage IV and stage V), respectively. At the high doses (4 g kg-1
diet) showed
that the inhibitory effect only occurred on the ovaries but not on the testes which
was shown with the highest GSI values and the histological results were at stage II
(D84), stage III (D98), and stage IV (D112) with relatively the same developmental
phase as controls. The water quality parameters during the experiment are within
the tolerance limits of treated fish such as DO (4.1−6.8 mg L-1
), TAN (0.01−0.97
mg L-1
), pH (6.5−7.6), and temperature (26−29°C). Therefore, administration of 1
g extract kg-1
diet was the best dose in inhibiting of gonadal development of tilapia
and suggested as a potential natural sex reversal agent in tilapia. | id |