Relasi Sosial dan Resiliensi Komunitas Korban Erupsi Gunung Merapi di Hunian Tetap
View/ Open
Date
2020Author
Suharyono, Sri
Saharuddin
Panjaitan, Nurmala K
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia merupakan negara yang sering mengalami bencana. Erupsi
Gunung Merapi merupakan satu diantara bencana yang ada di Indonesia. Material
vulkanik, seperti awan panas, guguran lava, ataupun material piroklastik lainnya
mampu menghancurkan segala kehidupan yang dilaluinya. Gunung Merapi
merupakan satu diantara beberapa gunung api aktif di Indonesia. Gunung Merapi
terletak di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi D.I. Yogyakarta. Setiap
kali terjadi erupsi Gunung Merapi, selalu menimbulkan perubahan pada
masyarakat di sekitarnya. Erupsi Gunung Merapi 2010 telah menghilangkan
padukuhan Bakalan dan merusak beberapa dusun disekitarnya. Atas peristiwa ini
pemerintah kemudian merelokasi warga yang menjadi korban erupsi Gunung
Merapi ke wilayah Hunian Tetap. Relokasi, dimaksudkan untuk mengurangi
jumlah korban di masa yang akan datang dan mengembalikan kondisi kehidupan
korban erupsi Gunung Merapi seperti semula.
Namun relokasi justru membawa masalah baru. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan masalah tersebut antara lain: hilangnya sumber-sumber produktif
termasuk lahan, hilangnya pendapatan dan mata pencaharian, menurunnya kultur
budaya dan kegotong royongan dalam masyarakat (Amiany dan Sahay 2011),
merusak mode produksi dan cara hidup, mempengaruhi kekerabatan dan
organisasi dan jaringan sosial, menimbulkan persoalan lingkungan dan
kemiskinan, mengancam identitas kultural kelompok etnik (Pujiriyani 2014). Hal
yang menarik kemudian adalah bagaimana komunitas korban erupsi Gunung
Merapi yang direlokasi ke Hunian Tetap itu mengatasi masalah-masalah yang
timbul akibat relokasi tersebut.
Penelitian ini memiliki 5 (lima) tujuan : (1) menganalisis bentuk relasi sosial
yang terjadi dalam komunitas korban erupsi Gunung Merapi di Hunian Tetap, (2)
menganalisis kekuatan sumber daya yang terdapat dalam komunitas korban erupsi
Gunung Merapi di Hunian Tetap yang mampu mendukung pemulihan kehidupan
setelah bencana, (3) menganalisis kapasitas adaptasi komunitas korban erupsi
Gunung Merapi di Hunian Tetap yang mampu mendukung pemulihan kehidupan
setelah bencana, (4) menganalisis resiliensi komunitas korban erupsi Gunung
Merapi di Hunian Tetap, (5) menganalisis peran relasi sosial dalam pembentukan
resiliensi komunitas korban erupsi Gunung Merapi di Hunian Tetap.
Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan didukung
pendekatan kualitatif. Jumlah responden sebanyak 80 KK, dari total KK sebanyak
260 KK. Responden dipilih melalui teknik incidental karena tempat bekerja
responden yang jauh sehingga sulit ditemui maka dipilih berdasarkan siapa yang
berhasil ditemui. Oleh karena itu penelitian ini tidak dapat digeneralisasi. Lokasi
penelitian di Hunian tetap Kuwang Randusari, Desa Argomulyo Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Hasil analisa menunjukkan sebagai berikut: (1) bentuk relasi sosial yang ada
di komunitas korban erupsi Gunung Merapi bersifat asosiatif, diantaranya arisan,
amalan, ronda dan pertemuan kelompok ternak, (2) Kekuatan sumber daya yang
terdapat pada komunitas korban erupsi Gunung Merapi yang direlokasi pada
subsistem ekologi termasuk baik, diantaranya tanah yang subur, sumber air bagus,
bahan tambang (pasir dan batu) melimpah. Pada subsistem ekonomi, pilihan
pekerjaan selain bertani adalah beternak, menambang pasir, dan wisata. Namun
terdapat kendala bagi komunitas untuk mengakses sumber daya ekonomi ini.
Subsistem infrastruktur fisik, semua fasilitas umum dalam kondisi baik.
Subsistem civil society dalam komunitas baik, terlihat dari keakraban dan kuatnya
relasi sosial didalam komunitas. Subsistem governance bernilai kurang baik.
Pengelolaan huntap yang belum bisa menyatukan warga yang berasal dari
padukuhan yang berbeda membuat kekuatan sumber daya dalam subsistem
governance ini kurang baik. (3) Kapasitas adaptasi meliputi 3 komponen,
institutional memory yang ada pada komunitas termasuk kurang baik, karena
relokasi baru pertama kali ini mereka alami dan tidak ada sharing pengalaman dari
komunitas lain. Innovative learning tergolong rendah karena mereka belum
mampu secara bersama-sama mengatasi kesulitan yang dihadapi. Kesulitan
dihadapi secara sendiri-sendiri, tidak ada aksi bersama. Secara connectedness
tergolong baik karena relasi sosial internal komunitas yang terjadi semakin
menguatkan ikatan diantara mereka, sementara itu relasi sosial eksternal juga baik
terlihat dari bantuan yang diterima oleh komunitas pada awal menempati Hunian
tetap banyak yang berasal dari luar. (4) Resiliensi komunitas yang terjadi dalam
kategori cukup resilien, berdasarkan dari kekuatan sumber daya dan kapasitas
adaptasi yang ada. (5) Relasi sosial yang terbentuk dalam komunitas huntap
karena bersifat positif, maka hal ini merupakan pendukung terjadinya resiliensi
komunitas korban erupsi Gunung Merapi yang direlokasi ke Hunian Tetap.
Collections
- MT - Human Ecology [2394]
