Model Ekonomi Kesejahteraan Nelayan Perikanan Tangkap (Studi Kasus Multispecies dan Multigear)
View/ Open
Date
2020Author
Nababan, Benny Osta
Kusumastanto, Tridoyo
Adrianto, Luky
Fahrudin, Achmad
Metadata
Show full item recordAbstract
Masyarakat pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura) sebagian besar melakukan
aktivitas ekonomi perikanan. Pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Laut
Jawa telah terindikasi mengalami overfishing karena jumlah armada penangkapan
telah melebihi kapasitas sumberdaya perikanan tersebut. Menteri Kelautan dan
Perikanan mengeluarkan beberapa kebijakan yang menimbulkan polemik antara
pro dan kontra. Salah satu kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan yang
menimbulkan polemik tersebut adalah Permen KP No. 2 tahun 2015 tentang
larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawl) dan pukat tarik
(seine net) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Kebijakan pelarangan pukat hela dan pukat tarik tersebut kemudian disempurnakan
dengan Permen KP No. 71/PERMEN-KP/2016 tentang jalur penangkapan ikan dan
penempatan alat penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia. Berkaitan regulasi tersebut maka setiap penggunan alat
tangkap perikanan yang dilarang menjadi kategori perikanan ilegal. Para pelaku
usaha perikanan tangkap pukat hela dan pukat tarik pada intinya menginginkan alat
tangkap tersebut tetap diperbolehkan untuk digunakan dalam menangkap ikan. Para
nelayan perikanan tangkap demersal yang menggunakan pukat hela dan pukat tarik
beranggapan seharusnya bukan ditutup sama sekali untuk digunakan (pelarangan),
namun lebih baik dilakukan pembatasan. Pembatasan akan memberikan ruang bagi
nelayan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan demersal yang akan mati secara
alamiah apabila tidak dimanfaatkan masyarakat. Pembatasan tersebut dapat berupa
pembatasan jumlah alat yang boleh dioperasikan, jumlah tangkapan yang diijinkan,
berdasarkan musim atau pembatasan penangkapan yang tetap menjaga kelestarian
sumberdaya ikan dalam jangka panjang dan keberlanjutan kesejahteraan nelayan.
Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mengkaji kesejahteraan nelayan
perikanan tangkap demersal skala kecil di Provinsi Jawa Tengah; (2) Mendesain
model dinamika multispecies dan multigear pengelolaan perikanan tangkap
demersal skala kecil di Provinsi Jawa Tengah; (3) Membangun skenario kebijakan
pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap demersal di Provinsi Jawa Tengah.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, dengan metode
analisis yaitu model bioekonomi dan model dinamis multispecies-multigear.
Penelitian menggunakan data primer yang dikumpulkan pada saat dilakukan
penelitian dan data sekunder dari data statistik yang diterbitkan secara resmi oleh
lembaga terkait. Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Tengah yang merupakan
wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 712 yakni pada perikanan tangkap demersal
menggunakan pukat hela dan pukat tarik.
Analisis model surplus produksi dilakukan terhadap model Schaefer, Fox,
Walter-Hilborn dan CYP terhadap data udang yang ditangkap menggunakan pukat
hela dan pukat tarik serta ikan demersal yang ditangkap menggunakan pukat hela
dan pukat tarik serta ikan demersal yang ditangkap menggunakan payang. Model
Walter-Hilborn memberikan nilai statistik yang baik dibandingkan model lainnya
seperti kesesuaian tanda, nilai R2, uji F dan uji T. Selanjutnya dilakukan desain
model dinamis ekonomi kesejahteraan perikanan tangkap demersal dengan analisis
bioekonomi multispecies dan multigear.
Total surplus produsen nelayan skala kecil yang menggunakan pukat sebesar
Rp.57,24 milyar per tahun sedangkan payang sebesar Rp.32,25 milyar per tahun di
pesisir utara Provinsi Jawa Tengah. Upah Minimum Provinsi (UMP) di Provinsi
Jawa Tengah sebesar Rp.1,59 juta per bulan. Oleh karena itu dapat terlihat bahwa
kesejahteraan nelayan yang menggunakan alat tangkap pukat lebih tinggi (10% di
atas UMP) dibandingkan kesejahteraan nelayan yang menggunakan alat tangkap
payang (70% dibawah UMP). Hal ini yang menyebabkan nelayan perikanan
tangkap demersal enggan beralih menggunakan alat tangkap lain selain pukat
sehingga sesuai dengan kondisi lapang bahwa pukat masih sangat banyak
digunakan sampai saat ini.
Model dinamis pada kondisi baseline, produksi udang mengalami
peningkatan sampai tahun 2021 dengan jumlah produksi 6.457 ton, kemudian
mengalami penurunan sampai akhir periode dengan jumlah produksi 58 ton pada
tahun 2040. Total produksi ikan mengalami peningkatan sampai tahun 2022,
kemudian mengalami penurunan dan mencapai steady state pada jumlah produksi
104.000 ton. Rente pukat lebih tinggi dibandingkan rente payang. Rente pukat
tertinggi terjadi pada tahun 2022 sebesar Rp.828 milyar dan mencapai steady state
sebesar Rp.400 milyar. Rente payang tertinggi terjadi pada tahun 2017 sebesar
Rp.201 milyar, kemudian terus mengalami penurunan. Rata-rata penurunan rente
payang periode 2015-2040 sebesar 14% per tahun dengan penurunan yang semakin
kecil, sehingga rente payang pada tahun 2040 menjadi Rp.5,68 milyar.
Simulasi yang dilakukan adalah penghapusan jumlah pukat (Permen KP No
2 Tahun 2015 dan Permen KP No 71 Tahun 2016), pengurangan jumlah pukat 10%,
20%, 30%, 40% dan 50%. Kebijakan terbaik adalah skenario dengan pengurangan
jumlah pukat sebanyak 20% yang memberikan nilai optimal dengan jumlah biomas
sebesar 278.922 ton per tahun dan total rente sebesar Rp.659,1 milyar. Kebijakan
pengurangan jumlah pukat sebanyak 20% tetap dapat melestarikan sumberdaya
udang dan ikan, namun tetap memberikan manfaat optimal bagi nelayan yang
ditunjukkan tingginya total rente dari seluruh skenario. Kebijakan penghapusan
jumlah pukat merupakan skenario pilihan terakhir walaupun menghasilkan total
biomas paling tinggi sebesar 347.496 ton, namun menghasilkan total rente paling
rendah sebesar Rp.256,3 milyar dari keseluruhan skenario.