Show simple item record

dc.contributor.advisorSetiawan, Budi
dc.contributor.advisorPalupi, Eny
dc.contributor.authorDzulhijjah, Rahmi
dc.date.accessioned2021-02-01T05:25:31Z
dc.date.available2021-02-01T05:25:31Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/105585
dc.description.abstractProtein penting sebagai salah satu zat gizi yang dibutuhan oleh tubuh. Lebih dari sepertiga asupan protein masyarakat Indonesia berasal dari pangan olahan kedelai (soyfood) dan lebih dari 70% kedelai yang dikonsumsi di Indonesia berasal dari impor. Upaya pencarian alternatif protein nabati ini selaras dengan upaya global protein sustainability dan lasting health. Indonesia memiliki banyak jenis kacang-kacangan salah satunya lamtoro (Leucaena leucocephala). Lamtoro merupakan jenis kacang-kacangan yang memiliki kandungan zat gizi lengkap. Produktivitas tinggi serta kemampuan beradaptasi dengan suhu dan iklim kering seperti di Indonesia menjadi kelebihan tanaman lamtoro. Namun, ternyata lamtoro mengandung zat anti gizi yang dapat menurunkan proses penyerapan zat gizi didalam tubuh. Hasil studi sebelumnya, mengungkapkan bahwa proses fermentasi dapat menurunkan zat anti gizi, meningkatkan nilai gizi, daya cerna protein, meningkatkan nilai sensori dan sifat fisik. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, remaja usia 13-15 tahun (8,7%) dan remaja usia 16-18 tahun (8,1%) memiliki kondisi kurus dan sangat kurus. Remaja merupakan salah satu kelompok rentan gizi karena memerlukan zat gizi yang lebih besar untuk siklus pertumbuhan dan perkembangannya. Pola pertumbuhan, kematangan pubertas, ukuran individu berpengaruh terhadap remaja. Remaja putra memiliki masa “the peak height velocity (PHV)” yang lebih signifikan, penambahan masa otot dua kali lebih banyak dan rangka yang lebih besar, tingkat metabolisme basal sekitar 10% lebih tinggi dibandingkan remaja putri. Hal ini menyebabkan angka kecukupan zat gizi pada remaja putra lebih besar dari pada remaja putri. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental di laboratorium. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari sampai September 2020. Data yang dikumpulkan terdiri dari kandungan nilai gizi dan data organoleptik berupa hasil uji hedonik yang diolah menggunakan SPSS 22.0. Data kandungan nilai gizi dianalisis menggunakan uji Paired T-Test dan data hedonik atau rating test (warna, aroma, tekstur, rasa, aftertaste, dan overall) dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan uji lanjut Mann Whitney sebagai dengan nilai signifikansi (p) <0,05. Proses fermentasi mempengaruhi perubahan kandungan nilai gizi dari aspek peningkatan skor asam amino dan daya cerna proteinnya yaitu dari 33,93 menjadi 89,61. Asam amino pembatas pada biji lamtoro yaitu asam amino sulfur sedangkan pada tempe yaitu lisin. Selain itu, terdapat peningkatan nilai daya cerna protein pada biji lamtoro setelah dilakukan fermentasi. Biji lamtoro memiliki nilai daya cerna protein sebesar 99,62% dan meningkat pada tempe lamtoro menjadi 99,88%. Asam lemak terbanyak pada biji lamtoro adalah asam lemak tak jenuh ganda, diikuti dengan asam lemak jenuh dan asam lemak jenuh tunggal. Khusus asam lemak linoleat jumlahnya lebih besar dibanding asam lemak linolenat baik pada biji maupun pada tempe lamtoro. Rasio asam lemak linoleat dengan asam lemak linolenat pada biji maupun tempe lamtoro ialah 0,7:1. Kandungan asam lemak pada biji dan tempe lamtoro memiliki kualitas baik karena sesuai dengan rekomendasi dari WHO dan FAO (5:1). Kandungan tanin pada biji lamtoro menurun setelah difermentasi dari 52,11 menjadi 4,20 mg/asam tanat. Tingkat kekerasan pada tempe lamtoro memiliki nilai 29,25 sedangkan pada tempe kedelai sebagai pembanding yaitu 32,50 mg/asam tanat. Tampak bahwa perlakuan oven memiliki rata-rata skor tertinggi untuk aroma, tekstur dan kriteria keseluruhan dari kecuali skor rasa dan warna pada tempe goreng. Tetapi tidak berbeda secara signifikan antara tempe segar dengan yang dilakukan pengeringan. Tempe lamtoro yang diolah menggunakan metode digoreng dan dioven dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan makanan tambahan dengan konsentrasi tempe lamtoro yang lebih banyak (60%), kacang merah yang lebih sedikit (35%) dan brondong beras (5%). Kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat berturut-turut pada 100 g snack bar adalah 385,44 kkal, 17,62 g, 3,18 g dan 71,58 g. Kandungan protein per 100 g snack bar memenuhi sekitar 29% dari ALG umum. Kandungan serat dikatakan sebagai tinggi serat karena berdasarkan BPOM (2016) produk dikatakan serat tinggi apabila mengandung 6 g/100 g. Kandungan mineral Fe memenuhi sekitar 22, 27% dari kebutuhan Fe remaja, sehingga dapat diklaim sebagai sumber mineral Fe. Estimasi harga produk snack bar tempe lamtoro dengan satu takaran saji yaitu Rp1.700,00. Harga snack bar tempe lamtoro lebih rendah dibandingkan dengan snack bar komersil lainnya (rata-rata dari Rp3.500,00 sampai Rp12.300).id
