dc.description.abstract | Visibilitas sangat berperan dalam kegiatan take off dan landing pesawat terbang.
Kecerahan atmosfer dari polusi udara oleh uap air, air hujan, debu atau asap dari
kebakaran hutan dan lahan mempengaruhi visibilitas. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan hubungan antara visibilitas bandara dan kondisi neraca air wilayah
untuk melihat potensi pemanfaatan data visibilitas sebagai indikator kejadian
kekeringan. Hubungan visibilitas dan neraca air dilakukan analisis dengan metode
plotting data, analisis peluang, dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan
kelas visibilitas rendah, yaitu pada kelas ≤7.5 km secara rata-rata terjadi pada
kondisi neraca air yang lebih tinggi dibandingkan kelas visibilitas yang lebih tinggi
> 10 atau >11. Kejadian yang sering (90% terlampaui), kelas visibilitas rendah
terjadi pada anomali neraca air yang hampir sama dengan visibilitas tinggi, yaitu -
10 mm/hari. Akan tetapi pada kejadian yang jarang (10% terlampaui) visibilitas
rendah terjadi pada surplus yang lebih tinggi (93 mm/hari di Balikpapan dan 20
mm/hari di Palangka Raya) daripada visibilitas tinggi (8 mm/hari di Balikpapan dan
9mm/hari di Palangka raya). Dilihat dari sebaran data periode mingguan, visibilitas
rendah setelah visibilitas tinggi secara beruntun terjadi setelah periode kering antara
5-12 minggu berturut-turut pada bulan-bulan musim kemarau. Penurunan secara
drastis pada visibilitas pada kondisi ini diduga disebabkan karena adanya kabut asap
oleh kejadian kebakaran hutan dan lahan. Visibilitas terendah terjadi pada tahun
2006 dan 2015 dimana pada tahun-tahun tersebut bersamaan dengan kejadian El
Nino dan IOD+ kuat. | id |