Show simple item record

dc.contributor.advisorAgungpriyono, Srihadi
dc.contributor.advisorFahrudin, Mokhamad
dc.contributor.advisorKarja, Ni Wayan Kurniani
dc.contributor.authorPrasetyaningtyas, Wahono Esthi
dc.date.accessioned2020-12-06T03:24:08Z
dc.date.available2020-12-06T03:24:08Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/104179
dc.description.abstractPrimordial Germ Cells (PGC) merupakan sel prekursor sel gamet jantan maupun betina. Sel ini berasal dari lapis epiblast kemudian bermigrasi melewati mesenterium menuju rigi kelamin. Pada umur 13.5 hari pascakoitus (hpk) sel ini berada di rigi kelamin dan sudah mengalami determinasi jenis kelamin. Primordial Germ Cells (PGC) bersifat totipoten dengan gen penanda OCT-4, sehingga PGC diharapkan dapat digunakan dalam terapi penyakit degenaratif ataupun pada kasus infertilitas. Penelitian ini betujuan untuk profiling protein di dalam conditioned medium (CM) dari sel testikuler mencit umur 5 hari, mengkarakterisasi PGC dan menganalisis kemampuan CM dalam menginduksi PGC menjadi sel gamet jantan yang haploid. Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengkarakterisasi perkembangan sel testikuler dan mengidentifikasi spermatogonial stem cells (SSC) dalam kultur in vitro. Sel testiskuler dari mencit umur 5 hari di kultur dalam Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM) yang ditambahkan serum 10%, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C, 5% CO2. Perkembangan sel diamati selama 6 hari yang meliputi viabilitas dan population doubling time (PDT). Sel kultur hari ke-1, ke-3 dan ke-6 diwarnai dengan pewarna Periodic Acid Schiff (PAS) untuk mengidentifikasi dan mengukur luas sel testikuler. Secara spesifik, identifikasi SSC menggunakan pewarnaan imunositokimia menggunakan antibodi OCT-4 dan CD90. Hasil penelitian menunjukkan PDT sel testikuler sebesar 0.63 hari dan viabilitas >90%. Persentase sel Sertoli-like meningkat selama kultur, begitu juga dengan sel fibroblast-like yang meningkat pada hari ke-3 dan menurun pada hari ke-6 walaupun tidak signifikan. Sementara itu, sel spermatogonia-like menurun dari hari ke-1 sebesar 54.3%, menjadi 18.7% pada hari ke-6. Luas sel testikuler meningkat signifikan setelah kultur selama 6 hari. Sel testikuler dan SSC di dalam kultur diduga menghasilkan growth factors di dalam niche. Pada akhir kultur (hari ke-6), medium kultur diganti dengan DMEM tanpa serum dengan tujuan sebagai sumber conditioned medium (CM). Penelitian tahap kedua dilaksanakan untuk menganalisis kandungan protein (profiling) serta kandungan hormon testosteron dalam conditioned medium yang diperoleh dari kultur sel testikuler. Profiling protein menggunakan liquid chromatography-mass spectrometry (LC-MS/MS), dan ditemukan 26 jenis protein yang berperan sebagai struktur sel dan proses seluler. Protein yang paling banyak diidentifikasi dalam CM adalah kolagen, yang terdiri atas beberapa jenis, yaitu: Collagen alpha-1(I) chain (Col1a1), Collagen alpha-2(I) chain (Col1a2), Collagen alpha-1(III) chain (Col3a1), Collagen alpha-1(IV) chain (Col4a1) dan Collagen alpha-2(V) chain (Col5a2). Kolagen berperan sebagai matrix extracellular (ECM) dan akan berinteraksi dengan reseptor. Konsentrasi testosteron di dalam CM adalah 0.542 ng/mL. Kandungan CM sel testikuler diharapkan mendukung proses perkembangan sel germinal. Penelitian tahap ketiga adalah karakterisasi fetus sumber rigi kelamin, serta