dc.description.abstractProtein is essential nutrients that the body needs. More than a third of Indonesian people's protein intake comes from processed soy foods (soyfood) and more than 70% of soybeans consumed in Indonesia come from imports. Globally, efforts to find alternatives to vegetable protein are in line with global protein sustainability efforts and lasting health. Indonesia has many types of beans, one of which is lamtoro. Lamtoro are beans that contain complete nutrients. High productivity and the ability to adapt to dry temperatures and climates such as in Indonesia are the advantages of lamtoro plants. However, it turns out that lamtoro contains anti nutritional substances. The results of previous studies revealed that the fermentation process can reduce antinutritional substances, increase protein digestibility, optimize nutritional value, increase sensory value and physical properties. Results of Basic Health Research at Indonesia in 2018, adolescents aged 13-15 years (8,7%) and adolescents aged 16-18 years (8,1%) with thin and very thin conditions. Adolescents are one of the nutritionally vulnerable groups because they require greater nutrition for their growth and development cycle. Growth patterns, puberty maturity, and individual size affect adolescents. Adolescent male have a more significant peak height velocity (PHV) period, twice as much muscle mass gain and a larger skeleton, basal metabolic rate about 10% higher than adolescent female. This study used an experimental design in the laboratory. The research was started from January to September 2020. The data collected consisted of nutritional value content and organoleptic data in the form of hedonic test results processed using SPSS 22.0. The results of data on nutritional value using the Paired T-Test and hedonic data or rating tests (color, aroma, texture, taste, aftertaste, and overall) were analyzed using the Kruskal Wallis test and the follow-up test used was the Mann Whitney. The fermentation process affects changed in nutritional value, namely from the aspect of increased protein digestibility and the amino acid score. Increased amino acid score from 33,93 to 89,61. In addition, there was an increased in the protein digestibility value of lamtoro seeds after fermentation. Lamtoro seeds had protein digestibility (99,62%) and increased in tempe lamtoro (99,88%). Most of the fatty acids in lamtoro bean are polyunsaturated fatty acids, followed by saturated fatty acids and monounsaturated fatty acids. The ratio of linoleic fatty acids to linolenic fatty acids in seeds and tempeh lamtoro is 0,7: 1. Good quality fatty acids had ratio of linoleic fatty acids to linolenic fatty acids that do not exceed 5:1. The tannin content of lamtoro bean decreased after fermentation from 52,11 to 4,20. It appears that the oven treatment had the highest average score for aroma, texture and overall criteria except for the taste and color scores on fried 6 tempeh. However, there was no significant difference between dried and fresh tempe. Tempe lamtoro that is processed used the frying and oven method can be used as an ingredient in maked additional food with a higher concentration of tempe lamtoro (60%), less red beans (35%) and rice popcorn (5%). The nutritional content of energy and nutrients (protein, fat, and carbohydrates) in 100 g snack bar, respectively are 385,44 kcal, 17,62 g, 3,18 g and 71,58 g. The protein content per 100 g of the snack bar about 29% of the general ALG. Fiber content is said to be high in fiber because based on BPOM (2016) a product is said to be high fiber if it contains 6 g / 100 g. The mineral content of Fe fulfills about 22,27% of the needed of juvenile Fe, so it could was claimed as a source of Fe minerals. The estimated price of the tempe lamtoro snack bar product per serving is around Rp1700,00. The product price of the tempe lamtoro snack bar was cheaper than the commercial snack bar (on average from Rp3.500,00 to Rp12.300,00).id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePengembangan produk snack bar berbahan tempe lamtoro (leucaena leucocephala) untuk makanan tambahan remaja putraid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordadolescent maleid
dc.subject.keywordleucaena leucocephalaid
dc.subject.keywordsupplementary foodid
dc.subject.keywordsnack barid
dc.subject.keywordtempe lamtoroid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record