Produksi Dietary Fiber dari Serat Onggok Singkong Menggunakan Selulase Actinomycetes
View/ Open
Date
2020Author
Lopak, Suryani Sappang
Meryandini, Anja
Sunarti, Titi Candra
Metadata
Show full item recordAbstract
Dietary fiber (DF) adalah polisakarida non pati (selulosa, hemiselulosa, pektin, dekstrin, khitins, β-glukan, lilin) dan lignin yang mampu memodulasi waktu transit makanan melalui usus, serta oligosakarida yang tidak dapat dicerna dan difermentasi. Manfaat DF di bidang kesehatan adalah mencegah penyakit gastrointestinal, seperti sembelit dan kanker pencernaan. Salah satu metode yang digunakan untuk produksi DF adalah metode enzimatis yang memiliki kelebihan, misalnya penggunaan produk yang besar pada industri makanan, tidak menghasilkan polusi bahan kimia, DF yang dihasilkan memiliki aktivitas biologi tinggi dan yield Soluble Dietary Fiber (SDF) yang tinggi dan Insoluble Dietary Fiber (IDF) yang rendah, enzim dapat bekerja spesifik serta mampu mendegradasi struktur serat dengan destruksi yang kecil. Enzim tersebut dapat diperoleh dari Actinomycetes yang menghasilkan enzim ekstraselular dengan kemampuan selulolitik, dengan mekanisme kerja mengubah struktur selulosa yang berbentuk kristalin menjadi amorf. Selulosa dapat diperoleh dari onggok, yaitu limbah industri tepung tapioka berupa padatan, ampas, atau bagian singkong yang patinya telah dipisahkan. Komponen utama serat onggok terdiri atas selulosa, yaitu polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glikosidik dalam bentuk kristalin sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan dalam produksi DF.
Pada penelitian ini produksi DF dari onggok dilakukan melalui: 1) pretreatment menggunakan α-amilase untuk menghilangkan pati, 2) mengkaji pengaruh perlakuan hidrotermal dan waktu hidrolisis terhadap komponen DF: IDF, SDF, Total Dietary Fiber (TDF), juga sifat fungsional DF seperti: Water Holding Capacity (WHC), Oil Holding Capacity (OHC), dan Emulsifying Activity (EA) pada 0, 24, dan 48 jam inkubasi.
Enzim mampu menghasilkan DF dengan menurunkan nilai IDF dan meningkatkan nilai SDF seiring dengan peningkatan waktu hidrolisis walaupun tidak terdapat perbedaan nyata jumlah komponen DF (IDF dan SDF) yang dihasilkan pada perlakuan hidrotermal dan non hidrotermal. Sifat fungsional DF (WHC, OHC, dan EA) lebih baik pada perlakuan hidrotermal dibandingkan non hidrotermal dan mengalami peningkatan seiring peningkatan waktu hidrolisis. Selain itu, produk samping berupa hidrolisat dan susut bobot yang dihasilkan lebih besar pada perlakuan hidrotermal, serta sifat morfologi dan kristalinitas mengalami perubahan lebih besar pada perlakuan hidrotermal. Kondisi terbaik diperoleh dari perlakuan hidrotermal, 48 jam hidrolisis yang menghasilkan SDF 9,4%, WHC 12,1 g/g, OHC 3,2 g/g, and EA 64,5%.