karakterisasi rigi kelamin sebagai sumber PGC baik secara makroskopis maupun mikroskopis, serta perbanyakan PGC. Penelitian tahap ini menggunakan fetus mencit umur 13.5 hpk sebagai sumber rigi kelamin. Fetus diukur dan ditimbang, rigi kelamin diisolasi untuk preparat histologi dan dikultur. Rigi kelamin diwarnai dengan Hematoksilin Eosin (HE) dan pewarnaan immunositokimia menggunakan antibodi VASA sebagai penanda PGC. Perbanyakan PGC dilakukan dengan kultur in vitro selama 9 hari, medium yang digunakan adalah DMEM+Serum 15% dan DMEM+Serum 15% dengan perlakuan penambahan leukemia inhibitory factor (LIF) 1000 IU/mL. Sel kultur diwarnai pada hari ke-3, ke-6 dan ke-9 kultur dengan pewarnaan immunositokimia menggunakan antibodi OCT-4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fetus umur 13.5 hpk dengan ukuran berkisar 11 mm, memiliki rigi kelamin yang secara morfologi bisa dibedakan antara jantan dan betina. Karakteristik rigi kelamin secara mikroskopis terlihat bahwa PGC terdapat di tengah tali testis yang dikelilingi oleh sel Sertoli. Proliferasi PGC relatif lambat dengan nilai PDT 1.3 hari dengan viabilitas sekitar 85%. Kultur PGC dengan perlakuan DMEM + Serum 15%, menunjukkan penurunan persentase PGC yang mengekspresikan OCT-4 mulai hari ke-3 sedangkan pada perlakuan DMEM + Serum 15% + LIF 1000 IU/mL terjadi peningkatan persentase PGC yang mengekspresikan OCT-4 pada hari ke-6 tetapi turun kembali pada hari ke-9. Penambahan LIF mampu mempertahankan jumlah PGC sampai hari ke-6 kultur. Penelitian tahap keempat adalah mengetahui arah diferensiasi PGC yang diinduksi dengan menggunakan CM sel testikuler. PGC yang telah diisolasi dikultur selama satu minggu untuk memperbanyak PGC dalam kultur dengan penambahan LIF, selanjutnya ditambahkan CM sebesar 40% dan 60% kemudian dikultur selama 3 minggu. Ekspresi gen PGC hasil kultur dianalisis dengan menggunakan Real Time-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dan medium kultur dianalisis kandungan testosteronnya menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sel rigi kelamin yang dikultur selama 14 hari menunjukkan sel yang membentuk koloni yang mirip tali testis. Struktur spermatid-like terlihat pada hari ke-18 kultur dan spermatozoa-like pada hari ke-24 kultur. Ekspresi gen penanda sel germinal, pada kelompok 60% ditemukan ekspresi gen OCT-4 dan ACR mengalami downregulated, sedangkan ekspresi gen DAZL, VASA, STRA 8 dan PRM 1 mengalami up-regulated. Sementara itu, pada kelompok 40% menunjukkan bahwa semua gen yang dianalisis terekspresi secara down-regulated. Hormon testosteron yang diukur dari medium kultur menunjukkan penurunan konsentrasi pada minggu ke-2 dan naik kembali pada minggu ke-3 dengan konsentrasi tertinggi pada kelompok kontrol, yang diikuti oleh kelompok CM 60% dan CM 40%. Penambahan CM 60% mampu menginduksi PGC mengalami spermatogenesis in vitro.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcPhysical Sciencesid
dc.titlePotensi Conditioned Medium Sel Testikuler dalam Mendukung Spermatogenesis In Vitro pada Mencit: Sebuah Prospek untuk Mengatasi Masalah Infertilitas pada Jantanid
dc.title.alternativeIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordconditioned mediumid
dc.subject.keywordPGCid
dc.subject.keywordproteomikid
dc.subject.keywordsel testikulerid
dc.subject.keywordspermatogenesis in vitroid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record