Strategi Penguatan Koperasi Penggarap Lahan dalam Pengelolaan Konflik dan Pesisir Berkelanjutan Berbasis Pengembangan Masyarakat
Strategi Penguatan Koperasi Penggarap Lahan dalam Pengelolaan Konflik dan Pesisir Berkelanjutan Berbasis Pengembangan Masyarakat
View/ Open
Date
20202020
Author
Firmansyah, Adi
Firmansyah, Adi
Kolopaking, Lala M.
Hutagaol, M. Parulian
Metadata
Show full item recordAbstract
Pesisir Karawang menyimpan sejumlah potensi konflik terkait pemanfaatan
lahan di kawasan hutan. Untuk mencegah potensi konflik tersebut, diperlukan
upaya pengembangan masyarakat melalui lembaga komunitas. Koperasi Mina
Agar Makmur (KMAM) merupakan lembaga ekonomi komunitas penggarap
lahan untuk meningkatkan keberdayaan mereka yang ada di wilayah tersebut.
Tujuan utama penelitian adalah merumuskan strategi penguatan koperasi
penggarap lahan dalam pengelolaan konflik dan pesisir berkelanjutan berbasis
pengembangan masyarakat di Pesisir Karawang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi
kasus. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Tambaksari Kecamatan Tirtajaya
Kabupaten Karawang. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja oleh peneliti
karena sesuai dengan topik kajian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai
Juli 2019. Metode penentuan informan secara puposive dengan cara teknik bola
salju (snowballing methode). Data yang digunakan adalah data primer dan
sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan berpartisipasi,
wawancara terhadap sejumlah informan, dan diskusi kelompok (focus group
discussion/FGD). Data sekunder dikumpulkan dari dokumen-dokumen yang
bersumber dari instansi terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik pemanfaatan lahan di Pesisir
Karawang terjadi antara Perhutani dengan petambak penggarap lahan. Konflik
tersebut terjadi karena perbedaan kepentingan antara Perhutani dan komunitas
penggarap lahan. Komunitas tersebut berkepentingan dalam memanfaatkan lahan
untuk sumber kehidupan dengan mengusahakan tambak di lahan kawasan hutan,
sedangkan Perhutani berkepentingan terhadap pengembalian fungsi hutan
mangrove sebagai hutan lindung. Selain konflik tersebut, ada beberapa konflik
lainnya yang ditemukan di lapangan, yaitu: (1) Konflik antara Perhutani dengan
pembeli lahan garapan. (2) Konflik antara Perhutani dengan Pemerintah Desa
Tambaksari. (3) Konflik antara pemiliki garapan dengan pengelola garapan.
Konflik-konflik di atas terkategori konflik latent. Terkait dengan konflik-konflik
di atas, diperlukan upaya pengelolaan konflik melalui pendekatan pengembangan
masyarakat.
KMAM merupakan lembaga ekonomi komunitas di pesisir Karawang yang
telah berperan dalam pengembangan masyarakat melalui lima dimensi, yaitu
advokasi, pengorganisasian komunitas, pengembangan jejaring, pengembangan
kapasitas dan komunikasi, informasi serta edukasi (KIE). Intensitas masingmasing
dimensi berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian ternyata peran
KMAM dalam pengembangan masyarakat selama ini lebih berorientasi pada
tujuan ekonomi, dan masih kurang pada aspek sosial dan ekologi. Oleh karenanya
diperlukan penguatan lembaga ini untuk memperkuat komunitas Pesisir Karawang
sehingga ada keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi dan ekologi.
Hasil analisis lingkungan strategis menunjukkan bahwa kekuatan KMAM
adalah: (1) Penerapan inovasi sistem tambak polikultur dan organik, (2) Kapasitas
ketua koperasi yang mumpuni, (3) Adanya kesepakatan kerjasama pemasaran
rumput laut, (4) Lokasi berada di sentra produksi tambak rumput laut, (5) Adanya
inisasi usaha sekunder KMAM. Adapun kelemahannya adalah (1) Mayoritas
lahan anggota merupakan lahan hak garap/sewa, (2) Kualitas SDM pengurus dan
anggota koperasi masih lemah, (3) Kualitas rumput laut dan produk olahannya
perlu ditingkatkan, (4) Modal KMAM yang terbatas, (5) Ketergantungan terhadap
sosok ketua koperasi. Dari sisi eksternal, peluang KMAM adalah: (1) Potensi
pasar rumput laut, (2) Kemitraan sinergis dengan pemerintah, perguruan tinggi,
serta perusahaan, (3) Perkembangan teknologi digital, (4) Keberadaan BUMDES
di desa-desa sekitar KMAM, (5) Kesamaan potensi lahan tambak di beberapa desa
sekitar KMAM. Sedangkan ancaman KMAM adalah: (1) Abrasi pantai, (2)
Rusaknya hutan mangrove, dan (3) Adanya potensi konflik lahan garapan. Hasil
analisis SWOT menunjukkan posisi KMAM berada pada kuadran III. Posisi ini
menggambarkan bahwa KMAM merupakan organisasi yang lemah namun
memiliki peluang yang baik. Strategi yang disarankan ialah strategi korektif,
artinya KMAM disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Strategi korektif
adalah KMAM perlu memperkuat peran pengembangan masyarakat yang
memberi dampak pada aspek sosial dan ekologi (tentu ekonomi), sehingga akan
terwujud keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial dan ekologi, untuk
mewujudkan pesisir berkelanjutan.
Strategi KMAM ke depan, yaitu: (1) Pengembangan jejaring bisnis berbasis
komunitas dan teknologi digital; (2) Penguatan kapasitas SDM secara partisipatif;
(3) Peningkatan kualitas rumput laut dan inovasi produk olahannya bekerjasama
dengan lembaga berkompeten; (4) Pengembangan sistem pengelolaan tambak
berwawasan lingkungan; (5) Peningkatan advokasi terhadap Pemerintah dan
Perhutani dalam pemanfaatan lahan secara berkelanjutan; (6) Pengembangan
kerjasama antar desa penghasil rumput laut; dan (7) Peningkatan kerjasama
permodalan. Rancangan program aksi yang direncanakan menitikberatkan pada
pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis pada masyarakat, dengan menganut
prinsip-prinsip utama pada: partisipasi, pemberdayaan, sinergi kemitraan,
kemandirian dan keberlanjutan. Pemilihan program didasarkan pada
pengakomodasian dua kepentingan, yaitu upaya meningkatkan derajat kehidupan
masyarakat, sekaligus mempertahankan kelestarian hutan mangrove yang
berfungsi ekologis.
Kata kunci: konflik lahan, koperasi penggarap lahan, pengembangan masyarakat,
pesisir berkelanjutan
Collections
- MT - Human Ecology [2190]