Show simple item record

dc.contributor.advisorManaf, Lisdar A
dc.contributor.advisorNandika, Dodi
dc.contributor.authorSalman, Ali Bin Abithalib
dc.date.accessioned2021-01-30T06:34:51Z
dc.date.available2021-01-30T06:34:51Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/105552
dc.description.abstractKayu karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) merupakan salah satu jenis kayu yang banyak digunakan sebagai bahan baku mebel terutama di Thailand, Malaysia dan Indonesia. Hal ini dapat dimengerti mengingat kayu tersebut memiliki kekuatan yang cukup tinggi (Kelas Kuat II), namun kayu tersebut tergolong kurang awet (Kelas Awet IV) sehingga rentan terhadap serangan cendawan pewarna (staining fungi). Serangan cendawan tersebut menyebabkan kayu karet mengalami perubahan warna (discoloration) sehingga menurunkan nilai estetikanya. Fakta di lapangan menunjukkan tingginya frekuensi serangan cendawan pewarna pada kayu karet yang digunakan sebagai bahan baku pada industri mebel. Namun demikian jenis dan karakteristik cendawan tersebut belum diketahui. Sementara itu untuk mencegah serangan cendawan tersebut pengelola industri kayu karet biasanya menggunakan bahan pengawet kayu. Padahal bahan pengawet kayu tersebut berbahaya terhadap lingkungan dan manusia. Oleh sebab itu, dibutuhkan bahan pengawet kayu yang ramah lingkungan dan mampu menghambat pertumbuhan cendawan pewarna. Salah satu bahan organik yang mudah diperoleh, berlimpah, aman terhadap lingkungan dan memiliki potensi yang baik sebagai antifungi adalah kitosan. Suatu penelitian laboratoris telah dilakukan untuk mengidentifikasi cendawan pewarna pada kayu karet dan menguji efektivitas kitosan dalam menghambat pertumbuhan cendawan tersebut. Isolasi cendawan pewarna dilakukan dengan memotong sampel kayu karet yang terserang cendawan pewarna menjadi contoh uji berukuran 2x2x1cm, kemudian disterilisasi permukaannya dan diinkubasi selama tujuh hari pada suhu ruang. Seleksi cendawan pewarna didasarkan atas persentase pertumbuhan masing-masing isolat terhadap contoh uji. Isolat yang terseleksi digunakan pada proses identifikasi dan uji hambatan pertumbuhan cendawan pewarna oleh kitosan pada media padat dan cair. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat delapan isolat cendawan pewarna pada contoh uji dengan kode, yaitu I1, I2, I3, I4, II1, II2, II3, dan II4. Dua diantaranya menunjukkan persentase pertumbuhan tertinggi terhadap luas contoh uji, yaitu isolat I4 dan II4 dengan nilai sebesar 90.6% dan 96.2%. Persentase pertumbuhan yang dihasilkan ditunjukkan dalam bentuk skor dengan nilai skor untuk kedua isolat adalah 5 yang berarti adanya pertumbuhan yang sangat tinggi terhadap contoh uji. Enam isolat lainnya masing-masing menunjukkan persentase pertumbuhan sebesar 0% untuk isolat I1 dan II1, 20.5% untuk isolat II2, 27.3% untuk isolat I2, 47.5% untuk isolat II3 dan 52.6% untuk isolat I3. Persentase pertumbuhan yang dihasilkan oleh enam isolat tersebut memiliki skor 0 untuk isolat I1 dan II1, skor 2 untuk isolat I2 dan II2 dan skor 3 untuk isolat I3 dan II3. Isolat I4 memiliki kekerabatan terdekat dengan Aspergillus foetidus dari Filum Ascomycota yang tergabung dalam Aspergillus section Nigri, sedangkan isolat II4 memiliki kekerabatan terdekat dengan Aspergillus aflatoxiformans yang tergolong dalam kelompok Aspergillus section Flavi. Secara makroskopis, bagian atas isolat I4 berwarna hitam, sedangkan bagian bawahnya berwarna putih pucat, dan memiliki diameter koloni rata-rata 7.35 cm. Sementara itu, struktur mikroskopisnya ditandai dengan hifa vegetatif dan konidiofor yang hialin, uniseriate atau tanpa keberadaan metula, hifa yang bersekat, vesikel berdiameter 28.82 (28.15 – 29.20) μm dengan bentuk globose, konidia berdiameter 2.85 (2.09 – 3.09) μm dengan bentuk globose dan berwarna coklat kehitaman. Di sisi lain, bagian atas Isolat II4 berwarna hijau kekuningan dengan bagian bawah berwarna hijau pucat, dan rata-rata diameter koloni adalah 8.30 cm. Secara mikroskopis, isolat tersebut ditunjukkan dengan hifa vegetatif dan konidiofor yang hialin, uniseriate tanpa keberadaan metula, hifa bersekat, diameter vesikel 19.96 (16.67 – 22.19) μm dan berbentuk subclavate, konidia berdiameter 2.85 (2.18 – 3.84) μm dengan bentuk globose dan berwarna hijau kekuningan. Sementara itu kitosan dengan konsentrasi tertinggi (2%) mampu menghambat A. foetidus saat diuji pada media padat, sedangkan A. aflatoxiformans menunjukkan hal sebaliknya. Pemberian kitosan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) mampu meningkatkan pertumbuhan diamater A. aflatoxiformans. Respon yang sama juga ditunjukkan oleh A. aflatoxiformans saat ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Broth (PDB). Hambatan kitosan terhadap pertumbuhan A. foetidus pada media PDB tidak berbeda nyata yang ditunjukkan dengan nilai berat kering isolat yang semakin tinggi seiring dengan kenaikan konsentrasi kitosan. Hal lain yang dapat diinformasikan bahwa berdasarkan hasil komparasi terkait publikasi dan sebaran koleksi A. aflatoxiformans yang belum terdapat di Indonesia, maka isolat tersebut dapat menjadi sebuah catatan baru (new record) terkait distribusi dan deskripsi spesies A. aflatoxiformans dari Indonesia. Hal serupa juga ditunjukkan oleh A. foetidus yang belum pernah diisolasi dan diidentifikasi dari kayu karet, sehingga kedua isolat ini dapat dikatakan sebagai sebuah catatan baru (new record) di Indonesia. Observasi yang telah dilakukan memberikan referensi sebagai langkah awal dalam meningkatkan ketahanan kayu karet terhadap serangan cendawan pewarna.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcMicrobiologyid
dc.titleSeleksi Cendawan Pewarna pada Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) dan Responnya Terhadap Aplikasi Kitosanid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordAspergillus aflatoxiformansid
dc.subject.keywordAspergillus foetidusid
dc.subject.keywordChitosanid
dc.subject.keywordITS Regionid
dc.subject.keywordRubber woodid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record