dc.description.abstract | Salah satu faktor yang memengaruhi kapasitas produksi ikan mas adalah
timbulnya masalah amonia tinggi pada lingkungan budidaya terutama di karamba
jaring apung (KJA) sebagai sentra pembesaran, yang diakibatkan terjadinya
fenomena umbalan (turn over) sebagai dampak dari perubahan cuaca.
Penanggulangan masalah amonia tinggi pada budidaya ikan mas dapat dilakukan
melalui pendekatan genetik, yakni dengan memproduksi ikan mas tahan amonia
tinggi. Parameter yang berperan sebagai indikator ketahanan terhadap amonia
tinggi diantaranya adalah jumlah sel darah merah, kortisol, dan ekspresi gen yang
terkait dengan respons stres yakni heat shock protein 70 kDa (HSP70) dan
cytochrome oxydase subunit 1 (CO1). Hasil penelitian terkait ketahanan terhadap
stres pada ikan menunjukkan masih terdapat individu yang mampu bertahan
terhadap cekaman lingkungan. Hal tersebut menunjukkan terdapat kemampuan
individu yang berbeda secara fisiologis dan genetik dalam merespons stres
sebagai dampak terdapatnya variasi genetik yang mampu bekerja dan
mengkompensasi energi metabolisme untuk menghadapi cekaman lingkungan
agar dapat bertahan hidup. Kondisi tersebut tentu memunculkan potensi
didapatkannya populasi ikan yang memiliki ketahanan tertentu terhadap stres
yang mana dapat diwariskan pada generasi selanjutnya.
Dalam rangka pemuliaan dengan berbagai tujuan perbaikan karakter
penting dalam budidaya, Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Sukamandi telah
menghasilkan populasi sintetik melalui skema blending dari ikan mas strain
Majalaya, Rajadanu, Sutisna, Wildan, dan Sinyonya yang bertujuan untuk
meningkatkan variasi genetik. Populasi sintetik diharapkan memiliki keragaman
genetik luas dan potensi keunggulan pada karakter tertentu yang dapat diseleksi
dalam rangka pembentukan induk unggul baru. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis performa ikan mas populasi sintetik sebagai kandidat pembentuk
ikan mas tahan amonia tinggi. Evaluasi toleransi terhadap amonia tinggi dilakukan
melalui penambahan NH4Cl sebanyak 200 mg L-1 pada media pengujian benih
ikan mas populasi sintetik, dan sebagai kontrol tanpa penambahan NH4Cl.
Perlakuan diulang sebanyak 3 kali dengan ikan uji (bobot 10-15 g ekor-1)
berjumlah 30 ekor tiap akuarium. Kadar oksigen terlarut dipertahankan pada level
>2 mg L-1 melalui penambahan aerasi. Parameter yang diamati meliputi
kelangsungan hidup, frekuensi ventilasi operkulum, jumlah sel darah merah, pH
darah, kadar hormon kortisol, ekspresi gen HSP70 dan COI, serta kualitas air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase ikan yang bertahan hidup
selama 12 jam uji cekaman amonia adalah sebesar 6.67% atau setara 6 ekor. Ikan
yang kuat terhadap kondisi amonia tinggi memiliki nilai frekuensi ventilasi tinggi
(34.00±10.54 bukaan menit-1), jumlah sel darah merah tinggi (232.66±17.24 sel
mL-1), pH darah rendah (7.15±0.16), kadar kortisol tinggi (80.90±6.35 ng mL-1),
dan gen HSP70 terekspresi pada organ hati dengan nilai ekspresi relatif sebesar
1.43±1.19, sedangkan gen CO1 3.65±0.26. Ikan mas yang termasuk kelompok
kuat mampu beradaptasi dan bertahan dalam kondisi amonia tinggi lebih dari 12
jam selama masa uji tantang. Respons ikan mas dalam menghadapi cekaman
amonia tinggi di antaranya adalah melalui pelepasan sel darah merah, percepatan
pematangan sel darah dan produksi sel darah merah baru (erythropoiesis).
Erythropoiesis merupakan hal yang umum tejadi pada ikan, yang mana pada ikan
mas hal tersebut teradi pada ginjal bagian depan yang melibatkan zinc. Adaptasi
ikan mas pada saat berada dalam kondisi stres menghasilkan komposisi sel darah
merah yang berbeda dengan kondisi normal yakni dengan adanya sel yang belum
matang (immature) dan matang (mature). Perubahan komposisi sel darah merah
tersebut disebabkan dilepaskannya sel darah merah yang tersimpan dalam limpa
yang merupakan tempat penyimpaan sel darah merah pada vertebrata
Sebagai kesimpulan, persentase ikan mas yang mampu bertahan hidup
setelah masa uji tantang amonia tinggi selama 12 jam yakni sebesar 6.67%,
dengan karakteristik jumlah sel darah merah tinggi, kadar kortisol tinggi, dan
ekspresi gen HSP70 lebih rendah. Dengan demikian, ikan yang bertahan hidup
tersebut berpotensi digunakan dalam kegiatan pemuliaan untuk produksi induk
unggul ikan mas tahan stres amonia tinggi, dan pengukuran jumlah sel darah
merah merupakan metode praktis yang dapat mendukung kegiatan seleksi | id |