Life Cycle Assessment (LCA) Penggunaan Bahan Bakar dan Energi Listrik pada Transportasi Massal di DKI Jakarta
View/ Open
Date
2019Author
Ayuningtyas, Utari
Yani, Mohamad
Maimunah, Siti
Metadata
Show full item recordAbstract
Berkembangnya kawasan pemukiman Bodetabek menyebabkan mobilitas penduduk ke DKI Jakarta meningkat setiap hari. Dengan mobilitas penduduk yang tinggi, untuk memindahkan penduduk dari kawasan pemukiman bodetabek ke DKI Jakarta serta mobilitas penduduk di dalam wilayah DKI Jakarta itu sendiri senantiasa membutuhkan transportasi. Pilihan tepat dan cepat dalam memindahkan penduduk dapat menggunakan transportasi massal dimana dapat mengangkut orang dalam satu waktu dan dalam jumlah yang besar. Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi dan menganalisis input dan output (emisi) yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar jenis solar dan CNG serta energi listrik pada moda transportasi bus transjakarta dan KRL commuter line Jabodetabek, menghitung besaran dampak lingkungan dari emisi yang dihasilkan pada moda transportasi bus transjakarta dan KRL commuter line Jabodetabek serta merekomendasikan upaya perbaikan untuk penurunan dampak lingkungan.
Penilaian daur hidup / Life Cycle Assessment (LCA) memiliki 4 tahapan yaitu tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, penilaian dampak dan interpretasi hasil. Transportasi massal di DKI Jakarta antara lain bus Transjakarta dan kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek. Jenis bahan bakar yang digunakan bus Transjakarta yaitu sebanyak 1,693 unit menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dan 834 unit menggunakan Bahan Bakar Gas (BBG) jenis Compressed Natural Gas (CNG), sedangkan 97 rangkaian KRL commuter line menggunakan energi listrik yang di suplai dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di wilayah Jawa Barat. Bus Transjakarta dan KRL memiliki prasarana yaitu halte dan/atau stasiun yang berguna untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Halte dan/atau stasiun tersebut membutuhkan listrik untuk menunjang operasional kegiatannya. Penggunaan listrik dari halte dan/atau stasiun juga dapat menghasilkan emisi. Pada penelitian ini dilakukan analisis menggunakan metode LCA dengan pengumpulan data melalui survei lapang dan studi pustaka.
Berdasarkan hasil penilaian dampak / life cycle impact assessment (LCIA) menunjukkan bahwa tidak ada emisi yang berasal dari penggunaan energi listrik pada operasional KRL Jabodetabek. Sumber listrik dari KRL Jabodetabek berasal dari PLTA. PLTA tidak memiliki emisi CO2 maupun SO2. Emisi GRK dan asidifikasi berasal dari freon AC yang digunakan KRL sebesar 6,076 ton tonCO2(eq) dan dari penggunaan energi listrik pada prasarana KRL Jabodetabek yaitu stasiun KRL sebesar 10,042.2 tonCO2(eq) dan emisi asidifikasi sebesar 59.37 tonSO2(eq). Kapasitas penumpang KRL Jabodetabek pada 97 rangkaian kereta sebanyak 119,971,540 orang dengan emisi GRK sebesar 5.06x10-5 tonCO2eq/penumpang. Sedangkan, besaran emisi dari operasional stasiun sebesar 2.99x10-5 tonCO2(eq)/orang, dengan total jumlah pengunjung pada tahun 2018 sebanyak 336,348,316 orang dari seluruh stasiun KRL Jabodetabek.
Emisi GRK dan asidifkasi pada bus transjakarta menyatakan bahwa emisi yang berasal dari penggunaan bahan bakar jenis solar dan CNG pada bus masing-
iii
masing sebesar 15,888.49 tonCO2(eq) dan 2,762.64 tonSO2eq, memiliki emisi GRK per penumpang sebesar 5.13x10-4 tonCO2(eq). Penggunaan energi listrik di halte dengan besaran emisi senilai 21,343.47 tonCO2(eq) dan 126.18 tonSO2(eq) dengan total jumlah penumpang pada tahun 2018 sebanyak 186,134,432 orang sehingga, untuk mengetahui emisi GRK per penumpang bus transjakarta diperoleh sebesar 1.15x10-4 tonCO2(eq)/penumpang. Emisi yang paling besar dihasilkan dari rute KRL Jabodetabek Jatinegara-Nambo dan rute bus transjakarta Cililitan-Tanjung priok (koridor 10). Hasil perbandingan antara bahan bakar solar dan CNG untuk 1 unit bus dihasilkan emisi GRK sebesar 5.36 kgCO2(eq) dan emisi asidifkasi sebesar 3.03 kgSO2(eq) untuk bus yang berbahan bakar jenis solar. Sedangkan untuk bus yang berbahan bakar jenis CNG, emisi GRK yangdihasilkan sebesar 16.52 kgCO2(eq) dan emisi asidifikasi sebesar 2.4x10-4 kgSO2(eq). Total keseluruhan besaran emisi GRK dan asidifikasi lingkup DKI Jakarta yang dihasilkan dari bus transjakarta dan KRL Jabodetabek sebesar 45,862.37 tonCO2(eq) dan 2,939.83 tonSO2(eq).
Upaya perbaikan untuk penurunan dampak lingkungan dapat berupa mengganti penggunaan bus berbahan bakar jenis solar dan CNG menjadi bus listrik dengan persentase perubahan dampak sebesar 41%, mengganti lampu jenis neon TL menjadi lampu LED dengan perubahan dampak sebesar 73% dan mengganti freon dengan bahan yang bersifat hidrokarbon dan ramah lingkungan yaitu musicool dengan perubahan dampak sebesar 70%.